PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI

BAB VI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI

KAWASAN PEGUNUNGAN DIENG WONOSOBO Perkembangan Kegiatan Secara umum, upaya rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia dari beberapa dekade berubah-ubah orientasi kebijakannya. Pada tahun 1950-an hingga 1970-an, kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan menggunakan pendekatan top-down, yang kemudian pada akhir tahun 1990-an, secara konseptual berubah menjadi lebih partisipatif. Antara tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an, kegiatan rehabilitasi berada pada masa transisi. Perubahan dalam beberapa aspek kebijakan sejak reformasi tahun 1998 telah mempengaruhi pendekatan pemerintah dalam menetapkan kebijakan rehabilitasi. Perubahan kebijakan yang mempengaruhi program rehabilitasi hutan dan lahan disajikan dalam Tabel 16. Tabel 16 Perubahan Kebijakan Pemerintah yang Mempengaruhi Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan Aspek Kebijakan Orientasi Kebijakan 1950an – 1960-an 1970-an – 1990-an 1998 – saat ini Pengelolaan hutan Difokuskan pada aspek ekologi: mengembalikan dan mempertahankan fungsi ekologis Konservasi tanah dan air Difokuskan pada aspek ekonomi: berorientasi pada pengelolaan kayu untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak. Difokuskan pada pengelolaan berbasis sumberdaya: menyeimbangkan aspek sosial-ekonomi dan lingkungan. Skala pengelolaan Pengelolaan skala kecil hingga sedang Pengelolaan skala besar Pengelolaan hutan berbasis masyarakat Sistem pemerintahan Pemerintahan terpusat Pemerintahan terpusat Desentralisasi pemerintahan Target rehabilitasi Rehabilitasi umumnya dilakukan di pulau Jawa melalui pengembangan tanaman Jati Rehabilitasi kawasan hutan produksi dan lahan milik masyarakat Rehabilitasi hutan produksi dan kawasan konservasi Pendekatan pengelolaan Pendekatan sektoral Pendekatan sektoral Pendekatan terpadu Pendanaan Pendanaan dari pemerintah Pendanaan dari pemerintah dan donor Prinsip berbagi biaya, namun masih mempunyai ketergantungan pada dana pemerintah Sumber: CIFOR 2008. Dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Kawasan Pegunungan Dieng saat ini, kebijakan bersifat partisipatif seperti yang ada pada tabel di atas. Namun kegiatan yang dilaksanakan juga mempunyai target yang cukup besar pada lahan milik masyarakat di sekitar kawasan hutan negara di Pegunungan Dieng disamping kawasan konservasinya. Sejak tahun 2007 telah dilakukan inisiatif Program Pemulihan Dieng PPD oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Program ini bekerjasama dengan beberapa pihak, termasuk LSM, pakar, serta lembaga donor. Kegiatan masih berjalan sampai sekarang dalam berbagai bentuk yang bertujuan mengembalikan fungsi lindung kawasan Dieng tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi, lingkungan dan sosial budaya masyarakat. Beberapa hal penting telah dihasilkan selama kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan, namun masih ada hal- hal lain yang akan dicapai selama program berjalan hingga saat ini. Kegiatan dalam rangka Program Pemulihan Dieng yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2007 disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Perkembangan Program Pemulihan Dieng Sejak Tahun 2007 Kegiatan Waktu Penyelenggara Hasil yang Dicapai Pihak yang Terlibat Penguatan Kelembagaan Multipihak dalam Program Pemulihan Dieng November 2007 - Agustus 2008 LSM Javlec meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemulihan lingkungan kawasan Dieng, bertambahnya kapasitas stakeholder yang terlibat dalam program, serta meluasnya dukungan dan kolaborasi bagi upaya Program Pemulihan Dieng. Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Fasilitasi rencana tindak dan perluasan dukungan para pihak dalam Program Pemulihan Dieng November 2007 – Juli 2009 LSM Javlec adanya dukungan terhadap perluasan jejaring kolaborasi, asistensi teknis terhadap beberapa demplot serta penguatan lembaga lokal melalui Forum Peduli Dieng Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Program Pemulihan Dieng 2007 Februari- Juli LSM Javlec dan DFID pembentukan dan legalisasi Tim Kerja Pemulihan Dieng TKPD, penggalangan dana, prakondisi di lingkungan pemerintah kabupaten Wonosobo dan sekitarnya. Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Tabel 17 lanjutan Kegiatan Waktu Penyelenggara Hasil yang Dicapai Pihak yang Terlibat Prakondisi dan survei awal masyarakat Kejajar sebagai pemilik wilayah Dieng 2007 APBD Kabupaten Wonosobo Adanya desa percontohan pertanian terpadu ramah lingkungan, yaitu Desa Sembungan, Sikunang, Tieng dan Tambi. Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Rehabilitasi dan konservasi lahan di kawasan Dieng 2008 APBD Propinsi Jawa Tengah Tahun dan APBD Kabupaten Wonosobo implementasi di empat desa percontohan, penyadaran isu pemulihan dieng, berbagai bentuk kampanye, dan fasilitasi kegiatan penguatan kelembagaan khususnya Forum Peduli Dieng. Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Kegiatan fisik di wilayah DAS 2008 APBN, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Serayu Opak Progo pembuatan demplot wanatani terpadu berupa penanaman pohontanaman keras di lahan milik di empat desa yaitu Serang, Kreo, Igirmranak dan Buntu Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Bantuan gubernur untuk kabupatenkota sub program rehabilitasi dan konservasi Dieng 2009 APBD Propinsi Jawa Tengah implementasi demplot usaha wanatani terpadu di 10 desa percontohan dan fasilitasi bagi proses perencanaan partisipatif desa yang mengadopsi prinsip pemulihan lingkungan. Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Lokakarya penyusunan roadmap penyelamatan Dieng 2010- 2015 2009 APBD Kabupaten Wonosobo Roadmap sedang dalam tahap finalisasi sebagai landasan bagi semua aktivitas terkait pemulihanpenyelamatan Kawasan Dieng pemerintah pusat,propinsi, kabupaten, pelaku, pakar, LSM,lembaga donor Fasilitasi peningkatan kapasitas kelembagaan bagi Forum Peduli Dieng 2009 APBD Kabupaten Wonosobo peningkatan kemampuan anggoat Forum, publikasi aktivitas lokal yang mendukung pemulihan Dieng serta bentuk-bentuk pengembangan kemampuan yang diperlukan para pengelola FPD Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan Forum Peduli Dieng Sumber: TKPD 2009. Pelaksanaan Program Pemulihan Dieng PPD masih terus berlanjut dan memasuki tahap yang lebih sulit. Setelah merumuskan ide dan konsep dasar pada tahun 2006 dan 2007, kemudian memasuki tahap prakondisi dan sosialisasi awal pada tahun 2008, maka tahun 2009 TKPD mulai melaksanakan kegiatan teknis di lapangan. Beberapa argumentasi dan asumsi awal dari konsep program juga perlu dikaji ulang setelah ada pembelajaran dari beberapa pembuatan demplot, salah satunya tentang pembangunan model modelling pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan sehingga replikasi dan pengembangan rehabilitasi hutan dan lahan dapat lebih efektif. Sejak tahun 2007 hingga 2009, rencana program peningkatan kapasitas bagi TKPD sudah dilaksanakan. Disamping itu, sudah terbentuk kelembagaan sosial diantaranya: lembaga pengelola demplot, kader perencana desa berbasis lingkungan maupun forum inisiatif masyarakat desa yang peduli kondisi Dieng yaitu Forum Peduli Dieng. Proses Kegiatan Program pembangunan model modelling pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan merupakan bagian dari aktivitas Program Pemulihan Dieng, yang secara legal merupakan program dan kebijakan pemerintah Kabupaten Wonosobo untuk melakukan rehabilitasi dan konservasi di Kawasan Dieng. Sehingga dibentuk Tim Kerja Pemulihan Dieng TKPD Kabupaten Wonosobo berdasar SK Bupati Wonosobo Nomor 180252007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Pembentukan Tim Kerja Pemulihan Dieng TKPD Kabupaten Wonosobo. Tugas utama TKPD adalah melakukan percepatan upaya pemulihan lingkungan di Kawasan Dieng. Secara kelembagaan, TKPD juga melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Tim Penataan Kawasan hutan TPKD Provinsi Jawa Tengah, yang salah satu misinya juga melakukan penataan dan rehabilitasi fungsi Dieng sebagai kawasan lindung. Selain itu, TPKD juga menjalin koordinasi dengan kebijakan departemen dan kementerian pada tingkat pusat pada aspek-aspek kebijakan yang saling berkaitan. Beberapa kebijakan yang mendukung implementasi program: 1. SK Bupati Wonosobo Nomor 661132006 – 2871044.3hukamasI tentang MoU Pengelolaan Sumberdaya Hutan Lestari di Kabupaten Wonosobo antara Pemerintah Kabupaten Wonosobo dengan Perhutani 2. SK Bupati Wonosobo Nomor 180252007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Pembentukan Tim Kerja Pemulihan Dieng 3. SK Bupati Wonosobo Nomor 188.43622009 tanggal 18 Mei 2009 tentang Tim Koordinasi Kawasan Dieng 4. Kebijakan lokal Bupati yang terkait: a. pemanfaatan tanah bekas bengkok Kades yang menjadi lurah untuk digunakan sebagai demplot dalam rangka Program Pemulihan Dieng; b. kelanjutan gerakan menanam; c. percepatan pencapaian tujuan pembangunan milenium Millennium Development Goals di Kabupaten Wonosobo. 5. Kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah untuk tetap melanjutkan skema Rehabilitasi dan Konservasi Lahan di Kawasan Dieng melalui Bantuan Gubernur untuk kabupatenkota, termasuk untuk Kabupaten Wonosobo 6. Kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam bentuk Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Program rehabilitasi hutan dan lahan yang sedang berlangsung memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama dari program yang diusulkan dalam program ini adalah mendorong penyelamatan lingkungan di Kawasan Dieng melalui model pengelolaan hutan dan lahan terpadu dan berkelanjutan, sebagai salah satu bagian dari program Pemulihan Dieng. Tujuan ini sangat penting, mengingat konsep model ideal berbasis desa yang akan direplikasi dalam Program Pemulihan Dieng belum ada. Di sisi lain, salah satu pilar tujuan besar dalam PPD adalah membangun model rehabilitasi dan konservasi yang disepakati bersama antara negara dan masyarakat, bisa direplikasi atau diperluas skalanya, dan mampu memberikan nilai tambah pada aspek ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat. Hasil yang ingin dicapai dari tujuan itu antara lain: 1. Adanya kelembagaan masyarakat dan perencanaan dalam pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Target yang ingin dicapai adalah kelembagaan masyarakat dan dokumen perencanaan desa RPJMDesa di dua desa lokasi. Kelembagaan masyarakat inilah yang akan melakukan fungsi perencanaan partisipatif sehingga menghasilkan RPJMDesa dan di dalamnya juga mengatur pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Total jumlah warga yang terlibat dalam proses ini sekitar 100 KK dan diharapkan menghasilkan kelembagaan perencanaan desa dalam bentuk dokumen sampai RPJMDes. Untuk mencapai kelembagaan masyarakat dan perencanaan dalam pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Tim Teknis TKPD melaksanakan tahap kegiatan berupa: 1 Fasilitasi pembentukan kelembagaan, 2 FGD dan Pertemuan desa, 3 Fasilitasi pelatihan untuk perencanaan partisipatif, 4 Penyusunan perencanaan partisipatif, 5 Rembug desa untuk integrasi hasil perencanaan partisipatif ke dalam RPJMDes dan 6 Asistensi penyusunan RPJMDes 2. Adanya model pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan. Target yang ingin dicapai adalah 2 demplot pertanian ramah lingkungan di 2 desa, masing-masing 1 hektar. Demplot ini merupakan salah satu sarana dari Program Pemulihan Dieng untuk melakukan replikasi dan perluasan skala dalam hal pelaksanaan teknis di lahan milik. Total jumlah warga yang terlibat dalam proses ini sekitar 60 KK dari kedua desa, dan diharapkan dari demplot itu akan didapatkan data tingkat erosi dan produktivitas. Data ini penting juga sebagai alat untuk melakukan replikasi dan perluasan skala demplot, dengan asumsi bahwa teknik pertanian ramah lingkungan tidak mengurangi hasil secara signifikan, atau justru setara dibandingkan dengan metode pertanian yang selama ini dipraktekkan penduduk. Tim Teknis TKPD melaksanakan tahap kegiatan berupa: 1 Diskusi untuk penentuan lokasi demplot dan bentuk kerjasama, 2 Pelatihan dan asistensi teknis budidaya pertanian ramah lingkungan, 3 Studi perubahan tingkat erosi lahan pertanian ramah lingkungan, 4 Studi produktivitas dan kualitas produk pertanian ramah lingkungan. 3. Adanya model kolaborasi rehabilitasi kawasan hutan negara yang berkelanjutan. Target yang ingin dicapai adalah nota kesepahaman MoU antara Perhutani dengan masyarakat yang bisa didorong ke arah kesepakatan kerjasama dengan masyarakat tentang model kolaborasi rehabilitasi kawasan hutan negara. Ke depan, adanya MoU tentang model ini diharapkan memberikan arah bagi kolaborasi nyata antara TKPD, masyarakat dan Perhutani terkait aktivitas dalam hutan negara, untuk mendorong percepatan tujuan Program Pemulihan Dieng. Proses yang dilakukan antara lain: 1 FGD di tingkat LMDH untuk menjaring aspirasi anggota pilihan komoditas, model kerjasama yang akan diusulkan, 2 Komunikasi Intensif dengan Perhutani dan FHW berkaitan dengan model kolaborasi, 3 Serial negosiasi dengan Perhutani. 4. Adanya pengembangan ekonomi produktif berbasis potensi lokal. Target yang ingin dicapai adalah dua kelembagaan ekonomi produktif lokal di dua desa. Tim Teknis TKPD memfasilitasi kegiatan diantaranya: 1 FGD Dalam Rangka Identifikasi Potensi ekonomi produktif lokal, 2 Feasibility Study, 3 Pelatihan kewirausahaan, 4 Pelatihan teknis, 5 Pembentukan dan pendampingan unit usaha ekonomi. Persepsi Masyarakat terhadap Keberlanjutan Program Persepsi masyarakat terhadap indikator terpenting yang mempengaruhi keberlanjutan Program pemulihan Dieng. Keberlanjutan hanya bisa dicapai melalui pembangunan dengan rakyat sebagai sentral. Untuk menjaga keberlanjutan program, maka pelaksanaannya harus dilandasi oleh konsep-konsep tertentu yang dapat menjamin bahwa program ini dapat dan harus sampai pada kelompok sasaran target group untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu peningkatan kesejahteraan dan sekaligus membawa peningkatan sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial social capital dari kelompok sasaran. Indikator-indikator persepsi yang mempengaruhi keberlanjutan program rehabilitasi hutan dan lahan di Kawasan Pegunungan Dieng dibedakan kedalam 2 hal pengamatan, di dalam kawasan hutan negara dan lahan milik masyarakat. Indikator tersebut mencakup aspek-aspek, diantaranya aspek teknis, kelembagaan, pengelolaan dan ekonomi. Secara lengkap data persepsi masyarakat tentang keberlanjutan program disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18 Indikator yang Mempengaruhi Keberlanjutan Program Pemulihan Dieng No Di dalam kawasan hutan SP P KP Nilai No Di lahan milik SP P KP Nilai Aspek Teknis 1. Penanaman pohon 68 32 0 1,32 1. Penanaman pohon 0 76 24 2,24 2. Pemeliharaan pohon 72 28 0 1,28 2. Pemeliharaan pohon 0 92 8 2,08 Aspek Kelembagaan 1. Pengembangan organisasi dan usaha yang ada, termasuk koperasi 68 32 0 1,36 1. Pengembangan organisasi dan usaha yang ada, termasuk koperasi 24 48 28 2,04 2. Meningkatkan kapasitas instansi pelaksana pemangku kepentingan 84 16 0 1,16 2. Meningkatkan kapasitas instansi pelaksana pemangku kepentingan 12 68 20 2,08 Tabel 18 lanjutan No Di dalam kawasan hutan SP P KP Nilai No Di lahan milik SP P KP Nilai 3. Adanya ikatan sosial dengan konflik sosial yang rendah 88 12 0 1,12 3. Adanya ikatan sosial dengan konflik sosial yang rendah 84 16 0 1,16 4. Adanya saling kesepahaman 80 20 0 1,20 5. Hubungan baik antara staf program dan masyarakat 84 16 0 1,16 4. Hubungan baik antara staf program dan masyarakat 88 12 0 1,12 6. Konflik lahan harus diselesaikan dengan tuntas 88 12 0 1,12 7. Tersedianya lahan untuk dikelola masyarakat 84 16 0 1,16 8. Kerekatan antar koperasi anggota organisasi masyarakat 0 68 32 2,32 5. Kerekatan antar koperasi anggota organisasi masyarakat 24 76 0 1,76 9. Pembentukan lembaga baru 4 68 28 2,24 10. Kejelasan dalam pengelolaan sumberdaya alam 84 16 0 1,16 6. Kejelasan dalam pengelolaan sumberdaya alam 24 48 28 2,04 11. Aturan main yang jelas 32 64 4 1,72 7. Aturan main yang jelas 0 48 52 2,52 8. Pemberdayaan organisasi 24 76 0 1,76 9. Inovasi pada aspek teknis dan kelembagaan 64 36 0 1,36 Aspek Pengelolaan 1. Transparansi 80 20 0 1,20 1. Transparansi 68 32 0 1,32 2. Pengembangan perencanaan partisipatif 88 12 0 1,12 3. Penurunan tingkat penebanganperambahan 76 24 0 1,24 2. Desa sekitar hutan dilibatkan dalam pengelolaan hutan dan pengamanan 92 8 0 1,08 3. Dukungan pemerintah yang jelas 84 16 0 1,16 4. Dukungan pemerintah yang jelas 72 28 0 1,28 4. Proses peningkatan kesadaran masyarakat 16 76 8 1,92 5. Proses peningkatan kesadaran masyarakat 24 76 0 1,76 5. Penyuluhan kehutanan 32 36 32 2,00 6. Penyuluhan kehutanan 36 28 36 1,96 6. Gangguan atau tekanan terhadap hutan dan lahan yang dapat ditangani diatasi 72 28 0 1,28 7. Gangguan atau tekanan terhadap hutan dan lahan yang dapat ditangani diatasi 0 12 88 2,88 Aspek ekonomi 1. Mekanisme investasi kembali re-investasi yang jelas 4 76 20 2,16 1. Mekanisme investasi kembali re-investasi yang jelas 76 24 0 1,24 2. Pasaran yang pasti untuk produk kegiatan rehabilitasi 8 72 20 2,12 2. Pasaran yang pasti untuk produk kegiatan rehabilitasi 80 20 0 1,20 Keterangan: SP = Sangat Penting; P = Penting; KP = Kurang Penting. Sumber: Data Primer diolah Persepsi masyarakat terhadap indikator yang mempengaruhi keberlanjutan Program Pemulihan Dieng dalam aspek teknis penanaman dan pemeliharaan pohon di dalam kawasan hutan dipandang lebih penting dari pada di lahan milik. Hal ini dikarenakan masyarakat memandang pohon yang ditanam di lahan milik akan mengganggu produktivitas lahan pertaniannya. Dalam aspek kelembagaan, masyarakat kurang memandang bahwa pembentukan lembaga baru dalam pengelolaan hutan negara itu penting, sedangkan peningkatan kapasitas instansi pelaksana dianggap lebih penting. Hal ini sejalan dengan keterbatasan jumlah staf Perhutani RPH Dieng yang merupakan salah satu akar permasalahan pengelolaan hutan negara di Dieng. Masyarakat memandang aspek-aspek kelembagaan yang bersifat sosial sangat penting. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pedesaan yang mengedepankan kekerabatan yang baik. Masyarakat juga memandang bahwa konsep PHBM yang diterapkan oleh Perhutani memiliki sisi positif yang sangat penting bagi masyarakat yaitu kolaborasi pengelolaan hutan seharusnya mempunyai kesepamahaman antar pihak. Masyarakat mulai menyadari bahwa pengembangan perencanaan partisipatif sangat penting bagi mereka. Dalam aspek pengelolaan lahan milik, hampir semua responden menganggap bahwa gangguan dan tekanan terhadap lahan mereka bukan sesuatu yang penting. Masyarakat tetap mengelola lahan walaupun merasakan penurunan kualitas dan produktivitas lahannya. Hal ini dapat dipahami bahwa tingkat kebutuhan akan lahan di Kawasan Pegunungan Dieng sangat tinggi dengan kepentingan aspek ekonomi masyarakat yang tinggi pula.

BAB VII PEMBELAJARAN SOSIAL DALAM KEGIATAN REHABILITASI

Dokumen yang terkait

Penentuan Lahan Kritis dalam Upaya Rehabilitasi Kawasan Hutan di Kabupaten Asahan

4 40 58

Analisis Dampak Pengalihan Lahan Konservasi Hutan Bakau Menjadi Lahan Pertambakan Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Nelayan Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Studi Kasus Desa Tapak Kuda Kecamatan Tanjung Pura)

0 22 101

KAJIAN POLA PERTANIAN DAN UPAYA KONSERVASI DI DATARAN TINGGI DIENG KECAMATAN KEJAJAR KABUPATEN WONOSOBO

2 13 57

Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Kentang di Kabupaten Wonosobo (Kasus: Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah)

3 11 262

ANALISIS KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN BANDAR KABUPATEN BATANG PROPINSI JAWA TENGAH Analisis Kemampuan Lahan Di Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Propinsi Jawa Tengah.

0 1 15

REHABILITASI LAHAN KRITIS BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN KEMUSU KABUPATEN BOYOLALI Rehabilitasi lahan kritis berbasis masyarakat di kecamatan kemusu kabupaten boyolali propinsi jawa tengah.

0 1 12

PENDAHULUAN Rehabilitasi lahan kritis berbasis masyarakat di kecamatan kemusu kabupaten boyolali propinsi jawa tengah.

0 1 18

Pola dan motivasi penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

3 15 97

Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat tradisional untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

8 19 105

Kajian pengetahuan, sikap dan tindakan penggunaan obat untuk pengobatan mandiri di kalangan masyarakat Desa Dieng Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

0 0 90