BAB VI PELAKSANAAN KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI
KAWASAN PEGUNUNGAN DIENG WONOSOBO
Perkembangan Kegiatan
Secara umum, upaya rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia dari beberapa dekade berubah-ubah orientasi kebijakannya. Pada tahun 1950-an hingga 1970-an,
kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan menggunakan pendekatan top-down, yang kemudian pada akhir tahun 1990-an, secara konseptual berubah menjadi lebih
partisipatif. Antara tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an, kegiatan rehabilitasi berada pada masa transisi. Perubahan dalam beberapa aspek kebijakan
sejak reformasi tahun 1998 telah mempengaruhi pendekatan pemerintah dalam menetapkan kebijakan rehabilitasi. Perubahan kebijakan yang mempengaruhi
program rehabilitasi hutan dan lahan disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16 Perubahan Kebijakan Pemerintah yang Mempengaruhi Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
Aspek Kebijakan
Orientasi Kebijakan 1950an
– 1960-an
1970-an –
1990-an 1998
– saat
ini Pengelolaan
hutan Difokuskan pada aspek
ekologi: mengembalikan dan
mempertahankan fungsi ekologis Konservasi
tanah dan air Difokuskan pada aspek
ekonomi: berorientasi pada pengelolaan kayu
untuk mengurangi ketergantungan pada
ekspor minyak. Difokuskan pada
pengelolaan berbasis sumberdaya:
menyeimbangkan aspek sosial-ekonomi dan
lingkungan.
Skala pengelolaan
Pengelolaan skala kecil hingga sedang
Pengelolaan skala besar
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat
Sistem pemerintahan
Pemerintahan terpusat Pemerintahan
terpusat Desentralisasi pemerintahan
Target rehabilitasi
Rehabilitasi umumnya dilakukan di pulau Jawa
melalui pengembangan tanaman Jati
Rehabilitasi kawasan hutan produksi dan
lahan milik masyarakat Rehabilitasi hutan
produksi dan kawasan konservasi
Pendekatan pengelolaan
Pendekatan sektoral
Pendekatan sektoral
Pendekatan terpadu
Pendanaan Pendanaan
dari pemerintah
Pendanaan dari pemerintah dan donor
Prinsip berbagi biaya, namun masih
mempunyai ketergantungan pada
dana pemerintah
Sumber: CIFOR 2008.
Dalam pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di Kawasan Pegunungan Dieng saat ini, kebijakan bersifat partisipatif seperti yang ada pada
tabel di atas. Namun kegiatan yang dilaksanakan juga mempunyai target yang cukup besar pada lahan milik masyarakat di sekitar kawasan hutan negara di
Pegunungan Dieng disamping kawasan konservasinya. Sejak tahun 2007 telah dilakukan inisiatif Program Pemulihan Dieng PPD
oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Program ini bekerjasama dengan beberapa pihak, termasuk LSM, pakar, serta lembaga donor. Kegiatan masih
berjalan sampai sekarang dalam berbagai bentuk yang bertujuan mengembalikan fungsi lindung kawasan Dieng tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi,
lingkungan dan sosial budaya masyarakat. Beberapa hal penting telah dihasilkan selama kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan dilaksanakan, namun masih ada hal-
hal lain yang akan dicapai selama program berjalan hingga saat ini. Kegiatan dalam rangka Program Pemulihan Dieng yang sudah dilaksanakan
sejak tahun 2007 disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Perkembangan Program Pemulihan Dieng Sejak Tahun 2007
Kegiatan Waktu Penyelenggara
Hasil yang
Dicapai Pihak yang
Terlibat Penguatan
Kelembagaan Multipihak
dalam Program Pemulihan
Dieng November
2007 - Agustus
2008 LSM
Javlec meningkatnya
kesadaran masyarakat tentang
pentingnya pemulihan lingkungan kawasan Dieng,
bertambahnya kapasitas stakeholder yang terlibat
dalam program, serta meluasnya dukungan dan
kolaborasi bagi upaya Program Pemulihan Dieng.
Pemerintah Kabupaten
Wonosobo dan Forum Peduli
Dieng
Fasilitasi rencana tindak
dan perluasan dukungan para
pihak dalam Program
Pemulihan Dieng
November 2007 –
Juli 2009 LSM
Javlec adanya
dukungan terhadap
perluasan jejaring kolaborasi, asistensi teknis
terhadap beberapa demplot serta penguatan lembaga
lokal melalui Forum Peduli Dieng
Pemerintah Kabupaten
Wonosobo dan Forum Peduli
Dieng
Program Pemulihan
Dieng 2007
Februari- Juli
LSM Javlec dan DFID
pembentukan dan legalisasi Tim Kerja Pemulihan Dieng
TKPD, penggalangan dana, prakondisi di
lingkungan pemerintah kabupaten Wonosobo dan
sekitarnya. Pemerintah
Kabupaten Wonosobo dan
Forum Peduli Dieng
Tabel 17 lanjutan
Kegiatan Waktu Penyelenggara
Hasil yang
Dicapai Pihak yang
Terlibat Prakondisi dan
survei awal masyarakat
Kejajar sebagai pemilik wilayah
Dieng 2007 APBD
Kabupaten Wonosobo
Adanya desa percontohan pertanian terpadu ramah
lingkungan, yaitu Desa Sembungan, Sikunang,
Tieng dan Tambi. Pemerintah
Kabupaten Wonosobo dan
Forum Peduli Dieng
Rehabilitasi dan konservasi
lahan di kawasan Dieng
2008 APBD
Propinsi Jawa Tengah
Tahun dan APBD
Kabupaten Wonosobo
implementasi di empat desa percontohan, penyadaran isu
pemulihan dieng, berbagai bentuk kampanye, dan
fasilitasi kegiatan penguatan kelembagaan khususnya
Forum Peduli Dieng. Pemerintah
Kabupaten Wonosobo dan
Forum Peduli Dieng
Kegiatan fisik di wilayah DAS
2008 APBN,
Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai Serayu
Opak Progo pembuatan demplot
wanatani terpadu berupa penanaman pohontanaman
keras di lahan milik di empat desa yaitu Serang, Kreo,
Igirmranak dan Buntu Pemerintah
Kabupaten Wonosobo dan
Forum Peduli Dieng
Bantuan gubernur untuk
kabupatenkota sub program
rehabilitasi dan konservasi
Dieng 2009
APBD Propinsi
Jawa Tengah implementasi demplot usaha
wanatani terpadu di 10 desa percontohan dan fasilitasi
bagi proses perencanaan partisipatif desa yang
mengadopsi prinsip pemulihan lingkungan.
Pemerintah Kabupaten
Wonosobo dan Forum Peduli
Dieng
Lokakarya penyusunan
roadmap penyelamatan
Dieng 2010- 2015
2009 APBD Kabupaten
Wonosobo Roadmap sedang dalam
tahap finalisasi sebagai landasan bagi semua
aktivitas terkait pemulihanpenyelamatan
Kawasan Dieng pemerintah
pusat,propinsi, kabupaten,
pelaku, pakar, LSM,lembaga
donor
Fasilitasi peningkatan
kapasitas kelembagaan
bagi Forum Peduli Dieng
2009 APBD Kabupaten
Wonosobo peningkatan kemampuan
anggoat Forum, publikasi aktivitas lokal yang
mendukung pemulihan Dieng serta bentuk-bentuk
pengembangan kemampuan yang diperlukan para
pengelola FPD Pemerintah
Kabupaten Wonosobo dan
Forum Peduli Dieng
Sumber: TKPD 2009.
Pelaksanaan Program Pemulihan Dieng PPD masih terus berlanjut dan memasuki tahap yang lebih sulit. Setelah merumuskan ide dan konsep dasar pada
tahun 2006 dan 2007, kemudian memasuki tahap prakondisi dan sosialisasi awal pada tahun 2008, maka tahun 2009 TKPD mulai melaksanakan kegiatan teknis di
lapangan. Beberapa argumentasi dan asumsi awal dari konsep program juga perlu
dikaji ulang setelah ada pembelajaran dari beberapa pembuatan demplot, salah satunya tentang pembangunan model modelling pengelolaan hutan dan lahan
yang berkelanjutan sehingga replikasi dan pengembangan rehabilitasi hutan dan lahan dapat lebih efektif.
Sejak tahun 2007 hingga 2009, rencana program peningkatan kapasitas bagi TKPD sudah dilaksanakan. Disamping itu, sudah terbentuk kelembagaan sosial
diantaranya: lembaga pengelola demplot, kader perencana desa berbasis lingkungan maupun forum inisiatif masyarakat desa yang peduli kondisi Dieng
yaitu Forum Peduli Dieng.
Proses Kegiatan
Program pembangunan
model modelling pengelolaan hutan dan lahan
yang berkelanjutan merupakan bagian dari aktivitas Program Pemulihan Dieng, yang secara legal merupakan program dan kebijakan pemerintah Kabupaten
Wonosobo untuk melakukan rehabilitasi dan konservasi di Kawasan Dieng. Sehingga dibentuk Tim Kerja Pemulihan Dieng TKPD Kabupaten Wonosobo
berdasar SK Bupati Wonosobo Nomor 180252007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Pembentukan Tim Kerja Pemulihan Dieng TKPD Kabupaten
Wonosobo. Tugas utama TKPD adalah melakukan percepatan upaya pemulihan lingkungan di Kawasan Dieng. Secara kelembagaan, TKPD juga melakukan
koordinasi dan kolaborasi dengan Tim Penataan Kawasan hutan TPKD Provinsi Jawa Tengah, yang salah satu misinya juga melakukan penataan dan rehabilitasi
fungsi Dieng sebagai kawasan lindung. Selain itu, TPKD juga menjalin koordinasi dengan kebijakan departemen
dan kementerian pada tingkat pusat pada aspek-aspek kebijakan yang saling berkaitan.
Beberapa kebijakan yang mendukung implementasi program: 1. SK Bupati Wonosobo Nomor 661132006 – 2871044.3hukamasI tentang
MoU Pengelolaan Sumberdaya Hutan Lestari di Kabupaten Wonosobo antara Pemerintah Kabupaten Wonosobo dengan Perhutani
2. SK Bupati Wonosobo Nomor 180252007 tanggal 25 Januari 2007 tentang Pembentukan Tim Kerja Pemulihan Dieng
3. SK Bupati Wonosobo Nomor 188.43622009 tanggal 18 Mei 2009 tentang Tim Koordinasi Kawasan Dieng
4. Kebijakan lokal Bupati yang terkait: a. pemanfaatan tanah bekas bengkok Kades yang menjadi lurah untuk
digunakan sebagai demplot dalam rangka Program Pemulihan Dieng; b. kelanjutan gerakan menanam;
c. percepatan pencapaian tujuan pembangunan milenium Millennium Development Goals di Kabupaten Wonosobo.
5. Kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah untuk tetap melanjutkan skema Rehabilitasi dan Konservasi Lahan di Kawasan Dieng melalui Bantuan
Gubernur untuk kabupatenkota, termasuk untuk Kabupaten Wonosobo 6. Kebijakan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dalam bentuk Peraturan Gubernur
Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup di Kawasan Dataran Tinggi Dieng.
Program rehabilitasi hutan dan lahan yang sedang berlangsung memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama dari program yang diusulkan dalam program ini
adalah mendorong penyelamatan lingkungan di Kawasan Dieng melalui model pengelolaan hutan dan lahan terpadu dan berkelanjutan, sebagai salah satu bagian
dari program Pemulihan Dieng. Tujuan ini sangat penting, mengingat konsep model ideal berbasis desa yang akan direplikasi dalam Program Pemulihan Dieng
belum ada. Di sisi lain, salah satu pilar tujuan besar dalam PPD adalah membangun model rehabilitasi dan konservasi yang disepakati bersama antara
negara dan masyarakat, bisa direplikasi atau diperluas skalanya, dan mampu memberikan nilai tambah pada aspek ekonomi, ekologi dan sosial masyarakat.
Hasil yang ingin dicapai dari tujuan itu antara lain: 1. Adanya kelembagaan masyarakat dan perencanaan dalam pengelolaan hutan
dan lahan yang berkelanjutan. Target yang ingin dicapai adalah kelembagaan masyarakat dan dokumen
perencanaan desa RPJMDesa di dua desa lokasi. Kelembagaan masyarakat inilah yang akan melakukan fungsi perencanaan partisipatif sehingga
menghasilkan RPJMDesa dan di dalamnya juga mengatur pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Total jumlah warga yang terlibat dalam proses ini
sekitar 100 KK dan diharapkan menghasilkan kelembagaan perencanaan desa dalam bentuk dokumen sampai RPJMDes. Untuk mencapai kelembagaan
masyarakat dan perencanaan dalam pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Tim Teknis TKPD melaksanakan tahap kegiatan berupa: 1
Fasilitasi pembentukan kelembagaan, 2 FGD dan Pertemuan desa, 3 Fasilitasi pelatihan untuk perencanaan partisipatif, 4 Penyusunan perencanaan partisipatif,
5 Rembug desa untuk integrasi hasil perencanaan partisipatif ke dalam RPJMDes dan 6 Asistensi penyusunan RPJMDes
2. Adanya model pengelolaan lahan pertanian yang ramah lingkungan. Target yang ingin dicapai adalah 2 demplot pertanian ramah lingkungan di 2
desa, masing-masing 1 hektar. Demplot ini merupakan salah satu sarana dari Program Pemulihan Dieng untuk melakukan replikasi dan perluasan skala dalam
hal pelaksanaan teknis di lahan milik. Total jumlah warga yang terlibat dalam proses ini sekitar 60 KK dari kedua desa, dan diharapkan dari demplot itu akan
didapatkan data tingkat erosi dan produktivitas. Data ini penting juga sebagai alat untuk melakukan replikasi dan perluasan skala demplot, dengan asumsi bahwa
teknik pertanian ramah lingkungan tidak mengurangi hasil secara signifikan, atau justru setara dibandingkan dengan metode pertanian yang selama ini dipraktekkan
penduduk. Tim Teknis TKPD melaksanakan tahap kegiatan berupa: 1 Diskusi untuk penentuan lokasi demplot dan bentuk kerjasama, 2 Pelatihan dan asistensi
teknis budidaya pertanian ramah lingkungan, 3 Studi perubahan tingkat erosi lahan pertanian ramah lingkungan, 4 Studi produktivitas dan kualitas produk
pertanian ramah lingkungan. 3. Adanya model kolaborasi rehabilitasi kawasan hutan negara yang
berkelanjutan. Target yang ingin dicapai adalah nota kesepahaman MoU antara Perhutani
dengan masyarakat yang bisa didorong ke arah kesepakatan kerjasama dengan masyarakat tentang model kolaborasi rehabilitasi kawasan hutan negara. Ke
depan, adanya MoU tentang model ini diharapkan memberikan arah bagi kolaborasi nyata antara TKPD, masyarakat dan Perhutani terkait aktivitas dalam
hutan negara, untuk mendorong percepatan tujuan Program Pemulihan Dieng. Proses yang dilakukan antara lain: 1 FGD di tingkat LMDH untuk menjaring
aspirasi anggota pilihan komoditas, model kerjasama yang akan diusulkan, 2 Komunikasi Intensif dengan Perhutani dan FHW berkaitan dengan model
kolaborasi, 3 Serial negosiasi dengan Perhutani. 4. Adanya pengembangan ekonomi produktif berbasis potensi lokal.
Target yang ingin dicapai adalah dua kelembagaan ekonomi produktif lokal di dua desa. Tim Teknis TKPD memfasilitasi kegiatan diantaranya: 1 FGD Dalam
Rangka Identifikasi Potensi ekonomi produktif lokal, 2 Feasibility Study, 3 Pelatihan kewirausahaan, 4 Pelatihan teknis, 5 Pembentukan dan pendampingan
unit usaha ekonomi.
Persepsi Masyarakat terhadap Keberlanjutan Program
Persepsi masyarakat terhadap indikator terpenting yang mempengaruhi keberlanjutan Program pemulihan Dieng. Keberlanjutan hanya bisa dicapai
melalui pembangunan dengan rakyat sebagai sentral. Untuk menjaga keberlanjutan program, maka pelaksanaannya harus dilandasi oleh konsep-konsep
tertentu yang dapat menjamin bahwa program ini dapat dan harus sampai pada kelompok sasaran target group untuk mencapai tujuan yang diharapkan yaitu
peningkatan kesejahteraan dan sekaligus membawa peningkatan sumberdaya manusia dan sumberdaya sosial social capital dari kelompok sasaran.
Indikator-indikator persepsi yang mempengaruhi keberlanjutan program rehabilitasi hutan dan lahan di Kawasan Pegunungan Dieng dibedakan kedalam 2
hal pengamatan, di dalam kawasan hutan negara dan lahan milik masyarakat. Indikator tersebut mencakup aspek-aspek, diantaranya aspek teknis, kelembagaan,
pengelolaan dan ekonomi. Secara lengkap data persepsi masyarakat tentang keberlanjutan program disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18 Indikator yang Mempengaruhi Keberlanjutan Program Pemulihan Dieng
No Di dalam kawasan
hutan SP
P KP
Nilai No Di lahan
milik
SP P
KP
Nilai Aspek
Teknis
1. Penanaman pohon
68 32 0 1,32 1. Penanaman
pohon 0 76 24
2,24 2.
Pemeliharaan pohon
72 28 0 1,28 2. Pemeliharaan
pohon 0 92 8
2,08
Aspek Kelembagaan
1. Pengembangan organisasi dan usaha
yang ada, termasuk koperasi
68 32 0 1,36 1. Pengembangan
organisasi dan usaha yang ada, termasuk
koperasi 24 48 28
2,04 2. Meningkatkan
kapasitas instansi pelaksana pemangku
kepentingan 84 16 0
1,16 2. Meningkatkan kapasitas
instansi pelaksana pemangku kepentingan
12 68 20 2,08
Tabel 18 lanjutan
No Di dalam kawasan
hutan SP
P KP
Nilai No Di lahan
milik
SP P
KP
Nilai
3. Adanya
ikatan sosial
dengan konflik sosial yang rendah
88 12 0 1,12 3. Adanya
ikatan sosial
dengan konflik sosial yang rendah
84 16 0 1,16
4. Adanya saling
kesepahaman 80 20 0
1,20 5.
Hubungan baik
antara staf program dan
masyarakat 84 16 0
1,16 4. Hubungan baik
antara staf program dan
masyarakat 88 12 0
1,12 6.
Konflik lahan
harus diselesaikan dengan
tuntas 88 12 0
1,12 7. Tersedianya
lahan untuk dikelola
masyarakat 84 16 0
1,16 8. Kerekatan
antar koperasi anggota
organisasi masyarakat 0 68 32
2,32 5. Kerekatan antar
koperasi anggota organisasi
masyarakat 24 76 0
1,76 9. Pembentukan
lembaga baru 4 68 28
2,24 10. Kejelasan
dalam pengelolaan
sumberdaya alam 84 16 0
1,16 6. Kejelasan dalam
pengelolaan sumberdaya alam
24 48 28 2,04
11. Aturan main yang jelas
32 64 4 1,72 7. Aturan
main yang
jelas 0 48 52 2,52 8.
Pemberdayaan organisasi
24 76 0 1,76
9. Inovasi pada
aspek teknis dan kelembagaan
64 36 0 1,36
Aspek Pengelolaan
1. Transparansi 80 20 0
1,20 1. Transparansi 68 32 0
1,32 2.
Pengembangan perencanaan partisipatif
88 12 0 1,12
3. Penurunan tingkat
penebanganperambahan 76 24 0
1,24 2.
Desa sekitar
hutan dilibatkan dalam
pengelolaan hutan dan pengamanan
92 8 0 1,08
3. Dukungan pemerintah
yang jelas 84 16 0
1,16 4. Dukungan pemerintah
yang jelas 72 28 0
1,28 4. Proses
peningkatan kesadaran masyarakat
16 76 8 1,92 5. Proses
peningkatan kesadaran masyarakat
24 76 0 1,76
5. Penyuluhan kehutanan
32 36 32 2,00 6. Penyuluhan
kehutanan 36 28 36
1,96 6.
Gangguan atau
tekanan terhadap hutan dan lahan yang
dapat ditangani diatasi
72 28 0 1,28 7. Gangguan
atau tekanan
terhadap hutan dan lahan yang dapat ditangani
diatasi 0 12 88
2,88
Aspek ekonomi
1. Mekanisme investasi
kembali re-investasi yang jelas
4 76 20 2,16 1. Mekanisme
investasi kembali re-investasi
yang jelas 76 24 0
1,24 2.
Pasaran yang
pasti untuk produk
kegiatan rehabilitasi 8 72 20
2,12 2. Pasaran
yang pasti
untuk produk kegiatan
rehabilitasi 80 20 0
1,20
Keterangan: SP = Sangat Penting; P = Penting; KP = Kurang Penting. Sumber: Data Primer diolah
Persepsi masyarakat terhadap indikator yang mempengaruhi keberlanjutan Program Pemulihan Dieng dalam aspek teknis penanaman dan pemeliharaan
pohon di dalam kawasan hutan dipandang lebih penting dari pada di lahan milik. Hal ini dikarenakan masyarakat memandang pohon yang ditanam di lahan milik
akan mengganggu produktivitas lahan pertaniannya.
Dalam aspek kelembagaan, masyarakat kurang memandang bahwa pembentukan lembaga baru dalam pengelolaan hutan negara itu penting,
sedangkan peningkatan kapasitas instansi pelaksana dianggap lebih penting. Hal ini sejalan dengan keterbatasan jumlah staf Perhutani RPH Dieng yang merupakan
salah satu akar permasalahan pengelolaan hutan negara di Dieng. Masyarakat memandang aspek-aspek kelembagaan yang bersifat sosial sangat penting. Hal ini
sesuai dengan nilai-nilai masyarakat pedesaan yang mengedepankan kekerabatan yang baik. Masyarakat juga memandang bahwa konsep PHBM yang diterapkan
oleh Perhutani memiliki sisi positif yang sangat penting bagi masyarakat yaitu kolaborasi pengelolaan hutan seharusnya mempunyai kesepamahaman antar
pihak. Masyarakat mulai menyadari bahwa pengembangan perencanaan partisipatif sangat penting bagi mereka.
Dalam aspek pengelolaan lahan milik, hampir semua responden menganggap bahwa gangguan dan tekanan terhadap lahan mereka bukan sesuatu
yang penting. Masyarakat tetap mengelola lahan walaupun merasakan penurunan kualitas dan produktivitas lahannya. Hal ini dapat dipahami bahwa tingkat
kebutuhan akan lahan di Kawasan Pegunungan Dieng sangat tinggi dengan kepentingan aspek ekonomi masyarakat yang tinggi pula.
BAB VII PEMBELAJARAN SOSIAL DALAM KEGIATAN REHABILITASI