Pembentukan Sel Biofilm pada Stainless Steel

S. aureus sering ditemukan pada makanan yang mengandung protein tinggi. Keberadaan S. aureus dalam makanan bisa bersumber dari kulit, mulut, atau rongga hidung pengolah pangan, sehingga mudah mencemari makanan Pelczar Chan, 2008. Pertumbuhan bakteri S. aureus pada pangan dan olahannya dapat mengancam kesehatan masyarakat karena beberapa galur S. aureus memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan kasus keracunan pangan. Pangan yang tercemar atau mengandung S. aureus enterotoksigenik sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen. Enterotoksin yang diproduksi S. aureus lebih tahan terhadap panas dibandingkan sel bakterinya Semesta, 2011.

4.2 Pembentukan Sel Biofilm pada Stainless Steel

Pertumbuhan sel biofilm E. coli dan Staphylococcus sp. pada media SWC terus meningkat sampai inkubasi 6 hari. Jumlah sel biofilm tertinggi ditemukan pada E. coli pada hari ke-6 yaitu 6,35 x 10 4 CFUSS dan yang terendah ialah Salmonella sp. yaitu 2,8 x10 3 CFUSS Gambar 2. Menurut Dewanti Hariyadi 1997 E. coli memiliki kemampuan yang tinggi membentuk biofilm ketika dalam kondisi ekstrim. Asooriya Asam 2006 melaporkan bahwa Salmonella sp. memiliki potensi paling rendah membentuk biofilm pada alat sanitasi pengolahan produk makanan laut. 10 20 30 40 50 60 70 ke-1 ke-3 ke-6 Ju m lah s el b iof il m x 10 3 CF U S S Waktu inkubasi hari E. coli Staphylococcus Salmonella Gambar 2. Pertumbuhan sel biofilm pada stainless steel Universitas Sumatera Utara Jumlah sel biofilm bakteri pada hari ke-1 ialah E. coli 0,84 x 10 3 CFUSS, Staphylococcus sp. 0,46 x 10 3 CFUSS dan Salmonella sp. 0,17 x 10 3 CFUSS. Jumlah ini masih cukup rendah karena pada tahap tersebut kemungkinan bakteri masih melakukan transport ke permukaan SS, proses tersebut merupakan tahap awal pembentukan biofilm. Pada tahap ini yang paling berpengaruh adalah motilitas bakteri. Cepat lambatnya pergerakan bakteri dipengaruhi oleh flagel. Menurut Mattila 2002 E. coli memiliki flagel sebagai alat motilitas untuk trasport bakteri tersebut ke permukaan sehingga jumlah biofilmnya lebih tinggi dibanding yang lain. Kebanyakan jenis Salmonella sp. juga melakukan motilitas dengan flagel Mangalore, 2010. Berbeda dengan Staphylococcus sp. yang tidak memiliki flagel Pelczar Chan, 2008 sehingga motilitasnya sangat rendah, tetapi sel biofilm yang dibentuknya cukup tinggi dibanding Salmonella sp. karena Staphylococcus sp. memiliki muatan ion positif pada membran yang mempermudah bakteri tersebut menempel pada SS Dewanti Hariyadi, 1997. Pertumbuhan sel biofilm E. coli dan Staphylococcus sp. dari hari ke-1 sampai hari ke-6 terus meningkat. Sel biofilm E. coli inkubasi 1 hari berjumlah 0,84 x 10 3 CFUSS pada hari ke-6 menjadi 6,35 x 10 4 CFUSS, sedangkan Staphylococcus sp. dari 0,46 x 10 3 CFUSS menjadi 0,32 x 10 5 CFUSS. Pertambahan jumlah sel biofilm E. coli dan Staphylococcus sp. dari inkubasi 1 hari sampai 6 hari sekitar 2 log. Bertambahnya jumlah biofilm dapat terjadi karena sel biofilm tersebut mengalami pembelahan sel hanya saja proses pembelahan sel biofilm lebih lambat jika dibanding sel bakteri yang bersifat planktonik Dewanti Wong, 1994. Ketersediaan nutrisi juga dapat mempengaruhi peningkatan jumlah sel biofilm. Semakin lama masa inkubasi maka jumlah nutrisi yang tersedia semakin berkurang. Pada media miskin bakteri dapat menempel pada substrat 100 kali lipat lebih tinggi jika dibanding medium kaya Dewanti Hariyadi, 1997. Terbatasnya nutrien mengharuskan bakteri menyesuaikan diri dalam memperoleh sumber energi, misalnya terjadinya rounding sel menjadi bulat dan dwarfing mengecil ukuran dan volume pada morfologi sel bakteri Hood Zottola, 1997. Dewanti Wong 1995, menyatakan bahwa mengecilnya ukuran sel pada E. coli juga diikuti dengan meningkatnya hidrofobitas dan agregasi sel-sel menyebabkan meningkatnya massa Universitas Sumatera Utara yang dapat meningkatkan peran gravitasi pada proses transport bakteri ke permukaan SS. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa jumlah Salmonella sp. mengalami fluktuasi. Pada hari ke-3 jumlah biofilm 0,37 x 10 4 CFUSS sedangkan hari ke-6 mengalami penurunan menjadi 0,28 x 10 4 CFUSS. Kemungkinan penurunan jumlah biofilm terjadi karena sebagian dari sel biofilm mengalami kematian dan sel anakan yang dihasilkan bakteri tersebut terlepas dari komunitas biofilm. Lepasnya sel anakan bisa terjadi jika ekstrapolisakarida yang dihasilkan sel biofilm tidak bisa menyelubungi sel anakan yang dihasilkan.

4.3 Pengendalian Sel Bakteri dengan Klorin