Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
3. Prosedur Perancangan dan Pembahasan
Yang sebaiknya merancang penyusunan kembali naskah akademik Undang-Undang Dasar adalah sebuah Panitia UUD yang
dibentuk tersendiri, yang dapat dinamakan Komisi Konstitusi atau Panitia Penyusunan Undang-Undang Dasar. Jumlah anggotanya,
diusulkan berjumlah 45 orang dengan dua kemungkinan susunan keanggotaan. Pertama, para anggotanya terdiri dari wakil-wakil
anggota MPr dari unsur-unsur fraksi yang jumlahnya ditentukan berdasarkan jumlah anggotanya, ditambah dengan anggota yang
berasal dari kalangan ahli hukum diluar Majelis Permusyawaratan rakyat. Misalnya, dapat ditentukan bahwa jumlah kedua unsur
anggotanya itu bersifat berimbang, yaitu 23 orang berasal dari ang- gota Badan Pekerja MPr dan sisanya sebanyak 22 orang berasal
dari luar MPr. kedua, para anggotanya seluruhnya terdiri dari para ahli hukum dari luar kalangan Majelis Permusyawaratan
rakyat.
Dalam hal anggota Panitia atau komisi konstitusi tersebut hanya terdiri dari para ahli hukum dari luar MPr, maka Panitia
atau komisi tersebut sebaiknya ditentukan bertanggungjawab kepada Badan Pekerja MPr. Sebaliknya, jika anggota Panitia
tersebut bersifat gabungan antara anggota MPr dan para pakar dari luar MPr, maka hasil kerja Panitia itu tidak perlu lagi dibahas
dalam sidang BP MPr, melainkan langsung diserahkan kepada MPr untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Undang-Undang
Dasar dalam Sidang Umum atau Sidang Tahunan MPr. Namun, harus diingat bahwa hakikat keanggotaan komisi konstitusi har-
uslah bersifat keahlian, bukan disusun atas pertimbangan politik dengan keharusan menampung sebanyak mungkin kelompok
kepentingan dalam masyarakat. Yang dapat ditampung dalam keanggotaan hanyalah keragaman mazhab pemikiran, bukan ker-
agaman kepentingan politik. Jika kelompok kepentingan dianggap perlu diwakili di dalamnya, maka cukuplah alternatif pertama yang
dipilih, yaitu keanggotaannya mencakup para ahli dari luar MPr dan sebagian lagi dari kalangan anggota MPr sendiri.
Panitia Penyusunan UUD tersebut bertugas menyiapkan dicantumkan dalam konstitusi. Akan tetapi di lingkungan negara-
negara sosialis, yang menganut paham “welfare state”, hal-hal yang berkenaan dengan prinsip-prinsip dasar perekonomian
dan masalah-masalah jaminan kesejahteraan sosial biasanya dicantumkan dalam UUD. Dalam hal ini, para perancang UUD
1945 the founding fathers Indonesia justru mencantumkan hal itu, seperti antara lain dapat dilihat dalam perumusan Bab XiV
UUD 1945 tentang kesejahteraan Sosial. Arus globalisasi yang tunduk sepenuhnya di bawah gelombang liberalisme baru dewasa
ini secara pragmatis dapat dengan mudah mendorong kesimpulan bahwa pasal-pasal berkenaan dengan persoalan sosial ekonomi
dan apalagi jaminan-jaminan berkenaan dengan demokrasi eko- nomi yang bersifat kerakyatan tidak diperlukan dalam rumusan
UUD. Akan tetapi, idealisme kenegaraan kita ke masa depan, dapat meyakinkan kita mengenai perlunya elemen sosialisme dan
sosialisme baru juga dipertahankan dan bahkan dikembangkan ketentuan dasarnya dalam UUD.
kelima, sehubungan dengan hal-hal di atas, fungsi
konstitusi dapat pula dikaitkan dengan dua aliran yang dikenal dalam kajian konstitusi. Ada negara, terutama di lingkungan
negara-negara liberal barat, memfungsikan konstitusi sebagai basic tool of social and political control, tetapi ada pula yang men-
jadikannya sebagai basic tool of social and political engineering. Di lingkungan negara-negara pertama, yang dipentingkan adalah
bahwa UUD itu dapat menjadi “living constitution”, dan bahkan menjadi semacam “kitab suci” “the holy book” dari “civil religion”
di antara warga negara. Akan tetapi, di lingkungan negara-negara yang terakhir ini, isi konstitusi selain berfungsi sebagai sarana
pengendali, juga memuat ketentuan-ketentuan yang dicita-citakan untuk dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara di masa depan. karena itu, sungguhpun isinya boleh jadi terlalu muluk, tetapi itulah rumusan cita-cita yang ingin di-
wujudkan dan dilembagakan dalam kehidupan bernegara di masa depan melalui pemberlakuan konstitusi.
Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
Dalam rangka keterlibatan kalangan masyarakat luas itu, Panitia Penyusun UUD bertindak sebagai fasilitator dan mediator,
sehingga proses perancangan naskah akademik UUD itu dapat dilakukan secara bersama-sama. Dengan demikian, tingkat legiti-
masi UUD itu dapat terjamin, dan dengan begitu naskah UUD itu kelak dapat diharapkan menjadi naskah UUD yang hidup dalam
kesadaran masyarakat luas dalam rangka perwujudan sistem kenegaraan yang berdasarkan konstitusi.
Masalahnya adalah bagaimana memilih anggota komisi konstitusi itu? Jika keanggotaan komisi itu sepenuhnya akan diisi
dari luar keanggotaan MPr, maka tidak ada salahnya wakil-wakil dari daerah dilibatkan untuk menjadi anggota komisi. Untuk itu,
Dewan Perwakilan rakyat Daerah dapat diberi peranan untuk memilih dan menentukan satu orang tokoh masyarakat yang ahli
konstitusi dari setiap provinsi, ditambah beberapa orang tokoh ahli konstitusi dan tokoh ilmuwan yang relevan serta tokoh-tokoh
lembaga swadaya masyarakat yang mempunyai kewibawaan di bidangnya yang dipilih sendiri oleh Badan Pekerja MPr PAH i
BP-MPr. Yang penting seluruh anggota komisi tersebut diharap- kan dapat bekerja full-time selama lebih kurang 10 bulan, sehingga
dapat berkonsentrasi bekerja untuk penyusunan rancangan UUD yang benar-benar lebih baik.
5. sistematika baru Sistematika naskah UUD yang akan datang diusulkan terdiri