Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
pergaulan ekonomi regional bangsa indonesia harus berhubung- an erat dengan bangsa-bangsa di sekitar kawasan ini. karena itu,
ada kebutuhan bahwa di masa mendatang, peranan hakim dan lembaga pengadilan dalam membentuk hukum indonesia perlu
terus ditingkatkan.
2. institusi masyarakat
Seperti dikemukakan di atas, hukum masyarakat meliputi hukum rakyat dan hukum yang berkembang dalam praktek serta
hukum yang dikembangkan di dunia akademisi hukum.
a. Institusi Masyarakat Adat Dalam setiap masyarakat selalu ada ikatan-ikatan hukum
mengatur komunitas kehidupan bersama di bawah kepemimpinan tertentu secara terorganisasi. komunitas hidup seperti ini dapat
disebut sebagai suatu komunitas atau masyarakat hukum bagaikan suatu organisme tersendiri. ikatan-ikatan norma pengatur itu
sendiri bersifat dinamis, tetapi fungsi utamanya adalah untuk pen- gendalian terhadap dinamika perilaku kolektif dalam masyarakat
bersangkutan. organisme masyarakat demikian ini dapat disebut sebagai masyarakat hukum adat yang dengan mekanisme kepe-
mimpinan adat yang disepekati bersama, norma-norma hukum adat dibentuk bersama.
b. Institusi Hukum dalam Praktek Baik subjek hukum perorangan maupun badan-badan hu-
kum yang hidup dalam lalu lintas hukum, juga dapat berperan sebagai pembentuk hukum dalam praktek. Misalnya, sesuai asas
kebebasan berkontrak dalam kUHPerdata, para pihak yang ter- libat dalam transaksi bisnis dapat membuat kontrak yang tidak
harus didasarkan atas ketentuan hukum prae legem, meskipun hal itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang sudah ada
contra legem. kategori hukum yang dibentuk menurut jenis ini dapat disebut sebagai hukum sukarela atau voluntary law.
c. Lembaga Riset Hukum dan Perguruan Tinggi lembaga riset hukum dan perguruan tinggi hukum melalui
tokoh-tokoh ilmuwan hukum dapat pula berkembang pemikiran hukum tertentu yang karena otoritasnya dapat saja diikuti secara
luas di kalangan ilmuwan dan membangun suatu paradigma pe- mikiran hukum tertentu ataupun aliran pemikiran hukum terten-
tu. Aliran dan paradigma pemikiran seperti ini pada gilirannya dapat menciptakan suatu kesadaran hukum tertentu mengenai
sesuatu masalah, sehingga berkembang menjadi doktrin yang dapat dijadikan sumber hukum bagi para hakim dalam mengambil
keputusan.
Proses PembuaTaN Hukum
Bagaimanakah hukum itu sendiri terbentuk? Berdasarkan apa yang diuraikan di atas, masing-masing kelompok pengertian
hukum tersebut di atas mempunyai cara-caranya tersendiri untuk terbentuk. Dalam sistem hukum indonesia berdasarkan UUD
1945, proses pembentukan hukum tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Pembentukan Hukum Perundang-undangan
Dalam sistem hukum nasional indonesia berdasarkan UUD 1945, hukum perundangan-undangan meliputi UUD, TAP
MPr, UU, PP, keppres, keputusan Menteri, keputusan kepala lPND, dan keputusan Direktur Jenderal dan seterusnya. UUD,
dan TAP MPr ditetapkan oleh MPr, sedangkan UU dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan DPr. Sementara itu, Perpu
ditetapkan oleh Presiden, tetapi dalam satu tahun harus sudah dimintakan persetujuan DPr. Jika disetujui Perpu meningkat
statusnya menjadi UU, dan jika ditolak oleh DPr, maka Perpu itu harus dicabut dan tidak dapat lagi diajukan ke DPr dalam masa
persidangan berikutnya.
PP ditetapkan sendiri oleh Pemerintah tanpa harus di- setujui DPr. PP biasanya dibuat atas perintah UU atau untuk
melaksanakan suatu UU. karena itu, PP tidak bisa berdiri sendiri
Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi
serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.
tanpa pendelegasian materiil dari UU yang sudah ada lebih dahulu. Sedangkan keputusan Presiden, dibentuk sendiri oleh Presiden
tanpa perlu dikaitkan dengan pendelegasian materiil dari UU. Artinya, materi yang dimuat dalam keppres dapat sepenuhnya
bersifat mandiri dalam rangka kewenangan Presiden, baik sebagai kepala Negara maupun kepala Pemerintahan. keputusan Presiden
dapat saja dibuat untuk melaksanakan perintah UUD, perintah gBHN, perintah UU, ataupun perintah PP. Di bawah keppres,
ada keputusan Menteri, keputusan kepala lPND, dan keputu- san Direktur Jenderal yang semuanya bersifat operasional dalam
rangka pelaksanaan tugas Menteri menurut bidang tugasnya masing-masing.
Di tingkat daerah, ada pula Peraturan Daerah Tingkat i, Peraturan Daerah Tingkat ii, keputusan gubernur, keputusan
Bupati, keputusan Walikota, dan sebagainya. ketentuan mengenai pembuatan hukum di tingkat daerah ini, seyogyanya juga mengi-
kuti pola di tingkat pusat. Misalnya, Peraturan Daerah dibuat oleh gubernur dengan persetujuan DPrD. Tetapi DPrD sendiri dapat
pula berinisiatif mengajukan rancangan Perda seperti hak inisiatif DPr Pusat untuk mengajukan rUU tertentu kepada Pemerintah.
Akan tetapi, karena restrukturisasi pemerintahan daerah dalam rangka kebijaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di masa
yang akan datang, ketentuan mengenai pembuatan hukum seperti ini masih harus disesuaikan dengan perkembangan pelaksanaan
kebijaksanaan desentralisasi itu nantinya. Misalnya, jika nantinya DPrD tingkat i provinsi ditiadakan, dan DPrD hanya ada di
tingkat ii, maka otomatis ketentuan mengenai Peraturan Daerah itu hanya akan ada di tingkat ii, sedangkan produk-produk hukum
di tingkat propinsi yang dikeluarkan oleh gubernur yang hanya akan berperan sebagai kepala Wilayah, masih perlu dipikirkan
baik bentuknya maupun otoritas kedudukannya sebagai produk hukum di tingkat provinsi.
2. Pembentukan Hukum Yurisprudensi