sistematika isi undang-undang dasar:

Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H. Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H. nanti akan disebut dengan nama UUD republik indonesia Tahun 1945, menurut saya – jika memang diperlukan — tidaklah harus menjadi persoalan. karena bahan utama dalam menyusun naskah baru itu nanti memang UUD 1945 yang asli, dengan ditambah Perubahan Pertama, kedua, dan seterusnya. kalaupun misalnya, sistematika UUD itu nanti berubah sama sekali, tetap saja materi utamanya berasal dari naskah UUD 1945, dan karena itu masih relevan untuk disebut sebagai UUD republik indonesia 1945 se- bagaimana terakhir diubah pada tahun 2002 atau 2004. Dengan penamaan demikian, kita sekaligus dapat pula melestarikan se- mangat Proklamasi kemerdekaan tahun 1945 di dalamnya. Tentu saja hal ini tidak prinsipil, dan karena itu bisa juga namanya tidak usah dikaitkan dengan tahun 1945 sama sekali. Dengan demikian, di masa transisi ini, naskah Perubahan Pertama dan kedua yang sudah ditetapkan itu tetap berlaku. Akan tetapi, nantinya setelah disatukan menjadi satu kesatuan naskah yang baru, maka naskah baru itulah nanti yang akan dijadikan pegangan sebagai konstitusi baru dengan nama yang juga baru, yaitu “Undang-Undang Dasar republik indonesia”.

2. sistematika isi undang-undang dasar:

Berkenaan dengan sistematika isi UUD ini, dapat dikemu- kakan beberapa hal berikut: Pertama, jika diperhatikan, judul bab-bab UUD 1945 yang berjumlah 16 bab tidak konsisten satu sama lain. Ada bab yang menggunakan judul nama lembaga, sep- erti misalnya Bab ii tentang MPr, Bab iV tentang DPA, dan Bab Vii tentang DPr, tetapi ada pula yang menggunakan judul fungsi, misalnya, Bab iii tentang kekuasaan Pemerintahan Negara, Bab V tentang kementerian Negara, dan Bab iX tentang kekuasaan kehakiman. Bahkan, berkenaan dengan Badan Pemeriksa keuan- gan yang juga merupakan lembaga tinggi negara yang sederajat dengan DPr dan Presiden, judul babnya adalah Bab Viii tentang Hal keuangan, dimana lembaga BPk itu hanya disebut sambil lalu dalam Pasal 23 ayat 5. Bab-bab lain ditulis dengan judul yang kata benda yang menggambarkan objek yang diaturnya, misalnya, melebihi naskah aslinya; ii status Penjelasan UUD yang perlu dipastikan dihapus dari pengertian mengenai naskah UUD; dan iii perlunya diadakan perbaikan terhadap sistematika dan penyempurnaan paradigma pemikiran dalam UUD 1945 yang sekarang sudah mengalami perubahan yang sangat mendasar. karena itu, semua naskah yang ada, yaitu naskah asli UUD 1945 beserta Penjelasannya, Perubahan Pertama, kedua dan seterus- nya, nantinya perlu disusun kembali menjadi satu kesatuan naskah UUD yang baru dengan nama Undang-Undang Dasar republik indonesia Tahun 1945 sebagaimana terakhir diubah pada tahun 2002 atau 2004. Sebelum naskah UUD yang utuh itu diselesaikan, maka periode sekarang harus dianggap sebagai masa transisi. Di banyak negara yang sedang mengalami perubahan, sudah biasa diberla- kukan apa yang dikenal dengan ”interim constitution” sebagai UUD transisional transitional constitution. ketika republik indonesia Serikat terbentuk, konstitusi riS 1949 juga dipahami sebagai “interim constitution” menuju tersusunnya UUD baru berdasarkan ketentuan Pasal 186. UUDS 1950 juga disebut sebagai UUD Sementara. Di Afrika Selatan, sebelum ditetapkannya UUD tetap pada tahun 1996, juga memberlakukan “interim constitu- tion” pada tahun 1993 sebagai persiapan menuju terbentuknya pemerintahan demokrasi. Demikian pula dengan Polandia, lithu- ania, dan beberapa negara lainnya yang berubah dari otoritarian menuju demokrasi constitutional democracy, biasa menerapkan sistem dan mekanisme konstitusional yang bersifat sementara itu “transitional constitution” atau “interim constitution”. Masa transisi menuju terbentuknya UUD baru sampai ta- hun 2002 atau selambat-lambatnya sampai tahun 2004, naskah asli UUD 1945 beserta Penjelasannya ditambah dengan naskah Perubahan Pertama, Perubahan kedua, dan juga direncanakan naskah Perubahan ketiga dan Perubahan keempat, sebelum disu- sun kembali menjadi satu kesatuan naskah yang utuh, haruslah dipandang sebagai naskah-naskah yang berisi ”interim consti- tution” itu. Apakah nama dari naskah inal UUD yang baru itu 00 Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H. Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H. adalah bahwa substansi materi yang dimuat dalam pasal-pasal dan ayat-ayatnya memang mengandung hal-hal yang memang sesuai dengan aspirasi rakyat banyak. Demikian pula dengan pasal-pasal dan ayat-ayatnya, jika menyangkut hal-hal yang memang saling terkait, tidak perlu dirumuskan dalam pasal tersendiri, tetapi cukup sebagai ayat dalam pasal yang sama. oleh karena itu, agar konsisten dengan cita-cita Proklamasi kemerdekaan 1945, maka UUD baru nanti disusun dalam 17 bab dan 45 pasal yang padat isinya. ketiga, sistematika naskah UUD baru itu nanti juga perlu disusun kembali tata urutannya. Misalnya, Bab tentang Hak dan kewajiban Asasi Manusia yang mengandung prinsip-prinsip dasar, sebaiknya didahulukan menjadi Bab i, selanjutnya bab tentang fungsi-fungsi kekuasaan negara yang standar, dan terakhir bab tentang hal-hal lain seperti soal keuangan dan Perekonomian, soal Agama, Pendidikan dan kebudayaan, dan seterusnya, serta yang terakhir adalah Bab tentang Perubahan Undang-Undang Dasar dan Aturan Peralihan. Dalam konstitusi berbagai negara modern, ketentuan mengenai hal-hal yang bersifat prinsip-prinsip dasar kemanusiaan itu biasanya memang ditempatkan dalam bab pertama, baru kemudian bab mengenai hal-hal lain. Bahkan, di lingkungan negara-negara komunis, dalam bab pertama juga biasa diatur tentang hak-hak rakyat, prinsip kedaulatan rakyat, dan sistem perekonomian negara yang anti kapitalisme. Akan tetapi, untuk naskah UUD kita yang akan datang, cukuplah apabila ke- tentuan mengenai hak asasi manusia yang dikembangkan secara seimbang dengan prinsip kewajiban asasi manusia itu sajalah yang dicantumkan dalam Bab i. keempat, hal lain yang juga perlu adalah soal cakupan isi UUD dalam lingkungan negara-negara liberal barat hanya menyangkut soal-soal demokrasi politik yang dimuat. Sedangkan ketentuan mengenai kesejahteraan sosial dan ekonomi biasanya tidak diatur dalam konstitusi, karena hal-hal itu dianggap sebagai soal-soal yang tunduk pada mekanisme pasar bebas. oleh karena itu, hal-hal yang dapat diurus sendiri oleh masyarakat, tidak perlu Bab Agama Xi, Bab Pertahanan Negara Xii, Bab Pendidikan Xiii, Bab kesejahteraan Sosial XiV dan seterusnya. Dalam konstitusi berbagai negara juga tidak ada keharusan digunakan- nya nama lembaga atau nama fungsi, yang penting pemilihan judul itu haruslah konsisten. Jika nama fungsi yang dipakai, maka kita tidak perlu terpaku pada nama dan jumlah lembaga yang menjalankan fungsi itu. Apalagi, misalnya, dalam fungsi kekuasaan legislatif, sekarang berkembang keinginan kuat untuk membentuk Dewan Perwakilan Daerah disamping Dewan Perwakilan rakyat yang sudah ada. Demikian pula dalam fungsi kekuasaan yudikatif, berkembang keinginan untuk membentuk Mahkamah konstitusi di samping Mahkamah Agung yang sudah ada. kedua hal itu sama-sama dapat diatur dalam bab yang sama, yaitu bab tentang kekuasaan legislatif dan bab tentang kekuasaan yudikatif, sehingga jumlah babnya tidak perlu menjadi empat bab yang mengatur empat lem- baga. oleh karena itu, dalam rangka penyusunan kembali UUD, dapat diusulkan agar kita menggunakan judul bab berdasarkan nama fungsi, bukan nama lembaga, di samping bab-bab lain yang tidak berkaitan dengan nama lembaga, seperti tentang Agama, Pendidikan, kesejahteraan Sosial, dan lain-lain. kedua, bab-bab dan pasal-pasal UUD 1945 sekarang hanya terdiri dari 16 bab dan 37 pasal. Dalam rangka Perubahan Pertama, kedua dan ketiga, terdapat beberapa tambahan bab, pasal dan ayat, sehingga ada Pasal 18 dan Pasal 18A, dan 18B, Pasal 25 dan Pasal 25A sampai dengan Pasal 25e, dan bahkan Pasal 28 dan Pasal 28A sampai dengan Pasal 28J. Demikian pula dengan bab-babnya, yaitu ada Bab iX, dan ada pula Bab iXA, dan lain-lain. Agar sistematikanya tidak terganggu, maka diusulkan jumlah babnya cukup 17 bab dan 45 pasal yang disusun secara padat isinya. Misalnya, bab tentang Agama, Pendidikan dan ke- budayaan dapat dijadikan satu bab yang tidak terpisah-pisah. Bagi kalangan umat beragama, misalnya, tidak perlu ada romantisme yang berlebihan, sehingga pasal-pasal yang berkenaan dengan agama harus dirumuskan dalam bab yang tersendiri. Yang penting Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H. Hukum TaTa Negara daN Pilar-Pilar demokrasi serpihan Pemikiran Hukum, media dan Ham Prof. dr. Jimly asshiddiqie, s.H.

3. Prosedur Perancangan dan Pembahasan