18 Kalimat di atas menyatakan bahwa gerimis adalah makhluk hidup.
Gerimis dianggap memiliki jiwa sosial layaknya manusia, yang mampu bertamu atau mendatangi manusia lainnya.
4. Sesekali terdengar nyanyian jangkrik dan kodok. Halaman 44
Jangkrik dan kodok merupakan makhluk hidup, tetapi mereka tidak dapat bernyanyi layaknya manusia. Pada kalimat di atas menggambarkan seolah-
olah jangkrik dan kodok memiliki sifat manusia yang bisa menikmati kesenangan dengan bernyanyi.
5. Diluar, nyanyian katak semakin deras, diiringi irama malam yang semakin
mendekati. Halaman 44 Dalam kalimat di atas, bukan hanya kodok yang digambarkan seperti
manusia, malam juga dapat bernyanyi. 6.
Di luar, gerimis masih terus bernyanyi, menyayat-nyayat hati Imah. Halaman 47
Dalam kalimat di atas gerimis dapat bergerak layaknya makhluk hidup, bahkan dapat melukai atau menyakiti seseorng.
7. Pada saat hari berangkat gelap, dimana surya merondokkan dirinya, saat
inilah yang selalu mencekam perasaannya. Halaman 61 Surya atau matahari, dalam kalimat di atas bersikap seolah manusia yang
mampu bersembunyi.
4.5.3 Metafora
Keraf 2006: 139 berpendapat bahwa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat.
Sementara itu menurut Maulana 2008: 1 metafora juga dapat diartikan dengan
18 majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Metafora
membandingkan dua hal secara implisit. Beberapa data gaya bahasa metafora yang ditemukan penulis dalam analisis
cerpen Bom, Ah. . . Gerimis Itu, Opportunitis, Kawin Undi, dan Alunan Biola Penghabisan, yaitu:
1. “Umur Abang sudah banyak, Mah. Seharusnya, lelaki sesusia Abang sudah
punya bunga untuk dipetik,” jawab somad mempermainkan jemari tangannya sendiri. Halaman 43
Kalimat seharusnya, lelaki sesusia Abang sudah punya bunga untuk dipetik
menggambarkan bahwa wanita diumpamakan sebagai bunga. 2.
Wajah itu lugu, wajah gadis desa. Ah, air yang bening telah terkena polusi. Halaman 85
Dalam kalimat di atas, keluguan gadis desa dibandingkan dengan ir yang
bening. Pengarang mengumpamakan keluguan yang diniliki gadis desa, bersih seperti air yang bening.
3. Dengan muka bulat telur, bentuk hidung dan bibir yang pas dengan raut
wajah. Halaman 86 Kata muka bulat telur, menyatakan perbandingan antara bentuk wajah dan
telur. Sama-sama berbentuk oval. 4.
“Kami membayar seratus lima puluh rupiah perorang, Pak sekali main,” suara koor dari mereka. Halaman 88
Pada kalimat di atas kekompakan para tokoh dalam menjawab secara implisit
diumpamakan layaknya paduan suara. Jadi, pengarang membandingkan antara kekompakan jawaban dengan panduan suara melalui kalimat suara
koor dari mereka. 5.
Alunan biola semakin sendu, wajh Pak Karta kian teduh, matanya tak lagi menyala dan liar. Halaman 98
18 Kalimat matanya tak lagi menyala dan liar, secara tidak langsunng
membandingkan antara tatapan dengan kebuasan hewan.
4.5.4 Kiasmus
Kiasmus ialah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat
Permendiknas, 2010: 103. Dari hasil analisis, penulis menemukan enam data gaya bahasa kiasmus
dalam cerpen Bom, Ah. . . Gerimis Itu, Opportunitis, Kawin Undi, dan Alunan Biola Penghabisan. Keenam data tersebut adalah:
1. Dayat tidak melawan, tidak berbuat apa-apa ketika pihak yang berwenang
menunjukkan surat penangkapan atas dirinya. Halaman 29 Kata tidak melawan sama artinya dengan tidak berbuat apa-apa. Dengan
katalain, pengarang melakukan perulangan kata dalam bentuk kata yang berbeda.
2.
Tak ada duka, tak ada kegetiran hidup, semua berjalan dengan kebiruan total. Halaman 44
Tak ada duka memiliki makna yang sama dengan tak ada kegetiran hidup,
berarti terjadi perulangan kata dalam satu kalimat.
3.
“Seandainya dulu aku tidak meningggalkan kampungku, hidup dalam batas wajar saja, tidak mengimpikan kehidupan muluk, tidak mengimpikan
cahaya-cahaya berbagai warna dari lampu . . . . Halaman 62 Kalimat hidup dalam batas wajar saja memiliki kesamaan arti dengan tidak
mengimpikan kehidupan muluk, berarti terjadi pengulangan dalam satu kalimat.
4.
Baginya panas dan hujan bukan untuk dihindari tapi untuk dihadapi. Halaman 63
18
Bukan untuk dihindari sama artinya dengan dihadapi, berarti terjadi perulangan kata dalam kalimat. Hanya saja bentuk katanya berbeda.
5.
Kesalahan sikap berarti kehilanagn kepercayaan masyarakat dan turunlah wibawanya, jika saja ini terjadi maka hilanglah kharismanya sebagai
pemimpin. Halaman 64 Turunlah wibawanya sama maknanya dengan hilanglah kharismanya, berarti
terjadi perulangan kata dalam kalimat. Hanya saja bentuk katanya berbeda.
6.
“Siti, Saya harap kau mau berkata jujur dan terus terang. . . . “ Halaman 85 Berkata jujur sama maknanya dengan terus terang, berarti terjadi
perulangan kata dalam kalimat. Hanya saja bentuk katanya berbeda.
4.5.5 Perifasis