Epizeukis Anafora Deskripsi Unsur-Unsur Intrinsik

18 Frase ujung senja merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu sore. 3. Somad segera bangkit dan menuju lemari dimana tersimpan jempol tangannya yang sudah berpisah dari dirinya. Halaman 46 Frase berpisah dari dirinya merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu putus. 4. E adalah seorang penjual obat kaki lima yang sehariannya selalu berteriak dan menjual kata-kata. Halaman 64 Frase menjual kata-kata merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu membual. 5. Demikian juga bentuk badannya, mampu memancing kelakian setiap lelaki yang memandangnya. Halaman 86 Frase memancing kelakian merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu menggoda. 6. . . . . juga tak terpikir oleh mereka apa penyebab Pak Karta sehingga sangat sukar menemui ajalnya. Halaman 94 Frase menemui ajalnya merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu meninggal. 7. “Sudah berapa lama Pak Karta tidak sadarkan diri,” tanya lelaki tua itu. Halaman 96 Frase tidak sadarkan diri merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu koma. 8. Sanak keluarga yang menghitung kekayaan Pak Karta seolah punah harapannya melihat keanehan itu. Halaman 97 Frase punah harapannya merupakan gaya bahasa perifasis karena dapat diganti dengan satu kata, yaitu kecewa.

4.5.6 Epizeukis

18 Keraf 2006: 127 berpendapat bahwa yang dinamkan epizeukis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata-kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Beberapa data gaya bahasa epizeukis yang ditemukan penulis dalam analisis cerpen Bom, Ah. . . Gerimis Itu, Opportunitis, Kawin Undi, dan Alunan Biola Penghabisan, yaitu: 1. Sakit, sakit sekali hatinya mendengar perkataan itu. Halaman 27 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “sakit”. 2. “Lanjutkan, lanjutkan,” teriak mereka dengan nada takut dan gelisah. Halaman 31 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “lanjutkan”. 3. “Betul, betul, “ teriak mereka. Halaman 32 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “betul”. 4. Bapak Kepala Desa memandang wajah Siti, Siti kelihatan sesenggukan, matanya balut dan wajah itu terlihat kusut. Halaman 84 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa epizeukis karena terdapat kata-kata yang dipentingkan diulang berturut-turut, yaitu kata “Siti”.

4.5.7 Anafora

18 Keraf 2006: 127 berpendapat bahwa anaphora adalah repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anafora adalah perulangan kata pertama yang sama pada kalimat berikutnya Dari hasil analisis, penulis menemukan delapan data gaya bahasa kiasmus dalam cerpen Bom, Ah. . . Gerimis Itu, Opportunitis, Kawin Undi, dan Alunan Biola Penghabisan. Kedelapan data tersebut adalah: 1. Ia menganggur bukan karena ia pemalas, bukan pula karena otaknya bodoh. Ia menganggur dikarenakan tidak maunya bermain-main dengan uang persekot. Halaman 27 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “Ia menganggur”. 2. Saya tidak usah digari, saya tidak akan lari. . . . “ Halaman 29 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “saya”. 3. Panik memikirkan anak buah, panik memikirkan langganan, panik memikirkan pembukuan, dan lain-lain. Halaman 63 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “panik”. 4. Tiada hidup yang tanpa beban, tiada hidup yang tanpa tanggung jawab. Halaman 66 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “tiada hidup”. 18 5. Dalam bahagia ia menangis, dalam duka ia pun menangis, itulah perempuan. Halaman 83 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “dalam”. 6. Ada suara perempuan menangis, ada suara orang membentak-bentak, dan ada suara segerombolan orang berseru; Bawa ke rumah penghulu Bawa ke rumah penghulu. Halaman 84 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “ada suara”. 7. Wajah itu lugu, wajah gadis desa. Halaman 85 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “wajah”. 8. Perlahan-lahan ia gesek senar biola. Perlahan sekali, dari gesekan tersebut mengalun musik “Selendang Sutra”. Halaman 97 Kalimat di atas dikategorikan sebagai gaya bahasa anafora karena ada repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama di awal kalimat awal dan kalimat berikutnya yaitu kata “perlahan”.

4.1.6 Tema