Hubungan Sudut Pandang Dengan Gaya Bahasa, Tema dan Amanat.

18 Bagaimana tidak sakit, sewaktu masih di SMA dulu, Dayat pernah uji Intelegensia Quation IQ-nya, ternyata angka dari mesin penguji menunjukkan 135, bukan suatu angka yang bisa dimain-mainkan. Kenyataan itu dibuktikan lagi dengan hasil ujian akhirnya, STTB-nya menampakkan nilai 7,0 rata-rata, Dayat memperoleh rangking III dari 500 lebih siswa. Dengan ijazah SMA jurusan IPA Ilmu Pasti Alam itulah Dayat memasuki perusahaan-perusahaan, kantor-kantor. Kenyataannya sampai sekarang ia tidak juga dapat pekerjaan. Hal itu karena tidak adanya persekot, itulah kesimpulan kerjanya selama tiga tahun ini. Dengan satu tekad ia memberi satu putusan dalam hatinya bahwa tidak hanya dengan mengandalkan persekot ia dapat bekerja, aku harus bekerja tanpa persekot, itu ditanamkannya dalam hati. Halaman 27-28 Pemunculan konflik: Bapak Yth. Di desa saya, lingkungna 007 ditemui 1 kotak bom yang diduga masih aktif. Saya sebagai warga yang baik melaporkan hal ini kehadapan Bapak, agar Bapak dapat mengamankan bom tersebut. Halaman 28 Klimaks: “OK . . . Bapak-bapak dan Saudara-saudara, Bom itu berkekuatan sangat dahsyat sekali. Jika ia meledak seluruh kampung kita ini akan hancur dibuatnya. Dan bom itu tidak hanya ada di kampung kita ini saja. Di kampung-kampung lain juga banyak berserakan.” Mendengar seluruh kampung ada bom, orang tua pada tarik napas terutama kaum wanita. Halaman 31 – 32 Tahap Akhir Penyelesaian: “. . . . Persekotlah yang menciptakan bom yang sangat dahsyat itu. Lihat di kampung kita ini berapa banyak mereka pemuda-pemudanya yang pengangguran. Tidaklah itu bom-bom yang sangat dahsyat yang setiap saat bisa meledak. Tidak saja meledakkan daerah kita ini, tetapi juga daerah lain.’ Mereka terperangah mendengar ucapan Dayat. Astaga, itulah ucapan yang terlontar dari mulut mereka, tak pernah mereka berpikir sejauh itu. Halaman 32

4.2.4 Hubungan Sudut Pandang Dengan Gaya Bahasa, Tema dan Amanat.

Pemilihan sudut pandang juga bagian dari gaya penceritaan seorang pengarang. Pemilihan “dia” atau “aku” menjadi ciri khas pengarang dalam bercerita. Dalam kumpulan cerpen Ah. . . Gerimis Itu karya Hidayat Banjar, sebahagian besar cerita menggunakan sudut pandang orang ketiga. Dari lima cerpen yang diteliti oleh 18 penulis, empat di antaranya menggunakan sudut pandang orang ketiga. Pengarang menggunakan nama tokoh dalam bercerita. Tema dan amanat adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam sebuah karya sastra. Penyampaian tema dan amanat biasanya melalui tokoh. Pemilihan sudut pandang untuk tokoh cerita, juga berarti tidak bisa dipisahkan dari tema dan amanat. Dalam cerepn Opportunitis, pengarang menggunakan sudut pandang campuran untuk memperjels tema dan amanat yang ingin disampaikan. Pengarang sebagai seorang narator, sebagai orang lain di luar cerita yang memerhatikan kehidupan tokoh. Tetapi adakalanya pengarang masuk dalam cerita menjadi diri tokoh, sebagai “aku”, untuk menggambarkan suasana hati dan pikiran tokoh, seperti berikut ini: A adalah seorang petani kecil, sehari-hari ia hanya menghadapi lumpur, tanah, dan alang-alang. Dengan rumah berdinding tepas, jauh dari kebisingan kota. Bila malam tiba, ia tidak akan melihat cahaya lampu lazimnya kehidupan kota. Pada saat hari berangkat gelap, dimana surya merondokkan dirinya, saat inilah yang selalu mencekam perasaannya. “Aikh. . . alangkah nikmatnya bila aku hidup di kota, dimana kehidupan seakan tidak pernah berhenti siang, kita dapat menikmati keriuhan malam, kita pun dapat menikmati hiburan-hiburan dari panggung kelas kambing sampai panggung kelas wahid. . . .” Halaman 61 – 62 Tema ketidaksyukuran dalam cerpen Opportunitis tersirat dalam perkataan tokoh “aku”, seorang petani desa yang menyesali hidupnya karena hanya bisa tinggal di sebuah desa terpencil. Kebosanan A menjalani hidup di desa sebagai seorang petani membuat A berangan-angan betapa menyenangkannya jika ia dapat tinggal di kota. Penggunaan sudut pandang orang ketiga juga digunakan pengarang dalam cerpen Alunan Biola Penghabisan. Kerinduan seorang pejuang tergambar melaui sikap tokoh Pak Karta, namun tema kerinduan yang tersirat tersebut sulit ditafsirkan karena pengarang memilih sebagai pengamat tokoh yang pengetahuannya sangat terbatas. Pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga “dia terbatas” untuk memperkuat 18 amanat, yaitu kritik sosial tentang perlakuan kita terhadap pejuang kemerdekaan, seperti berikut ini: . . . . Pak Karta semasih mudanya adalah seorang pejuang, yang gagah berani, itu diketahui lelaki itu, karena ia juga seorang bekas pejuang. Ketika kemerdekaan berhasil dierbut, nasib Pak Karta berubah ia menjadi seorang tukang pangkas, . . . . . Halaman 96

4.2.5 Hubungan Gaya Bahasa Dengan Tema Dan Amanat.