ketika harga bersifat fleksibel, guncangan harga minyak dunia akan mempengaruhi fungsi produksi yang mengakibatkan berkurangnya supply. Ketika
supply mengalami penurunan maka output nasional juga akan mengalami penurunan dan tidak berada posisi full-employment.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa fluktuasi harga minyak berbanding lurus dengan tingkat output nasional pada tahun 1980 hingga tahun 2010. Hal ini
disebabkan oleh variabel penyusun GDP yang lain seperti konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, dan surplus perdagangan internasional
Indonesia yang mengalami peningkatan. Hasil temuan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Jalil 2008
yang menyatakan bahwa fluktuasi harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan output nasional di Malaysia. Peningkatan output
nasional Malaysia ini juga didorong oleh adanya surplus perdagangan net export selama periode estimasi.
4.2.2 Estimasi Vector Error Correction untuk INFLASI
Pada estimasi VECM yang kedua variabel inflasi menjadi variabel dependen sedangkan variabel yang lain sebagai variabel indipendennya. Pada
jangka pendek variabel nilai tukar memengaruhi inflasi secara signifikan. Terdapat hubungan positif antara variabel inflasi dan nilai tukar dalam jangka
pendek. Hal ini terlihat dari koefisien nilai tukar dalam estimasi sebesar 4,914319 persen. Artinya apabila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen akan
menyebabkan peningkatan inflasi sebesar 4,914319 persen. Pada jangka panjang variabel GDP merupakan variabel yang signifikan
dalam mempengaruhi tingkat inflasi. GDP memiliki hubungan negatif terhadap
tingkat inflasi dalam jangka panjang sebesar 187,9293. Artinya, apabila terjadi kenaikan GDP sebesar satu persen maka akan menurunkan tingkat inflasi sebesar
187,9293 persen pada jangka panjang. Sama seperti variabel GDP, variabel inflasi juga memiliki hubungan yang
positif dengan variabel subsidi dan variabel harga minyak secara signifikan. Dari hasil estimasi ditemukan bahwa koefisien subsidi sebesar 46,80703. Hal ini
menunjukkan apabila terjadi peningkatan inflasi sebesar satu persen maka akan subsidi memeberi respon berupa peningkatan sebesar sebesar 46,80703 persen.
Hal ini sesusai dengan Variabel harga minyak juga merespon positif sebesar 229,2756 persen ketika ada peningkatan inflasi sebesar satu persen.
Dalam penelitian ini dihasilkan suatu penemuan bahwa dalam jangka panjang nilai tukar berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi secara signifikan.
Hal ini berkebalikan dengan yang terjadi pada jangka pendek. Hal ini ditandai dengan koefisien variabel nilai tukar sebesar -326,9546. Artinya apabila terjadi
peningkatan inflasi sebesar satu persen maka akan menyebabkan penurunan nilai tukar sebesar 326,9546 persen dalam jangka panjang.
Hubungan positif antara fluktuasi harga minyak dan inflasi dalam jangka panjang sesuai dengan literatur. Apabila terjadi peningkatan harga minyak dunia
akan menurunkan fungsi produksi. Secara agregat penurunan produksi akan menurunkan penawaran dalam perekonomian sehingga pasar akan memberikan
respon berupa peningkatan harga-harga barang Mankiw, 2007. Hasil temuan dalam penelitian ini juga sesuai dengan penelitian dari Ito
2008 di Russia yang menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan harga minyak
dunia sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan GDP Russia sebesar 0,25 persen dan peningkatan tingkat inflasi sebesar 0,36 persen pada dua belas
triwulan berikutnya.
Tabel 4.7 Hasil Estimasi VECM 2 Variabel
Koefisien T-statistik
Jangka Panjang
GDP-1 187.9293
-4.98659 ER-1
-326.9546 6.40123
SUBSIDI-1 46.80703
-11.7046 HARGAMINYAK-1
229.2756 5.96468
SB-1 8.885362
-0.29061 C
-1940.375 -
Jangka Pendek
CointEq 0.000176
0.12647 DINFLASI-1
0.533465 6.32055
DGDP-1 1.833357
0.46393 DER-1
4.914319 4.05292
DSUBSIDI-1 0.059243
1.56962 DHARGAMINYAK-1
0.596327 0.78771
DSB-1 -0.018609
-0.01984 C
0.384372 2.26850
Sumber : Lampiran 6 Keterangan : Probabilitias : 5
4.2.3 Estimasi Vector Error Correction untuk SUBSIDI