Estimasi Vector Error Correction untuk GDP

Error Correction pada model mengingat hasil dari uji kointegrasi Johansen menyatakan bahwa terdapat persamaan kointegrasi yang mengindikasikan adanya keseimbangan jangka panjang. VECM merupakan model yang mampu melihat keseimbangan jangka panjang dari sistem. Untuk model yang tidak terkointegrasi tidak dapat dilihat keseimbangan jangka panjang melainkan hanya mampu dilihat hubungan keseimbangan jangka pendek dengan menggunakan VAR pada tingkat first difference .

4.2.1 Estimasi Vector Error Correction untuk GDP

Pada estimasi VECM yang pertama variabel GDP menjadi variabel yang diamati sedangkan variabel yang lain sebagai variabel penjelasnya. Pada jangka pendek variabel subsidi mempengaruhi GDP secara signifikan. Terdapat hubungan positif antara variabel subsidi dan GDP dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek juga ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara GDP dengan inflasi dan subsidi secara signifikan. Tabel 4.6 Hasil Estimasi VECM 1 Variabel Koefisien T-statistik Jangka Panjang INFLASI-1 0.005321 -1.36140 ER-1 1.739774 -9.85368 SUBSIDI-1 -0.249067 12.3831 HARGAMINYAK-1 1.220010 -6.82549 SB-1 0.047280 0.28647 C 10.32502 - Jangka Pendek CointEq -0.026956 -3.91915 DGDP-1 - 0.207702 -1.99766 DINFLASI-1 0.005028 2.26409 DER-1 0.060654 1.90128 DSUBSIDI-1 0.004472 4.50322 DHARGAMINYAK-1 0.013054 0.65539 DSB-1 -0.003385 -0.13720 C 0.030130 6.75876 Sumber : Lampiran 6 Keterangan : Probabilitias : 5 Hal ini terlihat dari koefisien subsidi dalam estimasi sebesar 0,00472 persen. Artinya, apabila terjadi peningkatan subsidi sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan GDP sebesar 0,00472 persen. Hal ini terjadi ketika pemerintah menaikan subsidi bagi BBM akan meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam jangka pendek yang merupakan salah satu komponen penyusun GDP. Dalam jangka pendek hubungan antara GDP dan inflasi bernilai positif secara signifikan sebesar nilai koefisien 0,005028. Artinya apabila terjadi peningkatan inflasi sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan GDP sebesar 0,005028 persen. Dalam jangka panjang terdapat hubungan jangka panjang antara GDP dan nilai tukar. GDP dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif secara signifikan dalam jangka panjang sebesar 1,739774. Artinya, ketika ada kenaikan nilai tukar sebesar satu persen akan meningkatkan GDP sebesar 1,739774 persen dalam jangka panjang. Sementara variabel harga minyak mempengaruhi GDP jangka panjang secara signifikan. Terdapat hubungan yang positif antara harga minyak dan GDP. Hal ini terlihat dari koefisien estimasi sebesar 1,220010 yangberarti bahwa setiap kenailan harga minyak sebesar satu persen akan direspon peningkatan GDP sebesar 1,220010 persen. Hasil temuan dalam penelitian ini berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa dengan adanya fluktuasi atau guncangan harga minyak dunia justru berbanding terbalik dengan pertumbuhan output nasional. Secara teoritis dalam jangka pendek dimana harga bersifat kaku, maupun dalam jangka panjang ketika harga bersifat fleksibel, guncangan harga minyak dunia akan mempengaruhi fungsi produksi yang mengakibatkan berkurangnya supply. Ketika supply mengalami penurunan maka output nasional juga akan mengalami penurunan dan tidak berada posisi full-employment. Dalam penelitian ini terlihat bahwa fluktuasi harga minyak berbanding lurus dengan tingkat output nasional pada tahun 1980 hingga tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh variabel penyusun GDP yang lain seperti konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, dan surplus perdagangan internasional Indonesia yang mengalami peningkatan. Hasil temuan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Jalil 2008 yang menyatakan bahwa fluktuasi harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan output nasional di Malaysia. Peningkatan output nasional Malaysia ini juga didorong oleh adanya surplus perdagangan net export selama periode estimasi.

4.2.2 Estimasi Vector Error Correction untuk INFLASI