uang, kemudian bekerja dari pagi hingga malam, mengumpulkan sedekah, dan mereka harus memenuhi target penghasilan tertentu.
88
Kedua LSM melaporkan bahwa sebagian dari pendapatan tersebut dibagi antara pengemis dengan pengelolanya. Namun tidak ada yang dapat
memastikan uang mereka kumpulkan tersebut untuk kepentingan panti asuhan. Laporan serupa juga datang dari Bali. Menurut LSM setempat, anak – anak
dari Kabupaten Karang Asem dan Buleleng dibawa ke Denpasar untuk mengemis, nampaknya mereka ditempatkan di daerah tertentu untuk
mengemis. Pendapatan mereka setiap harinya dikumpulkan oleh orang yang mengkoordinir.
89
Hal ini dilaporkan sebagai sebuah kecenderungan baru. Sayangnya tidak tersedia informasi yang memadai tentang sejauh mana permasalahan tersebut,
dan sifat eksploitasi apa yang dialami pengemis-pengemis anak tersebut.
6. Kawin Kontrak
Nikah atau kawin kontrak adalah nikah yang dibatasi waktunya. Begitu habis waktunya maka habis pula kontraknya. Fenomena kawin kontrak sudah
lazim di beberapa kota. Biasanya kawin kontrak dilakukan oleh orang asing yang tinggal sementara di Indonesia. Akan tetapi kawin kontrak juga dilakukan
oleh orang Indonesia karena sejumlah alasan. Kawin kontrak barangkali sama dengan nikah mut’ah. Pada awal perkembangan Islam kawin kontrak pernah
88
ICMC dan ACILS, Op. Cit., hlm. 48.
89
Ibid,.
Universitas Sumatera Utara
ada dan tidak dilarang oleh Rasulullah. Hal ini terkait dengan bahwa pada zaman jahiliyah menikah itu banyak jenisnya dan kacau balau. Salah satu
contoh, bagi wanita yang bermaksud menikah maka ia memasang bendera di depan pintu rumahnya. Siapapun boleh menggaulinya sejauh wanita itu suka.
Akan tetapi setelah beberapa lama, nikah mut’ah itu dilarang oleh Rasulullah. Kawin kontrak memang bertentangan dengan prinsip berkeluarga dalam Islam
yaitu membentuk keluarga sakinah, mawadah warohmah. Lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya baik bagi pria itu sendiri, wanita, anak-anak
maupun masyarakat pada umumnya. Kawin kontrak merupakan fenomena setempat yang melibatkan
perempuan dan anak perempuan. Sebagian besar mengalami eksploitasi seksual dan reproduktif. Selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
memasak dan mencuci, para “istri kontrak” juga memberikan layanan seksual kapan saja. Setelah kontrak berakhir mereka ditinggalkan.
Keuntungan dari praktek kawin kontrak sebagian besar didapat oleh keluarga perempuan, tetapi ada juga yang diperoleh calo yang mengatur
perkawinan dengan pekerja asing. Meskipun hal ini dapat menyebabkan kekerasan yang dilakukan oleh keluarga dan suaminya tetap saja sulit
menggolongkan kawin kontrak sebagai perdagangan orang karena tidak melibatkan perpindahan si perempuan. Sebagaimana yang ditemui dalam
Universitas Sumatera Utara
laporan-laporan yang ada, mereka bebas dan tidak dilarang untuk menemui keluarga dan teman mereka.
90
7. Bentuk lain Perdagangan orang