Sehingga menurut Penulis sudah seharusnya bagi pemerintah untuk lebih melindungi para pekerja khususnya perempuan dan anak-anak dengan
melakukan upaya-upaya preventif atau pencegahan lebih dini untuk memberantas perdagangan orang di Indonesia.
C. Komparasi
Hakim merupakan penegak hukum yang sangat berperan penting dalam proses penegakan hukum pada kasus perdagangan orang. Dalam kasus
perdagangan orang, Hakim haruslah selalu berpedoman dengan Undang- Undang yang mengatur tentang tindak pidana perdagangan orang. Karena
dengan itulah hakim bisa mendapatkan putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan norma dan keadilan di dalam masyarakat.
Sesuai dengan judul skripsi yang dibuat oleh Penulis, maka alangkah baiknya dibuat perbandingan antara putusan hakim sebelum dan sesudah
berlakunya Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang agar lebih terang mengenai perbedaannya.
Komparasi dalam skripsi ini merupakan perbandingan yang dibuat oleh penulis dengan berdasarkan data-data dalam kasus putusan yang didapatkan
dari Pengadilan negeri Medan. Data-data sekunder tersebut disajikan dalam bentuk tabel yang memuat perbedaan pada kedua kasus putusan dalam perkara
perdagangan orang.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan dari kedua kasus putusan perdagangan orang ini, maka Penulis dapat membuat perbandingan antara kasus putusan
No.2.743Pid.B2006PN.Mdn dan Putusan No.1.262Pid.B2008PN.Mdn dari segi dakwaan, barang bukti, putusan, dan vonis.
No Terdakwa Dakwaan Baran
g Bukti
Putusan Vonis
1 RADEN WINANDA
HERU SYAHPUTRA
No.Perkara 2.743Pid.B200
6PN.Mdn -Pasal 83
Undang-Undang No. 23 Tahun
2002
-Pasal 297 KUH Pidana
-Nihil -Pasal 83
Undang- Undang
No. 23 Tahun
2002
-Pasal 297
KUH Pidana
Pidana penjara selama 5 lima
tahun dan denda
Rp.60.000.000,- enam puluh
juta rupiah
2 DELVI PANJAITAN
No.Perkara 1.262Pid.B200
8PN.Mdn
- Pasal 2
Undang-Undang No.21 Tahun
2007 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1e
KUHP - Pasal 11
Undang-Undang No.21 Tahun
2007 -
Pasal 83 Undang-Undang
No.23 Tahun 2002
-Nihil - Pasal 2
Undang- Undang
No.21 Tahun
2007 jo Pasal 55
ayat 1 ke-1e
KUHP penjara selama
8 delapan tahun denda
sebesar Rp.120.000.000
,-seratus dua puluh juta
rupiah
Dari kedua kasus yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan tersebut dapat digambarkan didalam tabel di bawah ini :
Tabel 1 Dakwaan dan Putusan Hakim
Sumber : data sekunder diolah dari putusan Pengadilan Negeri Medan
Universitas Sumatera Utara
Dari kedua putusan di atas, jumlah masa pidana penjara adalah berbeda dan juga dalam jumlah denda yang dikenakan. Dalam kasus yang pertama,
jumlah masa pidana yang dijatuhkan selama 5 lima tahun penjara dan denda Rp.60.000.000,-enam puluh juta rupiah. Sedangkan pada kasus kedua jumlah
masa pidana yang dijatuhkan adalah 8 delapan tahun dan denda sebesar Rp.120.000.000,-seratus dua puluh juta rupiah.
Mengenai keputusan Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap kasus tindak pidana perdagangan orang dapat dilihat pertimbangan-
pertimbangan hakim sebgaimana yang terurai dalam putusannya. Secara garis besar pertimbangan-pertimbangan tersebut tersimpul pada bagian hal-hal yang
memberatkan dan hal-hal yang meringankan hukuman bagi terdakwa. Dari kedua kasus yang diperoleh dapat digambarkan pertimbangan-pertimbangan
hakim di dalam putusan melalui tabel sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2 Pertimbangan Hakim
No Putusan Pertimbangan
Hakim 1 Putusan No.
2.743Pid.B200 6PN.Mdn
Hal-hal yang memberatkan : Perbuatan terdakwa telah merugikan
korban. Hal-hal yang meringankan :
Terdakwa menyesali perbuatannya. Terdakwa belum pernah dihukum.
Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya.
2 Putusan No. 1.262Pid.B200
8PN.Mdn Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa tidak mendukung Program Pemerintah dalam Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Anak di Bawah Umur.
Hal-hal yang meringankan : Terdakwa mengakui perbuatannya. dan
menyesali. Terdakwa belum pernah dihukum.
Terdakwa dengan saksi korban telah melakukan perdamaian.
Sumber : data sekunder diolah dari putusan Pengadilan Negeri Medan Pada putusan kedua dalam hal-hal yang memberatkan terhadap terdakwa
ada kalimat yang berbunyi “tidak mendukung Program Pemerintah dalam Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Anak di Bawah Umur”,
hal ini menurut Penulis dilatarbelakangi oleh sudah adanya Undang-Undang No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
yang secara komprehensif mengatur perdagangan orang di Indonesia melalui
Universitas Sumatera Utara
lima langkah penting penanganan yaitu;
106
Penindakan, Pencegahan, Rehabilitasi sosial, Perlindungan bagi korban, Kerjasama dan Peran Serta
Masyarakat. Sehingga apabila seseorang melakukan atau memperdagangkan orang, maka ia sudah dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam
memberantas perdagangan orang. Pada putusan yang pertama hal-hal yang memberatkan terdakwa adalah merugikan korban.
Mengenai hal-hal yang meringankan pada putusan pertama dan kedua tidak begitu banyak perbedaan. Hal yang membedakan hanya pada putusan
kedua, si terdakwa telah melakukan perdamaian sebelumnya dengan korban. Sehingga hal tersebut dimasukkan ke dalam pertimbangan hakim.
106
International Organization for Migration IOM, Op. Cit., hal. 19.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sebelum adanya UU PTPPO, larangan praktek perdagangan orang sudah diatur dalam beberapa produk hukum nasional. Sayangnya, Undang-
Undang yang ada tidak menjelaskan pengertian perdagangan orang. Atas berbagai kelemahan dan ketentuan yang telah ada pada Undang-Undang
sebelumnya, maka dibutuhkan Undang-Undang khusus yang dapat menyediakan landasan hukum formil dan materiil sekaligus. Untuk
tujuan tersebut, Undang-Undang khusus ini diharapkan dapat mengantisipasi dan menjerat pelaku perdagangan orang. Undang-Undang
ini harus memuat pengertian yang jelas dan tegas tentang perdagangan orang yang meliputi tindakan, cara atau tujuan eksploitasi yang terjadi
dalam praktik perdagangan orang, baik yang dilakukan dalam wilayah maupun di luar wilayah suatu negara, baik oleh pelaku perorangan
maupun korporasi. Menurut Penulis perdagangan anak belum sepenuhnya terakomodasikan di Indonesia. Dengan UU PTPPO. Antara
lain, karena UU ini belum seluruhnya mengakomodasi perdagangan anak. UU tersebut juga tidak memuat definisi perdagangan anak karena
secara subtansif sangat berbeda dengan perdagangan orang. Satu-satunya definisi yang ada, menurut Penulis adalah tentang perdagangan orang.
Yaitu tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman, penggunaan
Universitas Sumatera Utara