Optional Protocol to the CRC on the sale of children, , child

antiproduksi dan penyelundupan senjata api gelap. Sedangkan dalam perdagangan orang, tindakan-tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan orang , terutama perempuan dan anak-anak, membutuhan sebuah pendekatan internasional yang komprehensif di negara asal, negara transit dan negara tujuan yang mencakup langkah-langkah untuk mencegah perdagangan, untuk menghukum para pelaku perdagangan dan untuk melindungi korban- korban perdagangan orang, termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional.

F. Ketentuan Internasional Terhadap Larangan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Larangan Human Trafficking secara internasional telah banyak instrument yang mengaturnya, terdapat berbagai instrumen internasional yang berkaitan dengan masalah human trafficking. Instrumen-instrumen itu antara lain adalah : 1. Universal Declaration of Human Rights; 2. Convention on the Rights of the Child CRC;

3. Optional Protocol to the CRC on the sale of children, , child

prostitution, and child phonography; 4. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women CEDAW; 5. The Hague Convention 28 on the Civil Aspects of International Child Abduction; 6. International Covenant on Civil and Political Rights; Universitas Sumatera Utara 7. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights; 8. ILO Convention Concerning the Prohibition and Immediate Action for the the Worst Elimination of the Worst Forms of Child Labour No. C 182; 9. United Nations Protocol to Suppress, Prevent and Punish Trafficking in Persons especially Women and Children supplementing the Convention against Transnational Organized Crime The Palermo Convention; 10. SAARC Convention on Combating Trafficking in Women and Children for Prostitution. 46 11. Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment. Dalam Article 4 Universal Declaration of Human Rights UDHR disebutkan bahwa no shall be held in slavery or servitude: slave trade shall beprohibited in all their forms. Ketentuan dalam Article 4 secara jelas melarang perbudakan dan perdagangan budak. Larangan perbudakan juga terdapat dalam The International Covenant on Civil and Political Rights ICCPR. Dengan kalimat yang berbeda tetapi memiliki makna yang sama dengan ketentuan sebagaimana terdapat dalam Article 4 UDHR, Article 8 ICCPR secara jelas menyatakan bahwa no one shall be held in Slavery: Slavery and the slave-trade in all their forms shall be prohibited. Dengan demikian jelas bahwa perbudakan merupakan suatu larangan. 46 Harkristuti Harkrisnowo, Op. Cit., hal. 18‐19. Universitas Sumatera Utara Dalam UDHR dan ICCPR, tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan slavery. Pengertian slavery, menurut Convention of Slavery 1926 adalah the status or condition of a person over whom any or all of the powers attaching to the rights of ownership are exercised. Dalam pengertian ini termasuk pula membeli. menjual, dan mengadakan transportasi terhadap orang- orang dengan maksud untuk melakukan eksploitasi, guna memperoleh keuntungan. Hukum Humaniter Internasional, menentang dan melarang segala bentuk slaver”. Bahkan, masalah yang berkaitan dengan slavery dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional, selain kejahatan perang war crime dan kejahatan terhadap kemanusiaan crimes against humanity. Oleh karena itulah, masalah ini menjadi masalah yang penting bagi setiap negara untuk melakukan pelarangan dalam hukum nasionalnya, sekalipun dalam keadaan perang ataupun keadaan darurat. 47 Perkembangan secara Internasional, telah membawa masalah slavery” ini ke dalam permasalahan international. Slavery” telah berkembang sebagai jus cogens. 48 International Criminal Tribunal for The Former Yugoslavia ICTY telah memutuskan bahwa enslavement” termasuk dalam pengertian crimes against humanity”. Demikian pula dalam International Criminal Court ICC Statute, enslavement” dan sexual slavery dikatakan sebagai 47 Ibid, hal. 20. 48 Jus cogens diartikan sebagai: a norm accepted and recognized by the International community as a whole as a norm from which no derogation is permitted and which can be Universitas Sumatera Utara kejahatan. Menurut ICC, enslavement diartikan sebagai the exercise of any or all of the powers attaching to the right of ownership over a person 49 . Termasuk dalam hal ini adalah the exercise of such power in the course of trafficking in parsons, in particular women and children. 50 Dalam kaitannya dengan sexual slavery”, ICC memberikan batasan sebagai berikut: 1. The perprelator exercised any or all of the powers attaching to the right of ownership over one or more persons, such as by purchasing, selling, landing, or bartering such a person or persons or by imposing on them a similar deprivation of liberty. 2. The perpretator caused such person or persons to engage in one or more acts of sexual nature. 51 Selain masalah yang berkaitan dengan perbudakan, terdapat beberapa instrumen Internasional yang memberikan perlindungan bagi wanita dan anak- anak. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women CEDAW, merupakan konvensi yang dimaksudkan untuk melindungi wanita dari segala bentuk kekerasan, yang mungkin dapat terjadi karena dia adaiah seorang wanita. Dalam Article 6, secarajelas menyatakan bahwa States modified only by a subsequent norm of general international law having the same character. Article 53 Vienna Convention. 49 Article 7 2 © International Criminal Court. 50 Consideration Of The Issue of Trafficking, Background Paper. 11 ‐ 12 November 2002, New Delhi, India. 51 Ibid,. Universitas Sumatera Utara Parlies shall take all appropriate measures, including legislation, to suppress all forms of traffic in women and exploitation of prostitution of women. Ketentuan daiam Article 6 ini merupakan himbauan agar negara-negara lebih memperhatikan masalah yang berkaitan dengan human trafficking, khususnya yang berkaitan dengan wanita. Ketentuan sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 CEDAW menunjukkan bahwa masalah traffic in woman dan prostitution of woman sangat bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan sangat berbahaya bagi individu yang bersangkutan serta keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itulah, negara peserta harus memberikan sanksi pidana kepada setiap orang yang : Perfama, mencari, memindahkan, ataupun mengajak orang lain, dengan tujuan untuk aktivitas prostitusi, meskipun orang yang bersangkutan menyetujui. Kedua, mengeksploitasi orang lain : sebagai prostitusi, meskipun orang tersebut menyetujui. Selain masalah tersebut, CEDAW juga telah memberikan batasan- batasan dalam memperlakukan wanita dalam melakukan pekerjaan. Dalam Article 11, dinyatakan sebagai berikut: 1. States Parties shall fake appropriate measures to eliminate discrimination against women in the field of imployment in order to ensure, on a basis of equality of men and women, the same rights, in particular : a. The right to work as an inalienable right of all human beings b. The right to the same employment opportunities, including the application of the same criteria for selection in matters of employment; Universitas Sumatera Utara c. The right to free choice of profession and employment, the right to promotion, job security and all benefits and conditions of service and the right to receive vocational training and retraining, including apprenticeship, advanced vocational training and recurrent training; d. The right to equal remuneration, including benefits, and to equal treatment in respect of work of equal value, as well as equality of treatment in the evaluation of the quality of work; e. The right to social security, particularly in cases of retirement, unemployment, sickness, invalidity and old age and other incapacity to work, as well as the right to paid leave: f. The right to protection of health and to. safety in working conditions, including the safeguarding of the function of reproduction. 52 Konvensi Penghapusan Segala bentuk Diskriminasi terhadap perempuan CEDAW telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang No.7 Tahun 1984. Pasal 6 konvensi tersebut, mewajibkan semua negara untuk menekan segala bentuk perdagangan perempuan dan eksploitasi prostitusi perempuan. 53 Konvensi ILO No. 29 tahun 1930 mencantumkan pengertian force or compulsory labour sebagai all work or service which is exacted from any person under the manace of any penalty, and for which the said person has not offered himself voluntarily. Lebih dari 25 tahun kemudian, ILO menyetujui 52 Harkristuti Harskrisnowo, Op. Cit., hal. 22. 53 International Organization for Migration IOM, Op. Cit., hal. 13. Universitas Sumatera Utara instrument tambahan, yang kemudian disebut sebagai Abolition of Forced Labour Convention No. 105 1957. Dalam konvensi tersebut, yang dimaksud dengan suppression of forced labour adaiah political coercion, labour discipline, or rasial, national or religious discrimination; as a method of mobilizing and using labour for purposes of economic development; an as punishment for having participated in strikes. 54 Permasalahan yang berkaitan dengan anak, tidak lepas dari perhatian masyarakat internasional. Isue-isue yang berkaitan dengan tenaga kerja anak, perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah-masalah yang perlu mendapatkan perhatian. Pendek kata, segala bentuk eksploitasi anak haruslah mendapatkan perhatian dari semua negara. Convention on the Rights of the Child CRC, merupakan salah satu konvensi yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak anak. Pasal 32 Konvensi Hak Anak KHA menegaskan bahwa setiap negara wajib mengedepankan perlindungan anak dari segala macam bentuk eksploitasi atau pekerjaan yang mengakibatkan atau kerusakan atau mengganggu pendidikan anak, atau yang mengancam kesehatan fisik, mental, spiritual anak, maupun perkembangan sosial lainnya. Hal ini juga ditegaskan dalam konvensi ILO No.182, tentang larangan dan pemberantasan segala macam pekerajaan terburuk bagi anak. 54 Force Labour, Child Labour and Human Trafficking In Europe: At: ILO Perspective, Technical Paper for the EUIOM STOP European Conference on Preventing and Combating Trafficking In Human Beings, 18‐20 September 2002, Brussels, Belgium. Universitas Sumatera Utara Ditambahkan pula dalam pasal 35 KHA, bahwa pemerintah berkewajiban membuat langkah-langkah multilateral untuk mencegah penculikan dan perdagangan anak untuk tujuan apapun, serta memberikan pula pelayanan program sosial, menyediakan dukungan yang sesuai dengan anak. Pembahasan langkah-langkah ini tetap harus juga memikirkan pemulihan fisik, sosial dan reintegrasi anak yang membutuhkan. Tindak lanjut penanganan kasus ini harus sampai ke tahap pengadilan. 55 Melihat ketentuan yang terdapat dalam CRC nampak bahwa CRC belum mengatur secara lengkap hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak, seharusnya dilindungi dari segala bentuk eksploitasi ekonomis, eksploitasi seksual, maupun dari segala bentuk sexual abuse”. 56 Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam CRC kemudian dilengkapi dengan Optional Protocol to the Convention on the Rights of The Child. Protocol ini memperluas pengertian yang berkaitan dengan sale of child, child prostitution, dan child pornography”. 57 Larangan trafficking dan eksploitasi anak, mendapat perhatian pula di dalam ILO Convention on the Worst Form of Child Labour. Berkaitan dengan pekerja anak-anak, ILO menyetujui instrumen yang berkaitan dengan Minimum Age Convention No. 138. Seiring dengan perkembangan pekerja anak-anak, kemudian dibentuklah Worst Forms of Child Labour Convention No. 182, 55 International Organization for Migration IOM, loc. cit. 56 Force Labour, Child Labour and Human Trafficking In Europe: At: ILO Perspective, Op. Cit., hal.19. 57 Ibid Universitas Sumatera Utara tahun 1999. Worst Forms of child Labour diartikan sebagai all forms of slavery or practices similar to slavery, such as the sale and trafficking in children, debt bondage and selfdom and forced or compulsory labour, including forced or compulsory recruitment of children for armed conflict”. 58 Hukum internasional, juga memberikan perlindungan kepada individu- individu, sebagai migrant atau pekerja migrant, instrumen internasional yang berkaitan dengan hal tersebut adafah Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families. Dalam konvensi ini dinyatakan bahvva The right to life of migrant workers and members of their families shall be protected by law. Perlindungan hukum tidak hanya dari negara penerima saja tetapi juga dari negara di mana pekerja tersebut berasal. Perlindungan terhadap migrant workers, merupakan perluasan dari hak-hak asasi manusia yang perlu mendapatkan perlindungan hukum. Yang menjadi masalah adalah illegal migrant worker, sebagaimana dikemukakan oleh Leonard M. Hammer, bahwa the situation of illegal migrant workers is especially problematic, exemplify [ing] the jurisdiclional between state sovereignty and its control over immigration versus obligation on the State to uphold the human rights of all individuals found within a Slate s territory. 59 58 Ibid, hal. 24. 59 Leonard M. Hammer, 1999, Migrant Workers in Israel: Towards proposing a Framework of Enforceable Customary International Human Rights, Netherlands Quaterlv of Human Rights, hal. 5. Universitas Sumatera Utara Hak-hak tersebut secara jelas tercantum dalam Article 8, yang menyatakan sebagai berikut : Migrant workers and members of their families shall be free to leave any State, including their State of origin. Rhis right shall not be subject to any restrictions except those that are provided by law, are necessary to protect national security, public order, public health or morals or the rights and freedoms of others and are consistent with the other rights recognized in the present part of the Convention. 60. Selain memiliki hak untuk dilindungi secara hukum, migrant worker pun memiliki beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mendapatkan perlindungan. Hal-hal apa yang perlu mendapatkan perhatian adalah sebagai berikut : 1. No migrant worker or member of his or her family shall be held in slavery or servitude. 2. No migrant worker or member of his or her family shall be required to perform forced or compulsory labour. 61 Konvensi tersebut dimaksudkan agar migrant workers terbebas dari segala bentuk perbudakan, serta tekanan-tekanan. Negara harus memberi sanksi kepada setiap orangkelompok orang yang melakukan kekerasan kepada migrant workers, between state sovereignty and its control over immigration versus obligation on the State uphold the human rights of all individuals found within a State s territory. 62 60 Harkristuti Harkrisnowo, Op, Cit., hal. 2. 61 Ibid,. 62 Leonard M. Hammer, 1999, Migrant Workers in Israer Leonards proposing a Frainwork of Enforceable Customary International Human Rights, Nederland aterly of Human Rights. Hal. 5. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, nyatalah bahwa human trafficking” sangat penting untuk diperhatikan dan ditangani bersama. Untuk itu, lembaga-lembaga internasional telah pula mengatur masalah tersebut dalam instrumen Internasional. Dalam Article 3 Protocol To Prevent, Suppress And Punish Trafficking In Persons, Especially Women And Children, Supplementing The United Nations Convention Against Transnational Organized Crime, trafficking diartikan sebagai berikut: Trafficking in persons” shall mean the recruitment, transportation, transfer,harbouring or receipt of persons, by means of the threat or use of force or other forms of coercion, of abduction, of fraud, of deception, of the abuse of power or of a position of vulnerability or of the giving or receiving of payments or benefits to achieve the consent of a person having control over another person, for the purpose of exploitation of the prostitution of others or other forms of sexual exploitation, forced labor or services, slavery or practices similar to slavery, servitude or the removal of organs. 63 Pengertian trafficking in persons” memiliki perbedaan dengan apa yang disebut sebagai smuggling, yang diartikan sebagai berikut: Smuggling of migrants shall mean the procurement, in order to obtain, directly or indirectly, a financial or other material benefit, of the illegal entry of a person into a Stale Parly of which the person is not a national or permanent resident. Dengan demikian, berdasarkan paparan pengertian tersebut di atas, terdapat perbedaan yang cukup tajam antara trafficking in persons” dengan smuggling”. Smuggling lebih menekankan pada pengiriman secara illegal orang-orang dari suatu negara ke negara lain, yang menghasilkan keuntungan bagi smuggler. Dalam pengertian smuggling tidak terkandung adanya Universitas Sumatera Utara eksploitasi terhadap orang-orang. Mungkin akan terjadi bahwa akan terdapat korban dalam pengiriman itu, tetapi itu bukanlah merupakan hal yang mendasar. Inti dari pengertian smuggling adalah adanya pengiriman transport orang-orang secara illegal dari suatu negara ke Negara lain. Sedangkan trafficking memiliki target khusus, yaitu orang-orang yang dikirim merupakan obyek ekploitasi. Dengan demikian, sejak awal telah terdapat keinginan untuk mengekploitasi orang-orang. Adanya unsur deception” dan coercion” merupakan unsur yang esensiil dalam trafficking in persons”. 64 Bahwa kemudian, ada satu instrumen lagi yang perlu mendapatkan perhatian adalah South Asian Association for Regional Cooperation SAARC Convention on Preventing and Combating Traffiking in Women ard Children for Prostitution. 65 SAARC dimaksudkan untuk mencegah dan membasmi perdagangan wanita dan anak, dengan tujuan untuk prostitusi. Sangat disadari bahwa di wilayah Asia Selatan telah banyak terjadi perdagangan wanita dan anak, dengan tujuan untuk prostitusi, yang dilakukan oieh kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi. Oleh karena itu, negara-negara yang tergabung dalam SAARC, diharuskan untuk melakukan pemberantasan dan pencegahan 63 Ibid,. 64 Frank Laczko, Amanda Klekowski von Koppenfels dan Jana Barthel, September 2002, Trafficking in Women from Central and Eastern Europe: A Review of Statistical Data, European Conference On Preventing And Combating Trafficking In Human Beings: Global Challenge For 21st Century, Brussels, Belgium, hal. 2. 65 SAARC diadopsi pada Bulan Januari 2002, dengan negara anggota: Bangladesh, Bhutan, India, Maldives, Nepal, Pakistan, dan Sri Lanka. Universitas Sumatera Utara terhadap akti vitas ini, dengan cara menetapkan aktivitas ini sebagai kejahatan yang dapat dipidana. Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia ini mengatur lebih rinci tentang larangan memperlakukan seseorang menjadi sasaran penyiksaan, dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam dan tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, seperti yang disebutkan dalam pasal 5 deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan pasal 7 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik. 66 Pasal 2 Konvensi ini menekankan setiap negara untuk mengambil langkah administrasi, hukum atau langkah-langkah efektif untuk mencegah penyiksaan di dalam wilayah kekuasaan negaranya. Selain beberapa instrumen hukum internasional yang telah dijelaskan sebelumnya. Sebenarnya masih banyak instrumen hukum internasional lainnya yang mengkriminalisasi kejahatan perdagangan orang. 66 International Organization for Migration IOM, Op. Cit., hal. 14. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN

Dokumen yang terkait

Penerapan Undang-Undang nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Kajian Putusan No.1554/Pid.B/2012/PN.Mdn)

2 99 187

IMPLEMENTASI RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG.

0 0 1

Penerapan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orangdengan eksploitasi anak dibawah umur dengan undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

0 0 1

Pelaksanaan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 0 14

Pelaksanaan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 0 3

Pelaksanaan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 0 35

Pelaksanaan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 1 59

Pelaksanaan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 0 7

PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG(Kajian Putusan No.1554Pid.B2012PN.Mdn) SKRIPSI

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN - Analisa Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Putusan Hakim Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

0 0 28