4. Penjualan Bayi
Penjualan bayi, atau menawarkan bayi yang didapatkan dari ibunya untuk diadopsi, adalah isu yang penuh kontroversi dalam wacana perdagangan
orang global. Sementara para aktivis hak anak dan pro-adopsi meyakini bahwa setiap anak berhak atas masa depan yang aman dan adil dengan kesempatan
yang sama; dari perspektif seorang ibu, dipaksa berpisah dengan anak untuk diadopsi adalah berlawanan dengan haknya untuk membesarkan anaknya
sendiri. Lagi pula, tanpa mengurangi masalah-masalah hukum dan moral yang melingkupi penjualan bayi, mungkin perlu untuk diteliti tujuan dari
penjualan tersebut sebelum menggolongkan perbuatan semacam itu sebagai bentuk perdagangan orang.
86
Penjualan bayi yang terkadang digunakan sebagai cara untuk menghindari persyaratan resmi adopsi, mencakup pemindahan seorang anak
dengan paksaan atau bujukan, atau situasi di mana penipuan atau kompensasi berlebihan digunakan untuk mempengaruhi pelepasan seorang anak. Penjualan
bayi bukan jalan adopsi yang bisa diterima dan melibatkan banyak hal yang sama dengan unsur perdagangan orangtrafiking .
“Meskipun penjualan bayi adalah ilegal, bukan berarti hal ini dapat dianggap perdagangan orang jika dilakukan dengan tujuan adopsi, berdasarkan
Akta Perlindungan Korban Perdagangan orang, Protokol PBB tentang Perdagangan orang dan Penjualan Anak-anak, Konvensi Den Haag tentang
Perlindungan Anak-anak dan Kerja Sama dalam Adopsi Antar-Negara Tahun
86
ICMC dan ACILS, Op. Cit., hlm. 47.
Universitas Sumatera Utara
1993, dan definisi adopsi yang dibuat oleh yurisdiksi AS U.S. Departement of State, 2005.
Untuk mengetahui siapa orang tua bayi yang menjadi korban perdagangan anak, dapat dilakukan tes DNA. Tes DNA tersebut, akan
dilakukan apabila ada orang tua atau siapapun yang mengaku keluarga atau orang tua si bayi. Tes DNA bertujuan mengantisipasi adanya orang tua yang
mengaku sebagai keluarga atau saudara dari anak yang menjadi korban penjualan manusia.
87
5. Lingkaran pengemis terorganisir.
Sejumlah kajian provinsi menemukan bukti bahwa anak-anak miskin direkrut dan dibawa ke tempat lain oleh sejumlah orang yang menangguk
keuntungan dari penghasilan mereka. Dalam beberapa kasus, mereka dipindahkan masih di dalam provinsi yang sama contohnya di Bali, atau ke
provinsi-provinsi lain seperti dari Sulawesi Selatan ke Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau.
Dua LSM dari Tanjung Pinang di Kepulauan Riau, dan Bontang di Kalimantan Timur melaporkan adanya pengemis-pengemis anak dalam
kelompok umur 10-15 tahun yang diorganisasi oleh kelompok orang dari Gowa Sulawesi Selatan, juga ada yang berasal dari Janeponto, salah satu Kabupaten
termiskin di Sulawesi Selatan. Orangtua anak-anak tersebut diberi sejumlah
87
“Dengan adanya tes DNA, diharapkan bagi aparat penegak hukum dapat membantu dalam memberantas tindak pidana perdagangan orang di indonesia. Hal ini dapat dilakuakan
juga sebgai upaya preventif dalam pencegahan.
Universitas Sumatera Utara
uang, kemudian bekerja dari pagi hingga malam, mengumpulkan sedekah, dan mereka harus memenuhi target penghasilan tertentu.
88
Kedua LSM melaporkan bahwa sebagian dari pendapatan tersebut dibagi antara pengemis dengan pengelolanya. Namun tidak ada yang dapat
memastikan uang mereka kumpulkan tersebut untuk kepentingan panti asuhan. Laporan serupa juga datang dari Bali. Menurut LSM setempat, anak – anak
dari Kabupaten Karang Asem dan Buleleng dibawa ke Denpasar untuk mengemis, nampaknya mereka ditempatkan di daerah tertentu untuk
mengemis. Pendapatan mereka setiap harinya dikumpulkan oleh orang yang mengkoordinir.
89
Hal ini dilaporkan sebagai sebuah kecenderungan baru. Sayangnya tidak tersedia informasi yang memadai tentang sejauh mana permasalahan tersebut,
dan sifat eksploitasi apa yang dialami pengemis-pengemis anak tersebut.
6. Kawin Kontrak