Tabel 4.13 Pengaruh waktu perendaman 7 gram kitosan terhadap penyerapan kolesterol dari lemak kambing
No Waktu
menit area
Berat mg Kadar
mgml penyerapan
1 8717.937
834.3 33.372
2 15
7759.026 594.4
23.776 28,75
3 30
7632.717 562.8
22.512 32,54
4 45
7542.781 540.3
21.612 35,23
5 60
7468.035 521.6
20.864 37,48
4.3 Pembahasan
4.3.1. Penentuan Derajat Deasetilasi
Analisis kuantitatif dari spektroskopi FT-IR dapat dilakukan berdasarkan spectrum Infra merah yang dihasilkan, dimana penentuan derajat deasetilasi dari kitosan
menggunakan persamaan Domszy dan Robers Sugita,2009
D = 1- [A
1665
A
3450
x 11,33] x 100
dimana: A
1665
= absorbansi pada bilangan gelombang 1665 cm
-1
A
3450
= absorbansi pada bilangan gelombang 3450 cm
-1
1,33 = tetapan yang diperoleh dari perbandingan A
1665
A
3450
untuk kitosan dengan asetilasi penuh
Maka besarnya nilai dari Derajat Deasetilasi kitosan kepiting adalah 100
33 ,
1 1
1
3450 1655
×
×
− =
A A
DD
100 33
, 1
1 3450
58 ,
3425 1655
07 ,
1651 1
×
×
− =
DD
100 33
, 1
1 11818251
85 ,
2732520 1
×
×
− =
DD
Universitas Sumatera Utara
100 1726
, 23
, 1
× −
= x
DD DD = 82,65
Berdasarkan Proton Laboratories Inc. Nuraida,2000 yang menyatakan bahwa kitosan memiliki derajat deasetilasi
≥ 70 maka dapat dinyatakan bahwa proses deasetilasi kitin pada penelitian sudah berhasil memperoleh polimer kitosan.
4.3.2 Analisa Spektrum FT-IR
Analisa dengan menggunakan spectrum infra merah ini digunakan untuk memberikan informasi tentang adanya perubahan gugus fungsi yang menandakan adanya interaksi
secara kimia. Hasil dari spektrum infra merah dapat dilihat pada lampiran.
Spektroskopi FT-IR dari kitin dan kitosan secara umum menunjukkan adanya kesamaan gugus-gugus yang terdapat pada masing-masing polimer tersebut.
Perbedaan yang dapat diamati yaitu pergeseran bilangan gelombang dan perubahan nilai transmitant yang menunjukkan kuantitas dari gugus tersebut di dalam polimer.
Pada masing-masing polimer yang dikarakterisasi terdapat juga gugus-gugus lain seperti ulur O-H, ulur N-H, ulur C-H, ulur C-O dan ulur C-N. Ulur O-H pada
masing- masing polimer telihat membentuk spektra yang melebar ke bawah sehingga ulur N-H yang juga berada pada daerah ini tidak dapat diamati. Adanya ulur N-H
dapat diperjelas dengan adanya tekukan N-H pada masing-masing polimer.
Ulur C-O pada polimer-polimer tersebut berasal dari gugus metanol yang melekat pada rantai polimer. Sedangkan ulur C-H berasal dari rantai utama polimer.
Adanya ulur C-H akan diperkuat dengan tekukan C-H dari metil maupun metilen pada masing-masing polimer.
Spektra FT-IR dari kitin dan kitosan yang dihasilkan telah menunjukkan gugus-gugus yang seharusnya ada di dalam polimer kitin dan kitosan. Besarnya
bilangan gelombang pada gugus-gugus kitin dan kitosan dapat dibandingkan dengan
Universitas Sumatera Utara
spektra FT-IR dari kitin dan kitosan standar untuk melihat kualitas dari kitin dan kitosan yang dihasilkan.
Tabel 4.14 Perbandingan spektra FT-IR kitin dan kitosan dengan standarnya
Gugus terkait Kitin standar cm
-1
Kitin cm
-1
Kitosan standar cm
-1
Kitosan cm
-1
Ulur O-H 3437,50
3448,72 3446
3425,58 Ulur C-H
2930,69 2931,80
2916 2877,79
Ulur C=O 1630
1635,64 1650
1651,07 Tekuk N-H
1565,70 1558,48
1591 1566,20
Tekuk C-H 1384,08
1381,03 1380
1381,03 Ulur C-N
1317,50 1319,31
1312,50 1319,81
Ulur C-O 1073,93
1072,42 1089
1072,42 Denas,2002
Pada spektrum FT-IR untuk kitosan kepiting yang didapat, terlihat bahwa masih terdapatnya gugus fungsi C=O. Hal ini sebabkan karena sebenarnya kitin
ataupun kitosan merupakan ko-polimer N-asetil-D-Glukosamin dan D-Glukosamin. Kitin biasanya
mempunyai derajad deasetilasi kurang dari 10 . Secara umum derajat deasetilasi untuk kitosan sekitar 60 dan sekitar 90-100 untuk kitosan yang mengalami
deasetilasi penuh. L.H Rahayu, 2007
4.3.3 Pengaruh kitosan terhadap kadar kolesterol