Kohesi Gramatikal

1) Kohesi Gramatikal

a. Pengacuan (referensi)

Pengacuan (referensi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual lain yang mendahului atau mengikutinya. Sebagai alat kepaduan antarkalimat dalam WRB dapat dilihat sebagai berikut ini:

1) Pengacuan Persona

a) DT.1/SP/7 JAN/11

(48) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, terpisah

dari rombongannya. (49) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina. (DT.1/SP/Jan/11) dari rombongannya. (49) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina. (DT.1/SP/Jan/11)

commit to user

(50) Mengetahui tentara itu dikejar oleh shabab, sang tuan

mempersilakannya masuk. Tuan rumah melindunginya,

bahkan nyonya rumah itu menyediakan kopi. (51) Dalam sebuah perbincangan mengenai gerakan perlawanan tanpa kekerasan, satu bulan kemudian, tuan rumah itu, Ahmad , menyatakan, “Agama dan adat memungkinkan kami untuk melindungi kemanusiaan kami.” Dia menambahkan, “Inilah sebabnya mengapa nirkekerasan penting bagi kami. Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami, kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan akan memberinya kopi lagi.” .

Pada WRB (48) terdapat pronomina persona ketiga tunggal

bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata rombongannya. Kata –nya

tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Sementara itu, pada WRB (49) terdapat dua acuan, yang pertama yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya pada kata jiwanya dan yang kedua yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia. Pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu

tentara Israel. Sejenis dengan pengacuan pada WRB (48), kata –nya

pada WRB (49) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Selanjutnya masih dalam tuturan yang sama, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara Israel. Dengan ciri-ciri tersebut pada WRB (49) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Selanjutnya masih dalam tuturan yang sama, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara Israel. Dengan ciri-ciri tersebut

commit to user

maka dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Selanjutnya pada WRB (50) terdapat dua acuan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, yakni pada kata mempersilakannya dan melindunginya. Kedua pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara Israel. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Pada WRB (51) terdapat tiga acuan,yaitu pronominal persona pertama jamak bentuk bebas kami, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia, dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya. Kata kami mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Ahmad dan istrinya yang merupakan pemilik rumah yang menolong tentara Israel yang dikejar oleh para shabab. Hal tersebut berhubungan dengan tuturan yang terdapat pada WRB (50). Maka kata kami merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Selanjutnya pronomina ketiga tunggal bentuk bebas dia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Ahmad, maka dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Sedangkan kata –nya pada memberinya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara( Israel) yang merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat Pada WRB (51) terdapat tiga acuan,yaitu pronominal persona pertama jamak bentuk bebas kami, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia, dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya. Kata kami mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Ahmad dan istrinya yang merupakan pemilik rumah yang menolong tentara Israel yang dikejar oleh para shabab. Hal tersebut berhubungan dengan tuturan yang terdapat pada WRB (50). Maka kata kami merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Selanjutnya pronomina ketiga tunggal bentuk bebas dia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Ahmad, maka dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Sedangkan kata –nya pada memberinya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu tentara( Israel) yang merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat

commit to user

anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

b) DT.2/SP/21JAN/11

(52) Bagi penulisnya, Dr. Hj. Sri Mulyati, MA, karya yang diangkat dari disertasinya ini merupakan kontribusi studi tentang tarekat di Indonesia. Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan penting.(DT.2/Jan/SP/11)

(53) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suralaya tidak hanya dalam tata cara praktik, namun juga spiritual. (DT.2/Jan/SP/11)

(54) Dicontohkan, metode zikir yang diciptakan dan diterapkan Abah Anom, itu bagian dari usahanya merehabilitasi korban obat terlarang dan gangguan mental lainnya yang mencerminkan kegiatan spiritual yang dilembagakan. (DT.2/Jan/SP/11)

Pada WRB (52) terdapat dua acuan, yakni pronomina persona

ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata penulisnya dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia. Kata –nya

mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sesudahnya,yaitu Dr. Hj. Sri Mulyati, MA. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat kataforis karena acuannya disebutkan setelahnya atau antesedennya berada di sebelah kanan. Selanjutnya kata dia yang juga mengacu pada pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sesudahnya,yaitu Dr. Hj. Sri Mulyati, MA, maka kata dia merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Sementara itu pada WRB (53) yang masih berkaitan dengan WRB (52) dan juga terdapat yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya pada kata penulisnya, yang tidak jauh Sementara itu pada WRB (53) yang masih berkaitan dengan WRB (52) dan juga terdapat yakni pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya pada kata penulisnya, yang tidak jauh

commit to user

berbeda pada WRB (52). Kata –nya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya,yaitu Dr. Hj. Sri

Mulyati, MA. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya

merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Pada WRB (54) terdapat pronomina persona ketiga tunggal

bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata usahanya. Kata –nya

mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Abah Anom. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

c) DT.3/SP/4FEB/11

(55) Bertuhan seolah hanya dimonopoli para ulama, kiai, ustad, dsb. Padahal, profesi apapun kita mempunyai cara tersendiri dalam bertuhan, termasuk para artis yang juga dikenal sebagai kaum selebritis.

(56) Kehidupan glamor para artis inilah yang menjadi inspirasi bagi penulis buku ini, Bambang Saputra, sehingga menuangkan idenya ke dalam buku Artispun Bertuhan, yang mengungkap sisi religiusitas para artis.

(57) Oleh karena itu, buku ini merupakan upaya mengungkap realitas paling dalam selebritis mendekatkan diri kepada Tuhan.

mengaktualisasikan diri dalam bertuhan. (58) Selama ini di masyarakat terkesan ada yang sengaja ditutupi dengan rasa sok suci. Kelompok ini sering menuding dan berteriak orang lain di luar dirinya/kelompoknya dinyatakan kafir. Ada yang menyatakan seseorang tidak beriman dan sesat. Katanya, alat ukurnya Alquran.

(59) Apakah mereka hakim spiritual yang diangkat Tuhan?

(60) Nabi gelisah karena banyak persoalan umat di zamannya

membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelesaikannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelesaikannya

commit to user

sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak?

(61) Kita tidak mengetahui orang lain dalam kesunyiannya sebenarnya juga mengamalkan ajaran agama. (62) Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka, karena kita belum tentu lebih baik dibanding mereka. “Saya percaya bahwa pelacur pun pasti masih punya hati nurani.

(63) Itulah dunia yang kita hadapi sekarang. (64) Ia mengungkap, mengeksploitasi berbagai rahasia spiritual

dan pengalaman religious para artis. “Saya mencoba mencoba mengungkapkan cara-cara para artis dalam bertuhan, menjalankan ibadah, model zikir dan muhasabah,persepsi,pengalaman, dan kerinduan mereka akan

Tuhan,” ujarnya. (65) Karya ini mengungkapkan pengalaman hubungan para artis dengan Tuhan di ruang-ruang privasi mereka. (66) Musisi dan pencipta lagu Deddy Dores pun mengatakan, “Ini buku penting, supaya kita tahu ada sisi lain dari dunia artis.

Bukan glamornya saja.” (67) Bambang yang juga ustad muda ini mengatakan para artis/seniman adalah orang-orang yang dikarunia Allah SWT jiwa kelembutan. Lewat kemampuan mereka dalam seni akting, bernyanyi, melukis,dan lainnya tentu mengantarkan mereka pada tingkat kesyahduan dalam beribadah.

(68) Bila kita menyimak cara mereka bertuhan,beribadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman serta kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan.

Pada WRB (55) terdapat kata kita yang merupakan pronominal persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana tersebut diucapkan penulis kepada pembaca untuk meyakinkan pembaca bahwa setiap orang memiliki cara sendiri dalam bertuhan, seperti yang tertulis dalam tuturan tersebut. Maka kata kita dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selanjutnya pada WRB (56) ditemukan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata idenya. Kata –nya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Bambang Saputra. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

WRB (57) terdapat pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni selebritis. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri).

Pada WRB (58) ditemukan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata dirinya/kelompoknya dan katanya. Kata –nya mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada individu ataupun kelompok masyarakat yang yang bersikap keras dan dapat dikatakan radikal, mereka yang berpendapat seperti yang tertulis di WRB (58) bahwa orang lain di luar diri atau kelompok mereka dinyatakan kafir. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan tadi, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Berikutnya WRB (59), dalam wacana tersebut ditemukan pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain di luar bahasa, yakni pada individu ataupun kelompok masyarakat yang suka menghakimi kadar keimanan seseorang didasarkan pada sudut pandang mereka sendiri. Maka kata Berikutnya WRB (59), dalam wacana tersebut ditemukan pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain di luar bahasa, yakni pada individu ataupun kelompok masyarakat yang suka menghakimi kadar keimanan seseorang didasarkan pada sudut pandang mereka sendiri. Maka kata

commit to user

mereka dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks).

Pada WRB (60) terdapat kata zamannya, kata tersebut mengandung unsur nya yang merupakan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan. Kata nya yang menempel pada zamannya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Nabi. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Hampir sama dengan analisis pada WRB (55), pada WRB (61) juga ditemukan kata kita yang merupakan pronominal persona pertama jamak bebas. Kata kita mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana tersebut diucapkan penulis kepada pembaca untuk meyakinkan pembaca bahwa setiap orang memiliki keterbatasan dalam “melihat” pengamalan ajaran agama yang dilakukan oleh orang lain, seperti yang tertulis dalam tuturan tersebut. Oleh karena itu kata kita dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks).

Pada WRB (62) terdapat tiga acuan, yakni pronomina persona pertama jamak bebas kita, pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, dan pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya. Kata kita mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa dalam wacana tersebut penulis berusaha menyampaikan kepada pembaca agar sebagai sesama manusia tidak

saling menghina meskipun orang tersebut bukan orang “baik”. Kata kita dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal saling menghina meskipun orang tersebut bukan orang “baik”. Kata kita dalam tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal

commit to user

pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks). Berikutnya pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni pelacur. Sehingga kata mereka dapat disimpulkan merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Sementara itu acuan terakhir dalam WRB (62), yakni pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya. Kata saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni penulis buku atau lebih jelasnya Bambang Saputra. Maka kata saya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri).

Pada WRB (63) terdapat kata kita yang merupakan pronominal persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Selanjutnya, maka kata kita dalam tuturan tersebut dapat dikatakan sebagai jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora (karena acuannya berada di luar teks atau koteks).

Lebih banyak dari WRB (62) yang mengandung tiga acuan, WRB (64) mengandung empat acuan sekaligus, yaitu pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia, pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya, pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata ujarnya. Pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu penulis buku Bambang Saputra. Acuan tersebut terdapat pada paragraf lain di depan tuturan tersebut. Dengan ciri-ciri tersebut maka ia merupakan jenis kohesi gramatikal Lebih banyak dari WRB (62) yang mengandung tiga acuan, WRB (64) mengandung empat acuan sekaligus, yaitu pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia, pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya, pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka, dan pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan –nya, pada kata ujarnya. Pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu penulis buku Bambang Saputra. Acuan tersebut terdapat pada paragraf lain di depan tuturan tersebut. Dengan ciri-ciri tersebut maka ia merupakan jenis kohesi gramatikal

commit to user

pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri. Berikutnya pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya, tidak berbeda dengan kata ia, saya pada tuturan tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu penulis buku Bambang Saputra. Oleh karena itu kata saya termasuk dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri. Sementara itu kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Dan yang terakhir kata –nya, pada ujarnya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Bambang

Saputra. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya

merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri.

Pada WRB (65) terdapat pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri). Hal ini mirip dengan kata mereka yang terdapat pada WRB (64) yang juga mengacu pada kata artis.

Pada WRB (66) terdapat kata kita yang merupakan pronomina persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar Pada WRB (66) terdapat kata kita yang merupakan pronomina persona pertama jamak bebas, yang mengacu pada unsur di luar

commit to user

bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Kata kita dalam tuturan tersebut dapat digolongkan dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks.

Kemudian pada WRB (67) ditemukan dua pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka. Kedua kata mereka tersebut sama- sama mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis/seniman. Maka kata mereka merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri).

Terakhir pada WRB (68) juga ditemukan pronomina yang sama dengan pronomina yang terdapat pada WRB (55), (61), (62), (63), dan (66), yakni pronomina persona pertama jamak bebas kita, yang mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer ) sendiri dan pembaca. Sejalan dengan yang terdapat pada wacana-wacana kata kita dalam tuturan tersebut dapat digolongkan dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks. Selain pronominal tersebut juga pronomina persona ketiga jamak bentuk bebas mereka yang tidak berbeda dengan pronominal yang ditemukan pada WRB (67). Seperti pada WRB tersebut kata mereka mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni artis/seniman. Maka kata mereka juga merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d) DT.4/SP/4MAR/11

(69) Demikian pula buku ini, dengan diberi subjudul Zikir untuk Manajemen Sumber Daya Manusia, ini mengarahkan pada pemahaman kita sebagaimana udara pagi.

(70) Zikir yang selama ini hanya dilakukan sebagian masyarakat, sehingga terkesan eksklusif, seharusnya dipahami sebagai pencerahan agar memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan hidup kita.

(71) Oleh karena itu, melalui buku ini kita akan menemukan potensi diri dan dengan potensi itulah diharapkan kita akan dapat mengaktualisasikan dalam pernyataan.

(72) “Zikir yang saya kembangkan dalam buku ini, pertama-tama bertujuan untuk mengenali potensi diri kita sendiri. (73) Dengan begitu, buku ini bukan lagi diperuntukkan bagi santri Pondok Pesantren Baitul Musthofa namun juga bagi kita

Pada WRB edisi 4 Maret 2011 ini, ditemukan 2 jenis pengacuan yang masing-masing terdapat pada WRB (69), (70), (71), (72), dan (73). Pengacuan persona yang pertama yakni pronomina persona pertama jamak bebas kita. Pronomina tersebut terdapat di setiap WRB yang telah disebutkan yang terdapat pada edisi 4 Maret 2011. Kesemua kata kita tersebut mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana diucapkan penulis kepada pembaca untuk melibatkan diri pembaca dalam topik yang dibahas. Selanjutnya kata kita dalam tuturan tersebut termasuk dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks.

Selain kata kita, dalam WRB (72) terdapat pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya yang mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni penulis buku atau lebih jelasnya Musthofa Kamil. Dikatakan seperti itu karena WRB (72) merupakan petikan kalimat langsung yang dikutip oleh (script writer) dari penulis buku. berdasarkan alasan tersebut maka kata saya pada tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau Selain kata kita, dalam WRB (72) terdapat pronomina pertama tunggal bentuk bebas saya yang mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana (teks) yang disebutkan sebelumnya, yakni penulis buku atau lebih jelasnya Musthofa Kamil. Dikatakan seperti itu karena WRB (72) merupakan petikan kalimat langsung yang dikutip oleh (script writer) dari penulis buku. berdasarkan alasan tersebut maka kata saya pada tuturan tersebut merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau

commit to user

koteks), yang bersifat anaforis (karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri).

e) DT.5/SP/18MAR/11

(74) Tahukah kita siapa tokoh yang merintih kedirgantaraan? (75) Pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila

mencermati buah karya para tokoh muslim. (76) Dan semua itu diungkap dalam buku yang ditulis Heri Ruslan, wartawan Republika ini. Perjalanan sejarah, menurut dia, tak akan pernah melupakan peran penting umat Islam di era keemasan.

(77) “Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan ilmiah untuk melakukan penerbangan,”

ujar sejarawan Barat Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs.

(78) Fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama. Maka tak salah bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan sistem manajemen airport mereka “Firnas”. Firnas juga diabadikan untuk nama bandara di Utara Baghdad Irak. Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan terkendali.

(79) Dengan alat semacam kendali terbang yang digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya. Dia juga bisa mengubah arah terbang. Dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur. Meski demikian, ia mengalami luka-luka saat mendarat.

Pada WRB edisi 18 Maret 2011 ini, ditemukan empat jenis pengacuan persona yang masing-masing terdapat dalam WRB (74), (75), (76), (77), (78), dan (79). Pengacuan tersebut yakni, pronomina persona pertama jamak bebas kita pada WRB (74) dan (75). Kata kita tersebut mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana diucapkan penulis kepada pembaca untuk melibatkan diri pembaca dalam topik yang dibahas, sehingga terkesan penulis dan pembaca berada dalam satu lingkaran yang memungkinkan keduanya berinteraksi secara langsung. Selanjutnya kata kita dalam Pada WRB edisi 18 Maret 2011 ini, ditemukan empat jenis pengacuan persona yang masing-masing terdapat dalam WRB (74), (75), (76), (77), (78), dan (79). Pengacuan tersebut yakni, pronomina persona pertama jamak bebas kita pada WRB (74) dan (75). Kata kita tersebut mengacu pada unsur di luar bahasa, yaitu mengacu pada penulis (script writer) sendiri dan pembaca. Hal tersebut dapat dicermati bahwa wacana diucapkan penulis kepada pembaca untuk melibatkan diri pembaca dalam topik yang dibahas, sehingga terkesan penulis dan pembaca berada dalam satu lingkaran yang memungkinkan keduanya berinteraksi secara langsung. Selanjutnya kata kita dalam

commit to user

tuturan tersebut termasuk dalam jenis kohesi gramatikal pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau koteks. Selanjutnya pengacuan keduanya, yaitu pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas dia. Terdapat dua kata dia, yakni pada WRB (76) dan (79). Kata dia pada WRB (76) mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yakni Heri Ruslan, penulis buku yang diresensi yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan ciri-ciri tersebut, maka dia termasuk jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis. Sedangkan kata dia pada WRB (79) mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang telah disebutkan sebelumya, yakni Firnas atau lengkapnya Abbas Ibnu Firnas. Sama seperti kata dia pada WRB (76), dia pada WRB (79) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis.

Selanjunya masih dalam edisi yang sama, pengacuan ketiganya

adalah pronomina persona ketiga tunggal bentuk terikat lekat kanan – nya pada WRB (77) yang melekat pada kata bukunya. Kata –nya,

pada bukunya tersebut mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang disebutkan sebelumnya, yaitu Philip K Hitti. Dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan itu, maka –nya merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks), yang bersifat anaforis karena acuannya disebutkan sebelumnya atau antesedennya berada di sebelah kiri. Terakhir, pronomina persona ketiga tunggal bentuk bebas ia yang terdapat pada WRB (79). Di dalam keduanya, kata ia mengacu pada hal yang sama, mengacu pada unsur lain yang berada di dalam wacana yang telah disebutkan sebelumya, yakni Firnas. Oleh karena itu, ia pada WRB (78) maupun (79) merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks atau koteks) yang bersifat anaforis atau antesedennya berada di sebelah kiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Pengacuan Demonstratif

a) DT.1/SP/7JAN/11

(80) Tuan rumah melindunginya, bahkan nyonya rumah itu

menyediakan kopi. (81) Padahal nyonya rumah itu adalah ibu pemuda yang baru saja

tewas tertembak patroli tentara Israel. (82) Dalam sebuah perbincangan mengenai gerakan perlawanan tanpa kekerasan, satu bulan kemudian, tuan rumah itu, Ahmad, menyatakan, “Agama dan adat memungkinkan kami untu k melindungi kemanusiaan kami.”

Pada tuturan (80), (81), dan (82) terdapat pronominal demonstratif itu yang mengacu pada tempat agak jauh dengan penutur, yaitu rumah. Dengan kata lain, penutur (script writer) ketika menuturkan kalimat itu tidak berada dekat dengan rumah yang

dimaksud, hanya kesan „dekat‟ ditampilkan sebagai penegasan atas kata rumah yang telah disebutkan dalam kalimat sebelumnya.

Pengacuan yang demikian termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya.

b) DT.2/SP/21JAN/11

(83) Di pondok pesantren ini selain diajarkan ilmu agama pada umumnya, santri di sini diajarkan dan mereka mengamalkan tarekat.

(84) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negara ini, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. (85) Namun, semua itu dapat dilalui dengan selamat dan pesantren ini dapat didirikan dan makin dikenal masyarakat. (86) Sebagai fenomena luar biasa, banyak orang penasaran dengan

keberadaan pondok pesantren ini. (87) Dalam pengamatan Mulyati, kecenderungan dan perhatian masyarakat terhadap ilmu tasawuf sekarang ini semakin meningkat.

Pada WRB edisi ini terdapat pronomina demonstratif ini pada WRB (83), (84), (85), dan (86). Pada WRB (83) kata ini mengacu pada tempat yang dekat dengan penutur (script writer) dalam tuturan Pada WRB edisi ini terdapat pronomina demonstratif ini pada WRB (83), (84), (85), dan (86). Pada WRB (83) kata ini mengacu pada tempat yang dekat dengan penutur (script writer) dalam tuturan

commit to user

ini yang dimaksudkan yakni pesantren. Hal tersebut juga tercermin pada penggunaan kata ini dalam WRB (84), (85), dan (86). Selanjutnya pengacuan tempat tersebut termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis. Selain bentuk pengacuan demonstratif tempat pada WRB edisi ini juga terdapat pengacuan demonstratif waktu yang terdapat pada WRB (87). Pada WRB (87) tedapat pronomina demonstratif sekarang ini yang mengacu pada waktu kini. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks wacana atau tidak tertulis dalam wacana tersebut.

c) DT.3/SP/4FEB/11

(88) Itulah dunia yang kita hadapi sekarang. (89) Bila akhir-akhir ini ada artis kedapatan menggunakan

narkoba, ada yang terlibat video mesum, dsb, bukankah profesi lainnya demikian?

Pada WRB (88) dan (89) terdapat pengacuan demonstratif waktu, diantaranya yaitu penggunaan satuan lingual sekarang pada WRB (88) yang mengacu pada waktu kini. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks atau wacana. Selanjutnya pada WRB (89) terdapat pronomina demonstratif akhir-akhir ini yang juga mengacu pada waktu kini atau dalam kurun waktu dekat ini, yaitu sekitar tahun 2010-2011. Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora.

d) DT.5/SP/18MAR/11

(90) Kekhalifahan Islam yang sempat berjaya pada abad pertengahan telah memberikan sumbangsih sangat ternilai bagi peradaban modern. Bahka boleh jadi tanpa kontribusi dari pemimpin, ilmuwan, dan cendikiawan muslim era itu, dunia tak akan mengalami lompatan kemajuan seperti

sekarang.

(91) Para ahli Barat pun saat ini mengakui. “Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan (91) Para ahli Barat pun saat ini mengakui. “Ibnu Firnas adalah manusia pertama dalam sejarah yang melakukan percobaan

commit to user

ilmiah untuk melakukan penerbangan,” ujar sejarawan Barat Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs.

Penggunaan satuan lingual era itu pada WRB (90) mengacu pada waktu lampau, yaitu seperti yang telah disebutkan sebelumnya pada abad pertengahan saat kekhalifahan Islam Berjaya. Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada antesedennya yang berada di sebelah kirinya. Sedangkan pada WRB (91) terdapat penggunaan pronomina demonstratif saat ini yang mengacu pada waktu kini, yaitu pada kurun waktu saat kalimat itu dituturkan oleh penuturnya (sejarawan Barat Philip K Hitti). Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks.

3) Pengacuan Komparatif

a) DT.1/SP/7JAN/11

(92) Kami tidak pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami.

(93) Padahal ayat-ayat cinta/damai lebih banyak dibandingkan

ayat perang. (94) Kelebihan buku ini adalah tidak hanya mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis sebagaimana buku-buku lain.

Satuan lingual seperti pada WRB (92) merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara sikap kami (mengacu pada pasangan suami istri rakyat Palestina) yang tidak membenci musuhnya dengan orang Israel yang memiliki sikap sebaliknya. Sementara itu pada WRB (93) terdapat satuan lingual dibandingkan dengan merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara jumlah ayat-ayat dalam Alquran yang bernapaskan cinta atau damai dengan ayat-ayat dalam Alquran yang bertemakan perang. Selanjutnya pada satuan lingual sebagaimana pada WRB (94) adalah pengacuan komparatif yang Satuan lingual seperti pada WRB (92) merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara sikap kami (mengacu pada pasangan suami istri rakyat Palestina) yang tidak membenci musuhnya dengan orang Israel yang memiliki sikap sebaliknya. Sementara itu pada WRB (93) terdapat satuan lingual dibandingkan dengan merupakan pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara jumlah ayat-ayat dalam Alquran yang bernapaskan cinta atau damai dengan ayat-ayat dalam Alquran yang bertemakan perang. Selanjutnya pada satuan lingual sebagaimana pada WRB (94) adalah pengacuan komparatif yang

commit to user

mengacu pada perbandingan persamaan substansi antara buku yang diresensi yakni yang berjudul Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, Teori dan Praktik dalam mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis dengan buku-buku lain yang membahas hal tersebut.

b) DT.3/SP/4FEB/11

(95) Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka, karena kita belum tentu lebih baik dibanding mereka.

Satuan lingual dibanding pada WRB (95) adalah pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara akhlak orang biasa yang biasanya dianggap lebih baik dan lebih tinggi derajatnya dengan seorang pelacur yang lebih sering dipandang sebelah mata.

c) DT.4/SP/4MAR/11

(96) Untuk Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk membuka hati pembaca agar terjadi pencerahan. Ibarat pada pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Udara yang sumpek akan menyesakkan napas, sehingga akan melemahkan semangat. Dengan udara baru yang segar, akan memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan.

Pada WRB (96) terdapat penggunaan kata ibarat yang mengacu pada perbandingan persamaan antara isi buku yang dimaksudkan untuk membuka hati bagi para pembaca agar terjadi pencerahan dengan suasana di pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Dengan kata lain dengan membaca buku kita juga akan mendapatka kesegaran dan pencerahan yang diandaikan seperti saat kita menghirup dan menikmati udara di pagi hari.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Penyulihan (Substitusi)

Di dalam WRB samping dengan pengacuan (referensi), kohesi gramatikal juga tergambar melalui penyulihan atau substitusi. Substitusi adalah penggantian satuan lingual tertentu yang telah disebut dengan satuan lingual yang lain. Dilihat dari segi satuan lingualnya, substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausa. Berikut ini pola penyulihan atau substitusi yang terdapat pada WRB:

1) DT.1/SP/7JAN/11

(97) Tentara Israel mengejar para shabab, anak muda Palestina yang berumur 10-12 tahunan. Anak-anak muda itu melakukan pembangkangan.

Pada WRB (97) satuan lingual nomina shabab yang telah disebutkan sebelumnya digantikan oleh satua lingual nomina pula yakni anak-anak muda. Karena satuan lingual yang berkategori nomina tersebut digantikan dengan satuan lingual lain yang berkategori sama, maka substitusi tersebut termasuk dalam substitusi nominal.

2) DT.3/SP/4FEB/11

(98) Dan, untuk mendalami kehidupan selebritis, lulusan Fakultas Syari’ah IAIN Medan ini menjadikan sejumlah

artis sebagai narasumber.

WRB (98) kata lulusan Fakultas Syari’ah IAIN Medan

merupakan substitusi dari penulis buku, yakni Bambang Saputra. Dalam wacana tersebut memang tidak tertulis secara berurutan antara nama penulis dengan substitusinya namun hal tersebut dapat diperkuat dengan adanya pernyataan langsung yang mendahuluinya yang tercermin pada tuturan berikut ini, menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka,

karena kita belum tentu lebih baik disbanding mereka, “ Saya percaya bahwa seorang pelacur pun pasti masih punya hati nurani.” Karena karena kita belum tentu lebih baik disbanding mereka, “ Saya percaya bahwa seorang pelacur pun pasti masih punya hati nurani.” Karena

commit to user

satuan lingual yang digantikan merupakan nomina dan digantikan dengan satuan lingual yang berkategori yang sama, maka disebut substitusi nomina.

3) DT.4/SP/4MAR/11

(99) Metode yang diungkap dalam buku ini, menurut penyuntingnya, Mh Zaelani Tammaka, awalnya hanya diajarkan di lingkungan pondok pesantren yang didirikan oleh Musthofa Kamil, yakni Pondok Pesantren Baitul Musthofa, beralamat, di Kedungtukul RT o0/RW VII Mojosongo, Jebres, Solo. Setelah penulisnya meninggal dunia, untuk mengabadikan gagasan-gagasan sekaligus mengenang setahun wafatnya, diterbitkan buku ini.

WRB (99) satuan lingual Musthofa Kamil yang telah disebutkan terlebih dahulu digantikan oleh satuan lingual nomina pula, yakni kata penulisnya. Oleh karena itu peristiwa penggantian satuan lingual di atas termasuk substitusi nomina karena satuan lingual yang diganti maupun yang menggantikan merupakan nomina.

4) DT.5/SP/18MAR/11

(100) Siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah pikiran karena penemuan-penemuannya? Pertanyaan- pertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim.

WRB (100) satuan lingual buah pikiran yang telah disebutkan terlebih dahulu digantikan oleh satuan lingual nomina pula, yakni kata buah karya. Oleh karena itu, peristiwa penggantian satuan lingual di atas termasuk substitusi nomina karena satuan lingual yang diganti maupun yang menggantikan merupakan nomina.

c. Pelesapan (Elipsis)

1) DT.1/SP/7JAN/11

(101) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, terpisah

dari rombongannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(102) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, masuk ke sebuah rumah warga Palestina.

(103) Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan akan memberinya kopi lagi.

(104) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Yang kedua adalah pasifis. Yang terakhir ini, masih dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolut, yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan, menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis.

(105) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan seperti itu.

(106) Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata.

(107) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Salah satunya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan.

Pada WRB (101) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu kata tentara. Dengan pelesapan itu wacana menjadi lebih efektif, efisien, dan wacananya menjadi padu (kohesif). Di dalam analisis wacana, unsur (konstituen) yang dilesapkan itu biasa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang Ø) pada tempat terjadinya pelesapan unsur tersebut. Dengan cara seperti itu maka peristiwa pelesapan pada tuturan (101) dapat dipresentasikan menjadi (101a), dan apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa adanya pelesapan maka akan tampak seperti (101b) berikut.

(101a) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal, Ø

terpisah dari rombongannya. (101b) Dalam pengejaran itu, seorang tentara tertinggal,

tentara terpisah dari rombongannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hal yang sama terjadi juga pada WRB (102), (103), (104), dan (105). Pada tuturan (102), yaitu pelesapan pada kata dia. Dengan demikian wacana (102) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (102a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (102b) seperti di bawah ini.

(102a) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, Ø masuk ke sebuah rumah warga Palestina.

(102b) Sendirian, tentara Israel itu dikejar oleh massa. Terancam jiwanya, dia melarikan diri, dia masuk ke sebuah rumah warga Palestina.

Selanjutnya pada (103) pelesapan terjadi pada kata kami. Wacana (103) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (103a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (103b) seperti di bawah ini.

(103a) Kami takkan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan Ø akan memberinya kopi lagi.

(103b) Kami takkan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan kami akan memberinya kopi lagi.

Selanjutnya pada (104) pelesapan terjadi pada dua, yaitu kata respons dan kata model. Wacana (104) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (104a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (104b) seperti di bawah ini.

(104a) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Ø Yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Ø Yang kedua adalah pasifis. Ø Yang terakhir ini, masih dibagi menjadi dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Ø Yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolute yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan (104a) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Ø Yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Ø Yang kedua adalah pasifis. Ø Yang terakhir ini, masih dibagi menjadi dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Ø Yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolute yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan

commit to user

menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis.

(104b) Secara umum, ada dua respons terhadap kekerasan. Respons yang pertama melawan kekerasan dengan kekerasan. Respons yang kedua adalah pasifis. Respons yang terakhir ini, masih dibagi menjadi dibagi menjadi beberapa model, ada yang masih memberi peluang dilakukan pemaksaan atau ancaman (pasifisme prudensial). Model yang lainnya adalah pasifisme kesaksian absolute yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis.

Kemudian pada tuturan (105) terjadi pelesapan pada kata nirkekerasan. Wacana (105) tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (105a) dan apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (105b) seperti di bawah ini.

(105a) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan Ø seperti itu.

(105b) Selama ini, yang dikenal perlawanan nirkekerasan adalah Gandhi. Sebenarnya, Islam mempunyai model perlawanan nirkekerasan seperti itu.

Pada WRB (106) dan (107) terdapat satuan lingual yang berupa frasa yaitu ajaran dan cerita nirkekerasan pada tuturan (106) dan klausa hal itu jarang diungkap dan klausa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan pada tuturan (107). Wacana tersebut dapat dipresentasikan kembali menjadi (106a) dan (107a) serta apabila unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (106b) dan (107b)seperti di bawah ini.

(106a) Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata Ø.

(106b) Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh (106b) Abu-Nimer, seorang professor tamu pada International Peace Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh

commit to user

dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata ajaran dan cerita nirkekerasan.

(107a) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Ø Salah satunya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan

(107b) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya

diasosiasikan dengan kekerasan? Hal itu jarang diungkap dan Islam hanya diasosiasikan dengan

kekerasan salah satu sebabnya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan.

2) DT.2/SP/21JAN/11

(108) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah. (109) Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan. Pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri, dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Kedua, di Suryalaya, sistem pendidikan yang menekankan pengajaran tarekat membedakannya dari pesantren- pesantren lain.

(110) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktis, namun juga spiritual.

Pada tuturan (108) dan (109) terdapat satuan lingual yang berupa kata, yaitu pada kata tarekat pada wacana (108) dan kata pertimbangan serta pesantren pada wacana (109). Dalam hal ini, demi efektivitas kalimat, kepraktisan. Dan efisiensi bahasa mengaktifkan pemikiran mitra bicara terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam tuturan, maka perlu dilakukan pelesapan. Tuturan tersebut dapat direpresentasikan menjadi tuturan (108a) dan (109a) serta apabila kata tersebut tidak dilesapkan justru akan menghasilkan tuturan yang tidak efektif, tidak praktis, dan tidak efisien, seperti pada tuturan (108b) dan (109b) berikut ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(108a) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni Ø Qadiriyah dan Ø Naqsabandiyah.

(108b) Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni tarekat Qadiriyah dan tarekat Naqsabandiyah.

(109a) Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan. Ø pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri, dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Ø kedua, di Ø Suryalaya, sistem pendidikan yang menekankan pengajaran tarekat membedakannya dari pesantren-pesantren lain.

(109b) Menurut dia, studi menyangkut TQN harus memerhatikan sejumlah pertimbangan. Pertimbangan pertama, Pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai ciri tersendiri, dan posisinya sebagai pusat TQN membuatnya unik. Pertimbangan kedua, di Pesantren Suryalaya, sistem pendidikan yang menekankan pengajaran tarekat membedakannya dari pesantren-pesantren lain.

Selanjutnya masih dalam data yang sama terdapat sebuah wacana lagi yang mengandung unsur pelesapan, yakni pada tuturan (110). Pada tuturan ini terjadi pelesapan frasa berupa peran TQN. Pelesapan terjadi satu kali, dengan demikian tuturan (110) tersebut dapat direpresentasikan kembali menjadi (110a) dan apabila unsur- unsurnya tidak dilesapkan maka akan menjadi (110b) sebagai berikut.

(110a) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktis, namun juga Ø spiritual.

(110b) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktis, namun juga peran TQN dalam spiritual.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) DT.3/SP/4FEB/11

(111) Tapi, menurut penulis buku ini, bukankah Alquran itu pedoman umum? Bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti.

Pada wacana (111) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu Alquran. Tuturan tersebut dapat direpresentasikan kembali menjadi (111a) dan (111b) jika unsur-unsurnya tidak dilesapkan seperti berikut ini.

(111a) Tapi, menurut penulis buku ini, bukankah Alquran itu pedoman umum? Ø Bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti.

(111b) Tapi, menurut penulis buku ini, bukankah Alquran itu pedoman umum? Alquran bukan seperti termometer yang menunjukkan angka suhu udara dengan pasti.

4) DT.4/SP/4MAR/11

(112) Setelah penulisnya meninggal dunia, untuk mengabadikan

gagasan-gagasannya

sekaligus mengenang setahun

wafatnya, diterbitkan buku ini.

Pada wacana (112) terdapat pelesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu penulis. Tuturan tersebut dapat direpresentasikan kembali menjadi (112a) dan (112b) jika unsur-unsurnya tidak dilesapkan seperti berikut ini.

(112a)Setelah

penulisnya

meninggal

dunia, untuk

mengabadikan

gagasan-gagasannya sekaligus mengenang setahun wafatnya Ø, diterbitkan buku ini. (112b)Setelah

penulisnya

meninggal

dunia, untuk

mengabadikan

gagasan-gagasannya sekaligus mengenang setahun wafatnya penulis, diterbitkan buku ini.

d. Perangkaian (Konjungsi)

1) DT.1/SP/7JAN/11

(113) Si tentara diperbolehkan pergi ketika situasi aman setelah

shabab sudah pergi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(114) Dalam sebuah perbincangan mengenai gerakan perlawanan tanpa kekerasan, satu bulan kemudian, tuan rumah itu, Ahmad, menyatakan, “Agama dan adat memungkinkan ”Agama dan adat memungkinkan kami untuk melindungi kemanusiaan kami.”

(115) Kami tidak akan pernah menjadi seperti orang Israel dan membenci musuh kami; kami akan bermurah hati kepada musuh kami. Tentara itu boleh kembali lagi dan akan memberinya kopi.

(116) Yang lainnya adalah adalah pasifisme kesaksian absolute, yang menuntut cara dan tujuan tanpa paksaan, menggunakan pasifisme sebagai strategi dalam kerangka pasifis.

(117) Abu Nimer, seorang professor tamu pada International Peace and Conflict Resolution Program, American University, Washington DC, menyebut khazanah Islam penuh dengan ajaran dan cerita nirkekerasan. Muhammad adalah contoh nyata. Demikian pula ajaran-ajaran dalam Alquran dan sunah.

(118) Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? Salah satunya adalah minimnya kajian Islam dan nirkekerasan.

(119) Premis nirkekerasan aktif ini adalah ajaran Islam yaitu adil, ihsan (berbuat baik), rahmah (kasih sayang), dan hikmah (kearifan). Sarjana muslim, Abdul Gaffar Khan, menyebutkan amal, keyakinan dan cinta.

(120) Lewat buku ini, Abu Nimer mengaitkan tiga hal yaitu pasifisme, nirkekerasan, dan bina damai (peace building). Kelebihan buku ini adalah tidak hanya mengeksplorasi ajaran Alquran dan hadis sebagaimana buku-buku lain. Alangkah lebih lengkap jika bina-damai di Indonesia dibahas. Ajaran dan tradisi dalam masyarakat muslim ini perlu dieksplorasi dan dipraktikkan masyarakat untuk mewujudkan dunia damai.

(121) Diantaranya universalitas dan kemuliaan manusia, kesetaraan, kesakralan hidup manusia, pencarian perdamaian, pembangunan perdamaian, pengetahuan dan akal, kreativitas dan inovasi, pemaafan, kesabaran, dan solidaritas.

Pada data ini terdapat sejumlah konjungsi dengan berbagai makna, pada data WRB (115) terdapat konjungsi waktu, pada tuturan (116), (117), (118, (119), (120, (121), (122), dan (123) serta pada tuturan (122) mengandung konjungsi syarat. Konjungsi ketika dan Pada data ini terdapat sejumlah konjungsi dengan berbagai makna, pada data WRB (115) terdapat konjungsi waktu, pada tuturan (116), (117), (118, (119), (120, (121), (122), dan (123) serta pada tuturan (122) mengandung konjungsi syarat. Konjungsi ketika dan

commit to user

setelah pada tuturan (115) berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu atau hubungan klausal antara klausal pertama dan klausal kedua. Selanjutnya konjungsi dan yang terdapat pada tuturan (116), (117), (118, (119), (120, (121), (122) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Konjungsi dan pada kalimat-kalimat tersebut menyatakan makna penambahan atau aditif. Selain konjungsi dan pada tuturan (22) mengandung konjungsi syarat yakni jika. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan syarat, yaitu buku Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, Teori dan Praktik akan lebih lengkap apabila di dalamnya ditambahkan pembahasan mengenai bina-damai di Indonesia.

2) DT.2/SP/21JAN/11

(122) Di pondok pesantren ini selain diajarkan ilmu agama pada umumnya, santri di sini diajarkan dan mereka mengamalkan tarekat. Pondok pesantren ini menggabungkan dua tarekat terbesar di negeri ini, yakni Qadiriyah dan Naqsabandiyah.

(123) Pesantren yang dirintis Syaikh Abdullah bin Nur Muhammad atau dikenal dengan panggilan Abah sepuh ini menjadi salah satu tempat berteduh bagi jiwa-jiwa yang gelisah dan haus nilai-nilai rohani dan kecintaan pada illahi.

(124) Pada masa perintisannya banyak mengalami kendala, baik dari pemerintah kolonial Belanda maupun masyarakat sekitar. Demikian pula secara geografis yang sulit. Namun, semua itu dapat dilalui dengan selamat dan pesantren ini dapat didirikan dan makin dikenal masyarakat.

(125) Pesantren ini didirikan pada pada 7 Rajab 1323 H atau 5 September 1905, dengan modal awal sebuah masjid di Kampung Godebag Desa Tanjung Kerta.

(126) Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Surryalaya semakin berkembang dan mendapat pengakuan serta simpati masyarakat, sarana pendidikan pun semakin bertambah, begitu pula jumlah santri yang biasa disebut ikhwan.

(127) Pertama, pesantren Suryalaya mempunyai karakteristik yang sama dengan pondok pesantren lain di Indonesia yang mempunyai cirri tersendiri, dan posisinya sebagai TQN membuatnya unik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(128) Figur KH Ahmad Sholahibulwafa Tajul Arifin atau lebih masyur disapa Abah Anom sebagai pengasuh peantren merupakan keistimewaan tersendiri.

(129) Tegasnya, menurut penulisnya, studi ini selain bertujuan menjelaskan peran TQN di bidang pendidikan di Suryalaya tidak hanya dalam tata cara praktik, namun juga spiritual. Dicontohkan, metode zikir yang diciptakan dan diterapkan Abah Anom, itu bagian dari usahanya merehabilitasi korban obat terlarang dan gangguan mental lainnya yang mencerminkan kegiatan spiritual yang dilembagakan. Oleh karena itu, hampir semua orang dari berbagai lapisan sosial, dari tukang sapu, selebritis hingga pejabat tinggi berdatangan ke Suryalaya dan menjadi murid Abah Anom.

(130) Karya ini setidaknya dapat menjawab pertanyaan: pertama, bagaimana TQN bisa menjadi ada dan terus berkembang, dan bagaimana tarekat ini ditopang? Kedua, apa basis pengajaran- pengajarannya? Ketiga, bagaimana ajaran TQN berkembang dan implementasinya di lapangan?

(131) Sebagai fenomena luar biasa, banyak orang penasaran dengan keberadaan pondok pesantren ini. Maka, buku ini menjelaskan tentang perkembangan TQN di Tanah Air, terutama TQN Suryalaya, sejarah berdirinya, perkembangannya, silsilah kemursyidannya, amalan rohaninya, hingga menyentuh ke pengaruh sosial politik dari TQN di Tanah Air.

(132) Dalam pengamatan Mulyati, kecenderungan dan perhatian masyarakat terhadap ilmu tasawuf sekarang ini semakin meningkat. Ini perlu ditumbuhkembangkan guna meningkatkan pemahaman dan memerluas keilmuan tentang tasawuf serta tarekat-tarekatnya.

Konjungsi yang terdapat pada WRB (124), (125), (126), (128), (129), (131), (132), dan (134) merupakan konjungsi penambahan atau aditif berupa konjungsi dan dan serta. Konjungsi dan pada tuturan- tuturan (124), (125), (126), (128), (129), (131), (132), dan (134) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Berikutnya konjungsi serta ditemukan terdapat pada WRB (128) dan (134) memiliki fungsi yang sama dengan dengan konjungsi dan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pada WRB (126) dan (131) mengandung konjungsi pertentangan yang ditandai dengan kata namun. Sedangkan pada WRB (125), (127), Konjungsi yang terdapat pada WRB (124), (125), (126), (128), (129), (131), (132), dan (134) merupakan konjungsi penambahan atau aditif berupa konjungsi dan dan serta. Konjungsi dan pada tuturan- tuturan (124), (125), (126), (128), (129), (131), (132), dan (134) berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang klausa yang mengandung kata dan itu sendiri. Berikutnya konjungsi serta ditemukan terdapat pada WRB (128) dan (134) memiliki fungsi yang sama dengan dengan konjungsi dan yang telah dijelaskan sebelumnya. Selanjutnya pada WRB (126) dan (131) mengandung konjungsi pertentangan yang ditandai dengan kata namun. Sedangkan pada WRB (125), (127),

commit to user

(130) terdapat konjungsi pilihan atau alternatif yang ditandai dengan kata atau.

Konjungsi sebab-akibat maka pada WRB (133) yang berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara sebagai fenomena luar biasa, banyak orang penasaran dengan keberadaan pondok pesantren ini, sebagai sebab, dengan klausa selanjutnya maka buku ini menjelaskan tentang perkembangan TQN di Tanah Air, terutama TQN Suryalaya, sejarah berdirinya, perkembangannya, silsilah kemursyidannya, amalan rohaninya, hingga menyentuh ke pengaruh sosial politik dari TQN di Tanah Air sebagai jawaban atas rasa penasaran masyarakat atas keberadaan Pondok Pesantren Suryalaya , sebagai akibat yang mengikutinya.

3) DT.3/SP/4FEB/11

(133) Padahal profesi apa pun kita mempunyai cara tersendiri dalam bertuhan, termasuk para artis yang juga dikenal sebagi kaum selebritis.

(134) Selama ini dunia artis atau selebritis dikesankan jauh dari Tuhan. Oleh karena itu, buku ini merupakan upaya mengungkap realitas paling dalam selebritis mendekatkan diri kepada

cara mereka

mengaktualisasikan diri dalam bertuhan. (135) Selama ini di masyarakat terkesan ada yang sengaja ditutupi dengan rasa sok suci. Kelompok ini sering menuding dan berteriak orang lain di luar dirinya/kelompoknya dinyatakan kafir. Ada yang menyatakan seseorang tidak beriman dan sesat.

(136) Mengapa jika ada yang memahami Tuhan dengan cara berbeda

kok dihukum manusia lain? (137) Nabi pun tidak berani bertindak gegabah tanpa wahyu. Ini terbukti ketika masa wahyu terputus, Nabi gelisah karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelasaikannya sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak?

(138) Kita tidak mengetahui orang lain dalam kesunyian sebenarnya

juga mengamalkan ajaran agama.

(139) Menurut penulis buku ini, kepada pelacur pun kita tidak dapat menghina atau menjelek-jelekkan mereka karena kita belum tentu lebih baik dibanding mereka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(140) Semua diperlukan kecerdasan dan kearifan untuk dapat memahami realitas untuk dapat memahami realitas zaman. Dan, untuk mendalami kehidupan para selebritis, lulusan

Fakultas Syari‟ah IAIN Medan, ini menjadikan sejumlah artis sebagai narasumber.

(141) Ia mengungkap, mengeksplorasi berbagai rahasia spiritual dan

penga laman

“Saya mencoba mengungkapkan cara-cara para artis dalam bertuhan, menjalankan ibadah, model zikir dan muhasabah, persepsi, pengalaman dan kerinduan mereka aka Tuhan, ujarnya.

(142) Aktor kawakan Anwar Fuadi yang juga sahabat Bambang, mengapresiasi karya ini menggetarkan hati. Karya ini mengungkapkan pengalaman hubungan para artis dengan Tuhan di ruang-ruang privasi mereka.

(143) Musisi dan pencipta lagu Deddy Dores pun mengatakan, “Ini buku penting, supaya kita tahu ada sisi lain dari dunia artis. Bukan glamornya saja.”

(144) Bambang yang juga ustad muda ini mengatakan para artis/seniman adalah orang-orang yang dikaruniai Allah SWT jiwa kelembutan. Lewat kemampuan mereka dalam seni akting, bernyanyi, melukis dan lainnya tentu mengantarkan mereka pada tingkat kesyahduan dalam beribadah.

(145) Bila akhir-akhir ini ada artis kedapatan menggunakan narkoba, ada yang terlibat video mesum, dsb, bukankah profesi lainnya demikian?

(146) Bila kita menyimak cara mereka bertuhan, ibadah yang mereka lakukan, model zikir dan muhasabah, tangisan di kala berdoa, persepsi dan pengalaman serta kerinduan akan Tuhan, serta mengedepankan keberagaman seni sebagai jalan menuju Tuhan, itu sungguh sisi sangat menarik dan mencerahkan.

(147) Menurut aktor senior Deddy Mizwar, pesan-pesan dalam buku ini potret nyata bahwa seni pun bila berada dalam koridor ilahiah maka ia dapat mengantarkan seseorang mengenal Tuhan.

Pada WRB (135), (136), (137), (139), (140), (142), (143), (144), (145), (146) terdapat konjungsi juga, dan dan serta yang kesemuanya merupakan konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga, dan dan serta itu sendiri. Sedangkan konjungsi atau pada WRB (136) dan (141) berfungsi untuk menyatakan hubungan pilihan atau alternatif. Selanjutnya pada WRB (138) terdapat konjungsi syarat, Pada WRB (135), (136), (137), (139), (140), (142), (143), (144), (145), (146) terdapat konjungsi juga, dan dan serta yang kesemuanya merupakan konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga, dan dan serta itu sendiri. Sedangkan konjungsi atau pada WRB (136) dan (141) berfungsi untuk menyatakan hubungan pilihan atau alternatif. Selanjutnya pada WRB (138) terdapat konjungsi syarat,

commit to user

yaitu mengapa jika ada yang memahami Tuhan dengan cara berbeda kok dihukum manusia lain

Pada WRB (139) dan (141) terdapat konjungsi ketika yang berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu. Selain itu pada WRB (139) selain terdapat konjungsi dan yang telah dijelaskan sebelumnya juga terdapat konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara karena banyak persoalan umat di zamannya membutuhkan bimbingan Tuhan untuk menyelasaikannya sebagai petunjuk bagaimana Nabi harus bersikap dan bertindak, sebagai sebab dengan klausa Nabi gelisah, sebagai akibat.

Setali tiga uang dengan konjungsi yang terdapat pada WRB (138), pada WRB (147), (148) dan (149) juga terdapat konjungsi syarat. Bedanya jika pada WRB ditandai dengan kata jika sedangkan pada WRB (147), (148) dan (149) yang ditandai dengan kata bila. Namun pada WRB (149) selain konjungsi syarat, di dalamnya juga terdapat konjungsi maka yang berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat.

4) DT.4/SP/4MAR/11

(148) Sesuai judulnya, buku ini dimaksudkan untuk membuka hati pembaca agar terjadi pencerahan. Ibarat pada pagi hari ketika kita membuka jendela rumah, dengan begitu cahaya mentari akan masuk dan kita merasakan kesegaran dan kehangatannya. Udara yang sumpek akan menyesakkan napas, sehingga akan melemahkan semangat. Dengan udara baru yang segar, akan memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan.

(149) Demikian pula buku ini, dengan diberi subjudul Zikir untuk Manajemen Sumber Daya Manusia, mengarahkan pada pemahaman kita sebagaimana udara pagi. Zikir yang selama ini hanya dilakukan sebagian masyarakat, sehingga terkesan eksklusif, seharusnya dipahami sebagai pencerahan agar memberikan kehangatan, kesegaran, dan ketenangan hidup kita.

(150) Menurut penulis buku ini, Musthofa Kamil, zikir sering dipahami sebagai ibadah yang bersifat vertikal (hablum (150) Menurut penulis buku ini, Musthofa Kamil, zikir sering dipahami sebagai ibadah yang bersifat vertikal (hablum

commit to user

minallah ), padahal zikir sesungguhnya juga memiliki banyak manfaat pada sisi horizontal atau kemasyarakatan (hablum minannas ).

(151) Di berbagai bidang kehidupan, orang sering kali mencari jalan pintas untuk meraih sukses, meski dengan cara yang tidak bermartabat. Di sekolah, murid sibuk membuat contekan dan memburu bocoran soal ujian. Di instansi, pegawai sibuk melakukan lobi sembari membawa bingkisan untuk meraih jabata tertentu. Tegasnya, semua cara ditempuh agar tujuan dapat dicapai.

(152) Oleh karena itu, melalui buku ini kita akan menemukan potensi diri dan dengan potensi itulah diharapkan kita akan dapat mengaktualisasikan dalam kenyataan.

(153) Metode tasawuf konvensional sangat rumit dan memerlukan pola hidup asketis yang berat. Kerumitan dan beratnya syarat itu menjadikan tasawuf menjadi eksklusif, dan karena itu diskriminatif. Karena orientasinya yang terlalu berat itulah tasawuf kehilangan konteks dengan persoalan hidup sehari- hari.

(154) Dengan begitu, buku ini bukan lagi diperuntukkan bagi santri Pondok Pesantren Baitul Musthofa namun juga bagi kita. Pakar tasawuf yang juga dosen Fakultas Adab dan Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, Dr KH Kharisudin Aqib MAg, mengatakan melalui penjelasan praktis dan bahasa yang mudah dicerna, buku ini menawarkan inovasi kontemplatif untuk mendekatkan kepada Sang Khalik sekaligus mengembangkan potensi diri menjadi insane bertakwa, professional, dan berwatak sosial.

(155) Buku ini juga merupakan potret pergaulan panjang penulisny, disajikan dengan sistematis, sederhana, dan contoh-contoh yang praktis aplikatif.

Pada WRB (150), (151), (152), (153), (154), (155), (156), dan (157) terdapat konjungsi juga dan dan yang merupakan konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga dan dan itu sendiri. Selain mengandung konjungsi dan pada WRB (150) juga mengandung konjungsi ketika yang berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu serta konjungsi agar yang berfungsi untuk menyatakan hubungan Pada WRB (150), (151), (152), (153), (154), (155), (156), dan (157) terdapat konjungsi juga dan dan yang merupakan konjungsi penambahan atau aditif. Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga dan dan itu sendiri. Selain mengandung konjungsi dan pada WRB (150) juga mengandung konjungsi ketika yang berfungsi untuk menyatakan hubungan waktu serta konjungsi agar yang berfungsi untuk menyatakan hubungan

commit to user

tujuan. Konjungsi yang sama juga terdapat pada WRB (151) dan (153) dengan tanda yang sama pula, yakni agar.

Pada WRB (153) terdapat konjungsi meski yang menghubungkan secara konsesif antara klausa di berbagai bidang kehidupan, orang sering kali mencari jalan pintas untuk meraih sukses dengan klausa dengan cara yang tidak bermartabat. Selanjutnya pada WRB (155) ditemukan penggunaan konjungsi karena. Konjungsi karena ini sekalipun berada di awal kalimat tetap berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara orientasinya yang terlalu berat itulah, sebagai sebab dengan klausa tasawuf kehilangan konteks dengan persoalan hidup sehari-hari sebagai akibat yang mengikutinya. Berikutnya pada WRB (156) terdapat konjungsi yang menyatakan cara yang ditandai dengan

dengan begitu.

5) DT.5/SP/18MAR/11

(156) Siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah

pikiran

karena penemuan-penemuannya? Pertanyaan- pertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim. Dan, semua itu diungkap dalam buku yang ditulis Heri Ruslan, wartawan Republika ini.

(157) Bahkan boleh jadi, tanpa kontribusi dari pemimpin, ilmuwan dan cendikiawan muslim di era itu, dunia tak akan mengalami lompatan kemajuan seperti sekarang.

(158) Oleh karena itu, ketika di Harian Republika ada rubrik membahas sejarah peradaban Islam, Heri menuangkan di situ. (159) Sekitar 600 tahun sebelum Roger Bacon dan Leonardo Da Vinci-sarjana Barat- mencoba terbang menjelajahi angkasa, ilmuwan muslim Abbas Ibnu Firnas pada Abad Ke-9 M telah berhasil melakukan uji coba penerbangan dengan teknologi yang dikembangkannya.

(160) Fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama. Maka, tak salah bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan system manajemen mereka “Firnas”.

(161) Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan terkendali. Dengan semacam alat kendali terbang yang (161) Ia orang pertama yang melakukan uji coba penerbangan dan terkendali. Dengan semacam alat kendali terbang yang

commit to user

digunakan pada dua sayap, Firnas bisa mengontrol dan mengatur ketinggian terbangnya. Dia juga bisa mengubah arah terbang.

(162) Dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur. Meski demikian, ia mengalami luka-luka saat mendarat.

(163) Buku ini juga menjelaskan Islam pernah mencapai masa kejayaan dengan pencapaian-pencapaian yang luar biasa dalam dunia keilmuwan maupun industri.

Pada WRB (158), (159), (163), dan (165) terdapat konjungsi juga dan dan yang merupakan konjungsi penambahan (aditif). Konjungsi tersebut berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada di sebelah kirinya dengan klausa yang mengandung kata juga dan dan itu sendiri. Selain mengandung konjungsi dan, pada WRB (158) juga mengandung konjungsi bila yang menyatakan hubungan syarat, yaitu pertanyaan-pertanyaan semacam itu dapat kita jumpai bila mencermati buah karya para tokoh muslim. Serta satu lagi konjungsi yang melekat pada WRB (158), yakni konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara siapakah tokoh kedokteran yang dikagumi dunia berkat buah pikiran, sebagai akibat dengan penemuan-penemuannya sebagai sebabnya.

Pada WRB (160) dan (161) terdapat dua konjungsi yang keduany merupakan konjungsi yang menyatakan hubungan waktu. Pada WRB (160) terdapat konjungsi ketika sedangkan pada WRB (161) terdapat konjungsi sebelum. Selanjutnya pada WRB (162) yang juga mengandung konjungsi maka yang fungsi dan kedudukannya sama dengan konjungsi sebelumnya, yakni konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama , sebagai sebab dengan klausa tak salah Pada WRB (160) dan (161) terdapat dua konjungsi yang keduany merupakan konjungsi yang menyatakan hubungan waktu. Pada WRB (160) terdapat konjungsi ketika sedangkan pada WRB (161) terdapat konjungsi sebelum. Selanjutnya pada WRB (162) yang juga mengandung konjungsi maka yang fungsi dan kedudukannya sama dengan konjungsi sebelumnya, yakni konjungsi karena. Konjungsi tersebut berfungsi hubungan sebab-akibat atau hubungan klausal antara fakta yang tak terbantahkan, Abbas Ibnu Firnas mewakili peradaban Islam pada 850 M yang berhasil melakukan uji coba penerbangan pertama , sebagai sebab dengan klausa tak salah

commit to user

bila pengelola Bandara Internasional Doha di Qatar menamakan system manajemen mereka “Firnas”, sebagai akibat.

Berikutnya pada WRB (164) terdapat konjungsi meski demikian yang menghubungkan secara konsesif antara klausa dibuktikan dengan keberhasilan kembali ke tempat ia meluncur dengan klausa ia mengalami luka-luka saat mendarat.

Tabel 2 Jenis dan Bentuk Pemarkah Gramatikal pada Analisis Wacana Rubrik Resensi Buku Solopos

No Jenis Kohesi Gramatikal Pemarkah Kohesi Gramatikal

1. Pengacuan pronomina persona I tunggal

Saya (62), (64), (72)

2. Pengacuan pronomina persona I jamak

Kami (51) Kita (55), (61), (62), (63), (66), (68), (69), (70), (71), (72), (73), (74), (75)

3. Pengacuan pronomina persona III tunggal

-nya (48), (49), (50), (51), (52), (53), (54), (55), (56), (58), (60), (64), (77)

Dia (49), (51), (52), (76), (79) Ia (64), (78), (79)

4. Pengacuan pronomina persona III jamak

Mereka (57), (59), (62), (64), (65), (67), (68)

5. Pengacuan demonstratif tempat dekat dengan penutur

Itu (80), (81), (82)

6. Pengacuan demonstratif dekat dengan penutur

Ini (83), (84), (85), (86) Di sini (83)

7. Pangacuan demonstratif waktu kini

Sekarang (87), (88), (90) Akhir-akhir ini (89) Saat ini (91)

8. Pangacuan demonstratif waktu lampau

Era itu (90)

9. Pengacuan komparatif

Seperti (92) Dibandingkan (93), (95) Sebagaimana (94) Ibarat (96)

10. Substitusi nomina Shabab - anak-anak muda (97), Bambang Saputra – lulusan Fakultas Syari‟ah IAIN Medan (98), Musthofa Kamil – penulisnya (99), buah karya – buah pikiran (100)

11. Pelesapan Tentara (101), dia (102), kami (103), respons; 11. Pelesapan Tentara (101), dia (102), kami (103), respons;

commit to user

model (104), nirkekerasan (105), ajaran dan cerita nirkekerasan (106), Kenapa hal itu jarang diungkap? Kenapa Islam hanya diasosiasikan dengan kekerasan? (107), tarekat (108), pertimbangan; pesantren (109), peran TQN (110), Alquran (111), penulis (112)

12. Konjungsi sebab akibat Maka (131), (147), (160) Karena (137), (139), (153), (156)

13. Konjungsi pertentangan

Namun (124), (129)

14. Konjungsi konsesif

Meski (151), (162)

15. Konjungsi tujuan Agar (148), (149), (151)

16. Konjungsi penambahan (aditif) Dan (114), (115), (116), (117), (118), (119), (120), (122), (123), (124), (126), (127), (129), (130), (132), (135), (137), (140), (141), (143), (144), (146), (148), (149), (151), (152), (153), (155), (156), (157), (161) Serta (126), (132), (146)

Juga (133), (134), (138), (142), (144), (150), (154), (155), (161), (163)

17. Konjungsi pilihan (alternatif) Atau (122), (125), (128), (134), (139)

18. Konjungsi waktu Ketika (113), (137), (148), (158) Setelah (113) Sebelum (159)

19. Konjungsi syarat

Jika (120), (136) Bila (145), (146), (147), (156)

20. Konjungsi cara Dengan begitu (154)

Kohesi leksikal tidak berkaitan dengan hubungan gramatikal dan hubungan semantik. Kohesi leksikal ini hanya berkaitan dengan hubungan yang didasarkan pada pemak aian kata. Keutuhan wacana pada rubrik “Resensi Buku” dapat dilihat pada unsure pembentuk sebagai berikut: