Hakikat Analisis Wacana

3. Hakikat Analisis Wacana

Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru benar-benar berkembang mantap pada awal tahun 1980-an. Sebagaimana ditegaskan oleh Suwandi (2008:145) bahwa analisis wacana dipandang sebagai kecenderungan “baru” dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi. Pokok perhatian analisis wacana juga terus berkembang dan Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru benar-benar berkembang mantap pada awal tahun 1980-an. Sebagaimana ditegaskan oleh Suwandi (2008:145) bahwa analisis wacana dipandang sebagai kecenderungan “baru” dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi. Pokok perhatian analisis wacana juga terus berkembang dan

commit to user

merebak pada hal-hal atau persoalan yang banyak diperbincangkan orang di masa sekarang, seperti perbedaan gender, wacana politik, dan emansipasi wanita, serta sejumlah masalah sosial lainnya. (Mulyana, 2005:68-69).

Minchin mendefinisikan analisis wacana sebagai disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara orang menggunakan bahasa untuk berkomunikasi (Minchin, 2007:1). Sedangkan Soeseno Kartomiharjo dalam Purwo berpendapat bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat yang lazimnya disebut wacana. Analisis wacana berupaya menganalisis wacana sampai pada suatu makna yang sama persis atau paling tidak paling dekat dengan makna yang dimaksud oleh penutur atau penulis.

Analisis wacana menurut Cahyono (1995:227) dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji organisasi wacana di atas tingkat kalimat atau klausa, dengan kata lain analisis wacana mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih besar seperti percakapan atau tek tertulis. Menurut definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis wacana membahas apa yang disampaikan penyapa (secara lisan) dalam percakapan dan mencerna apa yang ditulis oleh penulis dalam buku teks.

Brown dan Yule (1996) menyatakan: The analysis of discourse is, necessarily, the analysis of language in

use. A such, it cannot be restricted to the description of linguistic forms independent of the purpose or functions which those forms are designed to serve in human affairs. While some linguist may cosentrate on determining the formal properties of a language, the discourse analyst is commited to an investigation of what that language is used for.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa analisis wacana adalah analisis sebuah bahasa yang digunakan. Hal ini menunjukkan bahwa analisis wacana menurut pendapat mereka berpijak dari segi fungsi bahasa.

Sebagaimana dikutip Mulyana bahwa secara hierarkis, pendekatan bahasa dimulai dari tingkat dan lingkup paling kecil menuju kepada tingkat paling besar. Secara berurutan, tingkat runtutan analisisnya bisa disusun Sebagaimana dikutip Mulyana bahwa secara hierarkis, pendekatan bahasa dimulai dari tingkat dan lingkup paling kecil menuju kepada tingkat paling besar. Secara berurutan, tingkat runtutan analisisnya bisa disusun

commit to user

sebagai berikut: analisis fonologi (bunyi) sebagai kajian awal terhadap bahasa, disusul kemudian oleh kajian morfologi (bentuk), analisis sintaksis (kalimat dan gramatikanya), analisis semantik (makna), analisis pragmatik (pemakaian dan konteksnya), dan terakhir bidang analisis wacana (kajian tentang kata, kalimat, makna, pemakaian, dan interpretasinya).

Oleh karena penjabaran di atas, untuk melakukan analisis wacana maka perlu mengetahui analisis kebahasaan yang ada di bawahnya. Seperti yang dipaparkan Kusumawardani, 1994 yaitu diperlukan teknik analisis yang bersifat internal dan eksternal. Unit-unit analisis internal meliputi teks dan konteks, tema, topik, judul, aspek keutuhan wacana leksikal, gramatikal, dan semantik. Sedangkan unit-unit analisis eksternal meliputi inferensi, presuposisi, implikatur, dan pemahaman yang mendalam tentang konteks tutur yang menjadi latar belakang terjadinya suatu tuturan.

Namun, tidak harus seluruh unit analisis dikaji, analisis dapat juga dilakukan dengan satu atau dua unsur yang memang dibutuhkan kejelasannya. Jadi, sedikit atau banyaknya unit-unit yang dikaji tidak langsung menjamin kualitas analisis wacana. Penyebab kualitas analisis kebahasaan dipengaruhi oleh:

1. Kemampuan dan profesionalisme analis bahasa;

2. Ketinggian analisis; dan

3. Teknik dan metode analisis yang digunakan. Untuk memahami suatu wacana, diperlukan kemampuan dan cara-cara tertentu. Kemampuan berkaitan dengan pengetahuan umum seorang analisis wacana. Sedangkan cara yang dimaksudkan adalah prinsip-prinsip pemahaman terhadap wacana. Beberapa prinsip yang penting antara lain adalah prinsip analogi dan prinsip penafsiran lokal.

Selain pemahaman prinsip proses analisis wacana dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia teknik dan metode analisis wacana yang memadai. Adapun metode tersebut sebagai berikut: Selain pemahaman prinsip proses analisis wacana dapat dilakukan dengan baik apabila tersedia teknik dan metode analisis wacana yang memadai. Adapun metode tersebut sebagai berikut:

commit to user

1. Metode Distribusional Adalah metode yang digunakan untuk tujuan-tujuan analisis struktur wacana secara internal. Wacana sebagai struktur yang dipresentasikan oleh serangkaian kalimat, perlu diuraikan kesatuan dan keruntutan alur maknanya. Teknik untuk menganalisis pola keruntutan itu adalah dengan penerapan Teknik Permutasi (Balik) dan Teknik Substitusi (ganti).

a. Teknik Permutasi adalah teknik yang digunakan untuk menguji: (a) kesejajaran atau kelancaran makna dalam rangkaian kalimat; (b) menguji ketegaran letak suatu unsur dalam susunan beruntun (Sudaryanto, 1985: 44).

b. Teknik Subtitusi adalah teknik analisis kalimat atau rangkaian kalimat dengan cara mengganti bagian atau unsure kalimat tertentu dengan unsur lain di luar kalimat yang bersangkutan (Sudaryanto, 1985: 27).

2. Metode Pragmalinguistik Adalah gabungan analisis pragmatik dan linguistik (struktural). Metode ini melihat wacana atas dasar statusnya sebagai satuan lingual atau struktur kebahasaan, akan tetapi dalam analisisnya mengedepankan aspek- aspek pragmatik (pemakaian bahasa secara langsung).

Adapun hal-hal yang perlu dipelajari mencakup empat hal.

a. Deiksis adalah hal atau fungsi menunjuk sesuatu di luar bahasa. Kata- kata yang bermakna persona (saya), tempat (sini), dan waktu (sekarang), misalnya, adalah kata-kata yang bersifat deiktis. Kata-kata seperti itu tidak memiliki refrensi yang tetap.

b. Tindak ujar adalah fungsi bahasa sebagai sarana penindak. Semua kalimat atau ujaran mengandung fungsi komunikasi tertentu. Jadi, tidak semata-mata hanya asal bicara. Konsep tindak ujar dalam kajian pragmatik terbagi menjadi tiga macam, yaitu tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi.

c. Praanggapan

d. Implikatur d. Implikatur

commit to user

3. Metode Konten Analisis Metode ini digunakan untuk menganalisis isi dari suatu wacana (misalnya karya sastra). Langkah-langkah penelitian yang menggunakan metode analisis konten adalah sebagai berikut: (Darmiati, 1993: 28).

a. Pengadaan data

1) Penentuan satuan (unit)

2) Penentuan sampel

3) Perekaman atau pencatatan

b. Reduksi data (data yang kurang relevan dikurangi)

c. Inferensi (proses pengambilan kesimpulan)

d. Analisis (mencari isi dan makna simboliknya)

4. Metode Deskriptif Metode yang digunakan untuk memerikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena objek penelitian. Dalam kajiannya metode ini menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, faktual (apa adanya) (Arikunto, 1993: 310).

Langkah-langkah analisis deskriptif yang dapat dilakukan untuk menganalisis wacana surat kabar, antara lain:

a. Memilih dan menentukan jenis wacana yang akan diteliti

b. Menentukan unit analisis

c. Mendeskripsikan (menganalisis satuan data). Sejumlah rangkaian kalimat terpilih, kemudian diklasifikasi dan direduksi untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel. Beberapa gejala referensi yang memiliki kesamaan pola dikelompokkan, untuk kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil dari analisi deskriptif adalah seperangkat uraian yang memaparkan, menggambarkan, mengurai, atau menjelaskan gejala referensi yang terjadi dalam wacana.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user