BUDAYA DAN ETIKA AKADEMIK

H. BUDAYA DAN ETIKA AKADEMIK

Perguruan tinggi merupakan komunitas tersendiri yang disebut masyarakat akademik (academic community). Ciri-ciri masyarakat akademik yaitu : Kritis, objektif, analitis, kreatif dan konstruktif, terbuka untuk menerima kritik, menghargai waktu dan prestasi ilmiah, bebas dari prasangka, kemitraan dialogis, memiliki dan menjunjung tinggi norma dan susila adademik serta tradisi ilmiah, dinamis, dan berorientasi kemasa depan. Oleh karena itu, PT menjadi lembaga akademik yang memiliki suasana yang khas, yaitu suasana akademik (academic atmosphere).

Hak milik yang paling berharga bagi suatu perguruan tinggi adalah kebebasan, otonomi, dan budaya akademik (academic culture). Budaya akademik dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik khususnya di lembaga pendidikan. Budaya akademik lebih cenderung diarahkan pada budaya kampus (campus culture) yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan intelektual, tetapi juga kejujuran, kebenaran dan pengabdian kepada kemanusiaan, sehingga secara keseluruhan budaya kampus adalah budaya dengan nilai-nilai karakter positif.

Budaya akademik sendiri adalah budaya universal yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik. Budaya ini melekat dalam diri semua insan akademisi perguruaan tinggi, baik itu dosen ataupun mahasiswa. Karena, pada dasarnya budaya akademik juga merujuk pada cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk dan multikultural yang bernaung dalam sebuah institusi yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah dan objektifitas.

Budaya akademik akan mengarah pada sebuah kata kunci yang menjadi dasar pijakan, yaitu etika atau etik. Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani , ―ethos‖ yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap, karakter, watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika, salah satunya adalah etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai- nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak.

Etika diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral. Selain itu, Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis. Kata- kata etika, etik dan moral merujuk ke persoalan baik-buruk, lurus-bengkok, benar-salah dan adanya penyimpangan ataupun pelanggaran praktek tidak lagi disebabkan oleh faktor yang bersifat di luar kendali manusia (force majeur), tetapi lebih diakibatkan oleh semakin kurangnya pemahaman etika yang melandasi perilaku manusia. Sementara itu banyak orang yang menaruh harapan terhadap lembaga pendidikan tinggi agar tidak hanya memberi bekal pengetahuan (knowledge) ataupun ketrampilan (skill) saja kepada anak didik, melainkan juga pemahaman dan pembentukan soft skill seperti watak, sikap dan perilaku (attitude) di dalam kehidupan sehari-hari. Tiga aspek tersebut akhirnya akan menjadi dasar pembentukan dan penilaian terhadap kompetensi seseorang sebagai hasil dari sebuah proses pendidikan.

Etika akademik dapat diartikan sebagai ketentuan yang menyatakan perilaku baik atau buruk dari para anggota civitas akademika perguruan tinggi (PT), ketika mereka berbuat atau berinteraksi dalam kegiatan yang berkaitan dengan ranah dalam proses pembelajaran. Etika akademik perlu ditegakkan untuk menciptakan suasana akademik yang kondusif bagi pengembangan PT sesuai standar yang telah ditetapkan. Sivitas akademika PT yang terdiri atas 3 (tiga) kelompok yaitu mahasiswa, dosen, dan staf administrasi secara integratif membangun institusi PT dan berinteraksi secara alamiah di dalam budaya akademik untuk mencapai satu tujuan, yaitu mencerdaskan mahasiswa dalam aspek intelektual, emosi, dan ketaqwaan mereka. Sebagai konsekuensinya, etika akademik di PT juga harus melibatkan ketiga unsur itu. Di dalam melaksanakan ketiga dharma PT (pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat), maka seluruh unsur sivitas akademika akan terikat pada etika akademik. Standar etika akademik, direpresentasikan sebagai etika dosen dan etika mahasiswa, yang akan memberikan jaminan mutu proses interaksi dosen-mahasiswa dan suasana akademik yang kondusif.

a. Etika Dosen dan Dosen Beretika

Dosen adalah sebuah profesi pilihan yang secara sadar diambil oleh seseorang yang ingin terlibat dalam proses mencerdaskan anak bangsa. Untuk itu dosen wajib untuk senantiasa meningkatkan kompetensi dan kualitasnya dalam kerangka melaksanakan Tridharma PT secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.

Seorang dosen harus mematuhi etika akademik yang berlaku bagi dosen pada saat melaksanakan kewajiban serta tanggung-jawabnya. Etika dosen harus dijabarkan menjadi peraturan atau kontrak kerja yang mengikat, serta diikuti dengan sanksi akademik maupun kepegawaian bagi mereka yang melakukan pelanggaran. Etika dosen mencakup seluruh kegiataan dan aktifitas Tri Dharma PT (Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat).

Implementasi etika dosen, yaitu dalam kegiatan akademik seorang dosen wajib menghargai dan mengakui karya ilmiah yang dibuat orang lain (termasuk mahasiswa). Tindakan plagiat yang dilakukan oleh dosen dalam karya akademik dianggap sebagai penipuan, pencurian dan bertentangan dengan moral akademik. Pelanggaran terhadap hak atas kekayaan intelektual ini bukan sekedar pelanggaran etika akademik ringan, bisa ditolerir dan cepat dilupakan, tetapi sudah merupakan pelanggaran berat dengan sanksi sampai ke pemecatan.

Kewajiban utama seorang dosen adalah meningkatkan aspek kognitif dari mahasiswa dengan memberikan pengajaran, maka ketidakhadiran dosen dalam proses pembelajaran yang terlalu sering tidak hanya melanggar etika akademik, tetapi juga melanggar peraturan, komitmen, tanggung jawab dan sangat tidak profesional. Standar kehadiran dosen untuk melaksanakan proses pembelajaran (misalnya) minimal 75% – 80%. Dengan sanksi dalam hal tidak dipenuhi maka mata kuliah yang diasuhnya tidak dapat diujikan.

b. Etika Mahasiswa dan Mahasiswa Beretika

Mahasiswa sebagai salah satu unsur sivitas akademika yang merupakan obyek dan sekaligus subyek dalam proses pembelajaran juga perlu memiliki, memahami dan mengindahkan etika akademik khususnya pada saat mereka sedang berinteraksi dengan dosen maupun sesama mahasiswa yang lain pada saat mereka berada dalam lingkungankampus.

Mahasiswa memiliki sejumlah hak, berbagai kewajiban, beberapa larangan dan sanksinya selama berada di lingkungan akademik. Salah satu hak mahasiswa adalah menerima pendidikan/pengajaran dan pelayanan akademik sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Mahasiswa memiliki hak Mahasiswa memiliki sejumlah hak, berbagai kewajiban, beberapa larangan dan sanksinya selama berada di lingkungan akademik. Salah satu hak mahasiswa adalah menerima pendidikan/pengajaran dan pelayanan akademik sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Mahasiswa memiliki hak

Dalam rangka meningkatkan kompetensi, menguasai iptek sebagai gambaran tingkat kemampuan kognitif maupun psikomotorik, serta memiliki sikap profesional, serta kepribadian yang utuh. Perlu adanya sebuah pedoman yang dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan terdidik. Sebagai cermin masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kesopanan. Mahasiswa wajib menghargai dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan akademik di mana mereka akan berinteraksi dalam proses pembelajaran.

Selain hak, mahasiswa juga terikat dengan berbagai kewajiban dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam peraturan akademik. Seperti, hak untuk mendapatkan kebebasan akademik dalam proses menuntut ilmu, haruslah diikuti juga dengan tanggung jawab sesuai dengan etika, norma susila dan aturan yang berlaku dalam lingkungan akademik. Demikian juga dengan hak untuk bisa menggunakan sarana/prasarana kegiatan kurikuler (fasilitas pendidikan, laboratorium, perpustakaan, dll) harus juga diikuti dengan kewajiban untuk menjaga, memelihara dan menggunakannya secara efisien. Kewajiban akademik dalam proses pembelajaran, ketidakhadiran kurang dari prosentase minimal akan menyebabkan yang bersangkutan tidak diperkenankan mengikuti ujian.

c. Etika staf administrasi

Staf administrasi merupakan salah satu cari civitas akademik yang memiliki peranan yang sangat penting untuk kelancaran proses akademis. Staf memiliki fungsi mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan administrasi dan registrasi mahasiswa maupun dosen. Selain itu, staf memiliki fungsi sebagai fasilitator yang menyiapkan segala kebutuhan dan keperluan proses akademis. Sebagai salah satu bagian yang memegang peranan penting dalam budaya akademis, staf memiliki kode etik tersendiri sebagai pelayan dalam lingkungan kampus. Salah satunya adalah melayani segala kebutuhan administrasi dosen dan mahasiswa dengan baik. Baik dalam hal ini mencakup dapat berkomunikasi dengan baik, dan ramah.

1. Kontra Budaya Intelektual di Perguruan Tinggi

Maraknya kegiatan perpoloncoan ‗bullying‘ di beberapa PT di Indonesia, seakan menyiratkan sebuah realitas bahwa PT melupakan dirinya sebagai salah satu komunitas intelektual. Perpoloncoan telah menjadi tradisi menyambut mahasiswa baru yang sering diadakan oleh organisasi/lembaga kemahasiswaan tingkat institusi, fakultas, jurusan, lembaga, dan di Unit kegiatan Mahasiswan (UKM) dengan alasan orientasi calon anggota baru, masa perkenalan calon anggota, basic traning, pengkaderan, dan sebagainya. Parahnya, tradisi tersebut menimbulkan kekerasan fisik sampai memakan korban jiwa.

Realitas yang lain, tawuran mahasiswa, peredaran dan pemakaian narkoba, pemalsuan nilai akademik, dan lain sebagainya. Di kalangan mahasiswa mengartikan kampus sebagai tempat untuk beradu fashion, tempat trendi-trendian, tempat tebar pesona dan bermain cinta masa muda. Tidak heran jika banyak mahasiswa hanya datang ke kampus, duduk dan diam mendengarkan penjelasan dari dosen kemudian pulang. Mereka lebih nyaman berlama-lama hang-out di mall, cafe, pub, menikmati indahnya Realitas yang lain, tawuran mahasiswa, peredaran dan pemakaian narkoba, pemalsuan nilai akademik, dan lain sebagainya. Di kalangan mahasiswa mengartikan kampus sebagai tempat untuk beradu fashion, tempat trendi-trendian, tempat tebar pesona dan bermain cinta masa muda. Tidak heran jika banyak mahasiswa hanya datang ke kampus, duduk dan diam mendengarkan penjelasan dari dosen kemudian pulang. Mereka lebih nyaman berlama-lama hang-out di mall, cafe, pub, menikmati indahnya

Secara logika, bagaimana bisa mengharapkan adanya output yang berkompeten dan berkarakter jika di lingkungan pendidikan tersebut seolah tidak pernah memberikan mainstream untuk itu. Padahal, jika budaya intelektual kampus yang positif mampu diterapkan dengan maksimal, akan mampu mendorong tumbuhnya iklim sosial dan interaksi yang sehat antar civitas akademika. Serta mampu menggali potensi diri para mahasiswa, mampu membentuk mereka tidak hanya dari olah pikir, tapi juga olah hati, olah rasa/karsa. Akhirnya akan banyak melahirkan kegiatan dan karya akademik yang bermanfaat.

Kita semua prihatin melihat realitas atas perlakuan yang kadang tidak pantas dan etis dilakukan oleh kaum intelektual. Diakui atau tidak telah menjadi tradisi dilakukan secara turun menurun bahkan berkembang ke lapisan pendidikan menengah (SMU). Beberapa waktu yang lalu program orientasi mahasiswa banyak diwarnai oleh kegiatn perpeloncoan yang bersifat kurang mendidik dan membuka peluang terjadinya tindakan kekerasan dan aksi balas dendam sesama mahasiswa yang berbeda angkatan. Tenggok kejadian di salah satu kampus di Yogyakarta dan beberapa kampus lainnya di Indonesia. Dengan alasan masa perkenalan calon anggota, pengkaderan, dan sebagainya, yang memakan korban jiwa, meninggalnya mahasiswa.

Banyak sesungguhnya budaya intelektual yang lebih elegan dilakukan ketimbang tindakan perpoloncoan ‗bullying‘. Perguruan tinggi harus merancang program orientasi mahasiswa baru yang

menekankan pada program orientasi yang bersifat informatif dan edukatif. Kini saatnya perguruan tinggi merubah paradigma program orientasi mahasiswa baru, yaitu :

a. Materi program orientasi mahasiswa baru harus bersifat informatif yakni pemberian informasi yang cukup komprehensif dan lugas mengenai fasilitas pembelajaran yang tersedia dan cara

pemanfaatannya serta beberapa informasi penting dan relevan mengenai statuta perguruan tinggi.

b. Program orientasi haruslah bersifat mendidik (edukatif), misalnya memberikan pengenalan materi kepada mahasiswa baru mengenai mekanisme pebelajaran di perguruan tinggi yang jauh beberbeda dengan model pebelajaran di sekolah menengah.

c. Program orientasi yang bersifat membangun karakter dan mental, nilai nilai kebangsaan dan nasionalisme, misalnya memberikan pendidikan karakter dan materi bela negara kepada

mahasis baru agar mereka memiliki sikap mental (attitude) yang baik dan cinta tanah air.

Begitupula organisasi/lembaga kemahasiswan dan unit kegiatan mahasiswa diarahkan pada Kegiatan kemahasiswaan seperti pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap kepemimpinan dan sikap kejuangan merupakan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional. Mahasiswa tidak cukup hanya memiliki pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), tetapi juga sikap mental. (attitude) yang baik.

Dalam rangka membangun budaya intelektual, meningkatkan kompetensi, menguasai iptek sebagai gambaran tingkat kemampuan kognitif maupun psikomotorik, serta memiliki sikap profesional, serta kepribadian yang utuh dikalangan sivitas akademika. perlu adanya sebuah pedoman yang dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan Dalam rangka membangun budaya intelektual, meningkatkan kompetensi, menguasai iptek sebagai gambaran tingkat kemampuan kognitif maupun psikomotorik, serta memiliki sikap profesional, serta kepribadian yang utuh dikalangan sivitas akademika. perlu adanya sebuah pedoman yang dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan

Solusi cerdas guna membangun dan mengembangkan budaya intelektual, dibutuhkan sinergi dari segenap civitas akademika PT, antara lain sebagai berikut.

1) Perguruan tinggi harus merancang program orientasi mahasiswa baru yang menekankan pada program orientasi yang bersifat informatif dan edukatif.

2) organisasi/lembaga kemahasiswan dan unit kegiatan mahasiswa diarahkan pada Kegiatan kemahasiswaan seperti pembinaan sikap ilmiah, sikap hidup bermasyarakat, sikap

kepemimpinan dan sikap kejuangan merupakan kegiatan ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler yang bertujuan untuk menjadikan mahasiswa lebih kompeten dan profesional.

3) Perlu adanya sebuah pedoman yang dijadikan sebagai rambu, standar etika ataupun tatakrama bersikap dan berperilaku di lingkungan kampus, yang di dalamnya memuat garis-garis besar

mengenai nilai-nilai moral dan etika yang mencerminkan masyarakat kampus yang religius, ilmiah dan terdidik. Sebagai cermin masyarakat akademik yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan kesopanan.

4) Pimpinan dan segenap sivitas akademika harus tegas dan konsisten dalam menerapkan peraturan akademik dan kemahasiswa di lingkup PT serta menjunjung tinggi Budaya Akademik