Teori Pemilihan Kerja

4. Teori Pemilihan Kerja

Musgrave telah melangkah maju dengan konsepnya tentang teori pemilihan kerja. Dalam teorinya menyatakan Peninjauan terhadap masalah sosialisasi adalah suatu hal yang sangat penting. Pada setiap tahap sosialisasi, terjadi suatu masa transisi yang terjadi pada setiap pergantian tahap sosialisasi dengan melihat kemampuan seorang siswa untuk melakukan proses sosialisasi atau kemampuannya beradaptasi dengan pekerjaan beserta lingkungan kerjanya.

Dilain pihak, Ford dan Box mengajukan kritik terhadap Musgrave dengan menyatakan bahwa masa transisi dari dunia pendidikan ke dunia kerja tidak dapat diuraikan sebagai suatu proses memilih secara keseluruhan. Mereka tidak tahu tentang keseluruhan masalah pekerjaan yang ditawarkan, dan sama sekali tidak mempunyai kriteria untuk membedakan satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya.

Dua teori yang terkenal tentang masa memasuki dunia kerja adalah teori Ginzberg dan Super, kedua teori itu menyatakan bahwa kita harus menganggap masuknya orang dalam dunia kerja sebagai suatu proses. Output pendidikan tinggi adalah SDM yang memiliki memiliki pengetahuan dan keterampilan yang siap bersaing di dunia kerja dan siap berproses di lapangan kerja.

C. PENDIDIKAN TINGGI VOKASI UNTUK DUNIA USAHA DAN INDUSTRI

Berawal dari keprihatinan dan kondisi mutu lulusan perguruan tinggi Indonesia, tantangan dunia kerja di era global dan pasar bebas. Guna mendekatkan pendidikan dan dunia industri, Pemerintah membuka program pendidikan vokasi, dengan pemikiran bahwa pembangunan dan penguatan sendi sendi pendidikan tinggi hanya bisa dilakukan dengan perubahan perubahan paradigma dan penelitian yang aplikatif, konsentrasi pemahaman dengan kultur akademik yang peka dengan kekayaan multidisiplin.

Keterlibatan dunia industri dalam pendidikan vokasi terutama dalam memberikan umpan balik (feed back) terhadap kompetensi dan standardisasi kemampuan seorang mahasiswa lulusan pendidikan vokasi sangatlah diharapkan. Pada kondisi yang harmonis antara penyelenggara pendidikan vokasi dan dunia industri dan masyarakat luas dapat melakukan suatu kolaborasi yang saling menguntungkan untuk menetapkan suatu sertifikasi profesi lulusan pendidikan vokasi yang diakui bersama.

Gambar 23. Pendidikan vokasi industri (http://www.kemenperin.go.id/gpr)

Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan Diploma 1, diploma 2, diploma 3 dan diploma 4 yang setara dengan program pendidikan akademik strata 1. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi.

Tujuan dari pendidikan vokasi adalah :

1. Memberikan pelayanan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat yang berkeinginan dan bersedia untuk menggali dan mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh keahlian dan

kompetensi;

2. Mampu bersikap dan berperilaku sebagai insan cerdas, kreatif, inovatif dan kompetitif serta percaya diri untuk berihktiar menuju sukses dalam kehidupan;

3. Mempunyai kemampuan dan kecerdasan dalam memanfaatkan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri sehingga bermanfaat untuk

kesejahteraan, ketentraman, keamanan bagi masyarakat luas;

4. Menghasilkan sumberdaya manusia yang berakhlak mulia dan berkualitas sehingga mampu bersaing dalam bidang keahlian dan kompetensi yang dimilikinya baik di tingkat Nasional maupun tingkat

Internasional.gram pendidikan akademik strata 1. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi.

Pendidikan vokasi sebagai suatu jenis pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu, pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar pendidikan vokasi agak berbeda dengan jenis pendidikan lainnya. Salah satu hal besar yang dilakukan dalam pendidikan vokasi sebagai upaya untuk mencapai maksud dan tujuan pendidikan tersebut adalah kegiatan belajar- mengajar dalam pendidikan vokasi lebih didominasi kegiatan praktek, baik praktikum yang dilakukan di laboratorium, studio, bengkel maupun kebun percobaan. Secara umum perbandingan antara kegiatan praktis dan teori dalam pendidikan vokasi adalah 80 persen berbanding 20 persen, walaupun dalam beberapa kasus angka perbandingan itu dapat menjadi 70 persen berbanding 30 persen, dengan demikian mahasiswa dan dosen akan menghabiskan sebagian besar waktu efektifnya untuk belajar dan bekerja di laboratorium dan/atau tempat-tempat praktek.

Di era persaingan dan perdagangan bebas, pendidikan vokasi di tingkat menengah dan tinggi menjadi kunci meningkatkan daya saing. Pemerintah melalui Kemenristekdikti dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya meningkatkan peran pendidikan kejuruan dan vokasi dalam menunjang penyediaan tenaga kerja agar sesuai kebutuhan di dunia industri. Upaya ini diimplementasikan melalui Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2016 tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dalam rangka peningkatan kompetensi, kualitas dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

Presiden Joko Widodo telah mengarahkan Kementerian Perindustrian agar menjadi leading ministry untuk pengembangan pendidikan vokasi berbasis kompetensi yang link and match dengan industri secara nasional. Kemenristekdikti dan Kemenperin telah melakukan langkah-langkah strategis, di antaranya, penyusunan proyeksi pengembangan, jenis kompetensi dan lokasi industri khususnya yang terkait dengan lulusan SMK dan sarjana vokasi. Meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha untuk memberikan akses yang lebih luas lagi bagi siswa vokasi untuk melakukan praktik kerja lapangan dan program magang bagi pendidik dan tenaga kependidikan vokasi. Mendorong industri untuk memberikan dukungan dalam pengembangan teaching factory dan infrastruktur, mempercepat penyelesaian Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), serta mengusulkan program pemanfaatan tenaga ahli di perusahaan- perusahaan industri yang purna bakti untuk dijadikan tenaga pengajar di Program pendidikan sarjana vokasi.

Guna mewujudkan program pendidikan vokasi, pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti dan Kemenperin telah melakukan koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait maupun dengan dunia usaha. Pada

29 November 2016 telah ditandatangani Nota Kesepahaman Bersama oleh lima Menteri dan disaksikan dua

vokasi berbasis kompetensi. ( http://www.koran-sindo.com/news ). Pemerintah bertekad memajukan pendidikan vokasi dengan mengandeng Jerman untuk memberikan pelatihan vokasional. Langkah strategis meningkatkan mutu SDM. Presiden Joko Widodo dalam rangkaian perlawatan ke Jerman, menjalin kerjasama di bidang pendidikan dan pelatihan vokasional. Pemerintah fokus pada kerjasama pendidikan khusus vokasi untuk menjawab kebutuhan pasar. Di Jerman sejak awal pendidikan memang sudah diarahkan apakah siswa akan terus ke universitas atau kemudian mengambil jalur vokasi. Memberikan kesempatan bekerja magang, menerima gaji dan dua hari dalam satu minggu bersekolah keterampilan (sekolah vokasi).

Menko dalam

Bagaimana dengan pendidikan vokasi di Indonesia? Dalam beberapa tahun terakhir terlihat pendidikan vokasi yang dimulai dari dari SMK hingga Politeknik mulai naik daun. Lantaran lulusan sekolah vokasi ini dinilai punya keterampilan dan keahlian siap pakai di dunia kerja. Pendidikan vokasi juga sudah terintegrasi sehingga siswa SMK bisa melanjutkan ke jenjang politeknik di Universitas. Sebagai contoh, UI berbagai program diploma yang tersebar di berbagai fakultas telah disatukan menjadi Program Vokasi UI. Pada Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia sebanyak 50 perguruan tinggi (PT), di antaranya Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), UPN Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Brawijaya telah bergabung. Mereka mengembangkan keahlian yang berbeda-beda.

Tujuan pendidikan vokasi memang berbeda dengan pendidikan regular di sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Di SMA dan PT regular pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu. Sementara pada pendidikan vokasi pengajaran lebih menitikberatkan pada keterampilan. Sehingga perbandingan bahan ajar antara praktek dan teori bisa 70:30. Tujuan pendidikan vokasi memang untuk menciptakan lulusan yang memiliki keterampilan serta keahlian tertentu seperti seni, teknologi, kesehatan, ekonomi, dan pariwisata, otomotif, dsb. Siswa dan mahasiswa pendidikan vokasi tidak hanya akan memegang ijazah, tapi juga diberi sertifikasi kompetensi. Untuk mendukung peningkatan kualitas pekerja dan daya saing, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan terus melakukan revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK), terutama BLK-BLK yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah (pemda). Targetnya ada 70 BLK yang akan direvitalisasi pada tahun 2016. Tujuannya agar kualitas pekerja meningkat untuk meninggikan daya saing. Beberapa aspek yang dibenahi meliputi infrastruktur dan peralatan pelatihan, kuantitas dan kualitas instruktur, metode dan kurikulum pelatihan, serta manajemen pengelolaan BLK. Berdasarkan data Kemnaker jumlah BLK sebanyak 279. Sebanyak 17 dimiliki pusat dan 262 BLK dimiliki pemda Provinsi, Kab/kota. Dari data terbaca, ada jenis-jenis pelatihan di BLK yang diminati. Antara lain pelatihan keterampilan kejuruan otomotif, las, bangunan kayu dan batu, elektonik, komputer, teknologi informasi, menjahit, kerajinan tangan, pertanian dan perkebunan serta lainnya.

Keberhasilan pendidikan vokasi sangat tergantung kepada kebutuhan masyarakat akan tenaga terampil, desain kurikulum yang disusun bersama-sama dengan dunia usaha dan dunia industri serta komitmen bersama perguruan tinggi vokasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Kerjasama antara institusi pendidikan dan industri sangat menentukan keberhasilan pendidikan vokasional. Selain itu pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat serta organisasi profesi harus saling membantu dalam proses penyelenggaraan pendidikan untuk menghasilkan kompetensi keahlian yang dibutuhkan dunia usaha dan dunia industri.

Gambar 24. Pendirian pendidikan vokasi di kawasan industri dan wilayah pertumbuhan industri

(http://www.kemenperin.go.id/gpr)

Tuntutan masyarakat agar perguruan tinggi dalam hal ini pendidikan vokasi dapat memenuhi harapan masyarakat dan dunia industri akan tenaga kerja yang ―siap pakai‖ dapat terwujud, dan perguruan tinggi tidak lagi dipandang sebagai menara gading melainkan dipandang sebagai menara air yang dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Dalam mewujudkan upaya tersebut perguruan tinggi penyelenggara program Pendidikan Vokasi menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan praktek/praktikum sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Bidang keahlian Perbankan, Pendidikan Vokasi menyediakan Laboratorium Perbankan. Bidang Keahlian Usaha Wisata yaitu Laboratorium Front Office, Laboratorium House Keeping, Laboratorium Kitchen, Laboratorium Food and Baverage Service, Laboratorium Tours and Travel. Laboratorium Komputer, Laboratorium Open Source dan Jaringan, Laboratorium Troubleshooting dan Studio Gambar. Program Studi Keuangan dan Perbankan juga memiliki Laboratorium Mini Bank. Laboratorium Bahasa, Laboratorium Perpustakaan dan Kearsipan.

Gambar 25. Penyerapan tenaga kerja pendidikan vokasi ((http://www.kemenperin.go.id/gpr)

Sebagai pembanding, pengembangan pendidikan kejuruan atau vokasional di Indonesia sangat jauh tertinggal. Di kawasan Eropa dan Amerika hampir 95% lulusan peserta didik dari pendidikan kejuruan, sementara di Indonesia lulusan vokasi hanya 5%. Lembaga penghasil sumber daya manusia di Eropa dan Amerika lebih banyak meluluskan tenaga vokasi, karena 95% pasar kerja lebih butuh lulusan vokasi daripada lulusan akademik. 95% sistem pendidikan tinggi di Eropa dan Amerika merupakan pendidikan vokasional setara diploma 3 (D-3) dan diploma 4 (D-4). Sisanya 5%, baru pendidikan akademis.

Negara maju lebih fokus mengembangkan pendidikan vokasi karena dunia industri lebih membutuhkan lulusan vokasi. Di Indonesia ada 4.500 perguruan tinggi negeri dan swasta. Total program studi di perguruan tinggi tersebut 26.000 prodi. Namun, hanya 5% prodi yang mengembangkan pendidikan vokasional, sedangkan 95% sisanya memproduksi mahasiswa akademik (S-1 dan S-3).

Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko mengatakan bahwa ―Mahasiswa akademik itu cocoknya menjadi dosen, peneliti, atau periset; tidak mungkin langsung disuruh

kerja karena kultur belajarnya teoretis daripada praktik,‖ Pemerintah harus fokus membuat desain akhir untuk memperbanyak pendidikan vokasi jenjang D-3 dan D-4. dikembangkan merujuk pada delapan profesi yang disepakati Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti insinyur, arsitek, tenaga pariwisata, akuntan, dokter gigi, tenaga survei, praktisi medis, dan perawat. (http://www.koran-sindo.com/news)

Gambar 26. Industri yang Indonesia sentris ((http://www.kemenperin.go.id/gpr)

Lulusan vokasi lebih siap menghadapi MEA, 82% lulusan vokasi terbilang lebih cepat mendapat pekerjaan, terserap di dunia kerja bahkan sebelum dia lulus. Tercatat ada 3% yang memilih menjadi pengusaha dan sisanya menunggu daftar tunggu 3-6 bulan hingga mendapat pekerjaan. Dengan memperbanyak pendidikan vokasi maka tingkat pengangguran akan turun lebih cepat. Disisi lain, Pendidikan vokasi Indonesia membutuhkan perubahan regulasi tentang rekrutmen tenaga pengajar. Pemerintah mensyaratkan dosen harus bergelar S-2, sementara untuk pendidikan vokasi, pemerintah mensyaratkan merekrut dosen praktisi yang bekerja di perusahaan tertentu. Memberikan kelonggaran bagi tenaga pengajar pendidikan vokasi mempekerjakan para praktisi sebagai dosen tanpa melihat gelar pendidikan. Lulusan pendidikan vokasional jauh lebih siap untuk berkompetisi dalam dunia kerja sebab dalam sistem pengajaran sehari-hari keterampilan kerja mendapatkan porsi lebih dominan dibandingkan penguasaan akademik. Ditambah lagi adanya kewajiban untuk praktik lapangan sesuai bidang yang dipelajari.