Perbedaan S1 (sarjana) dan D4 (Diploma)

2. Perbedaan S1 (sarjana) dan D4 (Diploma)

Dikalangan masyarakat awam maupun di benak Adik – adik kelas 3 SMA masih bingung memahami pendidikan akademik dan pendidikan vokasional dan ada juga yang bingung mau memilih Diploma atau Sarjana. Orangtua zaman sekarang pun cenderung berpikir loyal, tip-ikal orang sukses di masa depan adalah bermodal kan ‗sarjana‘ dan masuk pegawai negeri. Sebenarnya, dapat dikatakan pemikiran seperti itu masih terlalu sempit.

Kita lihat saja sekarang, banyak sarjana – sarjana muda yang tidak langsung mendapat pekerjaan ketika mendapat gelar sarjana nya. Itu dikarenakan sarjana lebih menitik beratkan pada aspek analitis dengan 40 % praktik dan 60 % Teori. Dapat dikatakan lulusan Sarjana lebih diarahkan untuk dipakai sebagai pemikir, seperti melakukan penelitian ilmiah yang memungkinkan ditemukannya inovasi baru dalam bidangnya. Secara harfiah juga dapat dikatakan lebih cenderung ke arah loyalitas, image, dan individualisme, lebih cenderung pengejaran gelar ke pendidikan yang lebih tinggi sampai jenjang akademis Doktor.

Ini merupakan suatu dilema yang mendalam, apakah memang selalu benar semakin tinggi pendidikan yang kita raih, semakin berkualitas skill kerja kita? Karena pada intinya seseorang dapat dikatakan sukses karena kehidupannya layak di dunia, dengan apa membeli kehidupan yang layak itu? Tentu saja dengan uang dan uang hanya akan didapat secara halal dengan jerih payah kita sendiri yaitu dengan ‗bekerja‘. Seandainya didikan kita lebih cenderung pada aspek analitis dengan skill kerja yang kurang dari separuh, apa yang terjadi?

Bagaimana kalau dibandingkan dengan diploma yang lebih menitik beratkan pada skill kerja dengan 60 % Praktek dan 40 % Teori. Jadi sudah jelas siapakah yang memang betul-betul disiapkan untuk bekerja menghasilkan uang dengan kualitas kerja bagus ditambah pula memiliki aspek analisis yang tidak kalah bersaing walaupun memang kalah lebih dari separuh.

Jalur pendidikan terbagi menjadi dua, jalur akademis (sarjana) dan jalur profesional (diploma). Menurut beberapa referensi, jalur akademis terdiri dari S0 – S1 – S2 – S3 atau Strata 0 (non gelar) – strata 1 (Sarjana) – strata 2 (Master) – strata 3 (Doktor), sedangkan jalur profesional terdiri dari D1 (Diploma satu) – D2(diploma dua) – D3 (diploma tiga) – D4 (diploma empat) – Sp1 (spesialis satu) – Sp2 (spesialis dua).

Program pendidikan D3 mungkin sudah sering kita dengar tapi D1, D2, D4, Sp1 dan Sp2 yang mungkin tidak begitu akrab di telinga masyarakat luas. Bisa dikatakan D1 itu program kuliah satu tahun, D2 dua tahun dan D3 tiga tahun, sedangkan D4 empat tahun. D4 itu setara dengan S1/Sarjana di jalur profesional, sedangkan Sp1 itu setara dengan Master, Sp2 setara dengan Doktor. Dapat dilihat dari beban SKS yang di tanggung. Mungkin lebih mudah di contoh kan di bidang kedokteran jalur akademis nya adalah S.Ked (S1), M.Si/MPH (S2), dan Dr (S3), sedang jalur profesional nya dr/dokter, spesialis 1 (Sp.A/Sp.B) dan speasialis 2 (Sp.A(K)/sp.B(K)).

Program diploma memiliki beberapa karakteristik seperti :  Mata kuliahnya bertujuan memberikan skill/vokasional

 Masa studi 1 tahun (D1), 2 tahun (D2) dan 3 tahun (D3)

 Membekali praktik lebih banyak  Tugas akhir berupa kerja praktik dan laporan  Melahirkan tenaga terampil berkualifikasi pendidikan tinggi formal ke dunia usaha/industri  Bergelar Ahli Pratama/A.P. (D1), Ahli Muda/A.Ma (D2) atau Ahli Madya/A.Md. (D3)

Bagi yang memutuskan pilihan sarjana terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan, misalnya:

 Masa studi berkisar 3,5 sampai 5 tahun.  Mendapatkan pendalaman teori yang kuat  Memiliki kemampuan riset dan analisis mendalam  Peluang mengikuti organisasi internal dan eksternal kampus lebih luas  Mendapatkan kesempatan magang di institutusi (perusahaan/pemerintahan/LSM)  Beberapa perguruan tinggi mewajibkan Praktik Kerja Lapangan (PKL)  Tugas akhir berupa skripsi  Bergelar sarjana sesudah lulus

Intinya: Sarjana dapat di ibaratkan SMA sedang Diploma dapat diibaratkan SMK. Prospek Kerja Sarjana dan diploma ―SAMA‖ Karena Sarjana (S1) setara dengan Diploma (D-IV) .

Sementara ini pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terus mensosialisaikan program pendidikan sarjana vokasi. Sosialisasi penyetaraan terutama untuk setaraf nya D4 dan S1 maka belum semua kalangan industri tahu, mungkin masih ada salah satu perusahaan yang belum tahu sama sekali tentang kesetaraan D4 dengan sarjana (S1) sehingga terkadang disamakan ke level D-III, namun pemerintah akan terus mensosialisasikan nya dengan memberi pengertian apa itu D4 ke instansi- instansi publik nasional maupun internasional.

Namun perlu diingat sekali lagi lulusan D4 yang lebih siap kerja dibanding S1 yang sekarang sudah mulai diperhitungkan oleh dunia industri. Optimisme kita bersama, tidak akan lama lagi tenaga profesional seperti Engineer akan lebih banyak diambil dari lulusan D4, karena memang D4 lah yang disiapkan untuk langsung bekerja serta dibekali keterampilan yang lebih daripada S1. Untuk pegawai negeri, jenjang D4 sudah disamakan dengan S1 sehingga pertama masuk langsung sama-sama start di Golongan IIIA. Lulusan D3 dapat langsung melanjutkan ke S1. Sedangkan D4 tentu bisa langsung melanjutkan ke jenjang S2. dan sebaiknya melanjutkan ke jenjang S2 profesional seperti misalnya MM/MBA dan DBA untuk bidang ekonomi. Tapi untuk yang sudah terlanjur mengambil gelar sarjana dan merasa bekerja dengan skill terbatas, dapat mempertaruhkan skill kerja dengan meneruskan ke pendidikan profesi. Tidak semua bidang menyediakan pendidikan profesi dan hanya PTN/PTS ber akreditas A dan B sajalah yang dapat melaksanakannya. Tapi optimisme kita bersama, di tahun-tahun yang akan datang akan semakin banyak pendidikan profesi di Indonesia.

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam mengembangkan kemampuan, mengubah sikap dan tingkah laku dalam rangka memberdayakan dan mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran.

2. Pendidikan adalah industri produk jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan (Education is a service industry knowledge and skills)

3. Pemerintah harus memfasilitasi masyarakat agar mudah dan murah dalam mengenyam pendidikan tinggi, baik melalui kebijakan maupun melalui anggaran.

4. Pendidikan Tinggi di Indonesia memang telah masuk salah satu produk jasa yang menjanjikan keuntungan. Persaingan produk jasa pendidikan menjadi trend terkini, dan salah satu pemasok

devisa negara di bidang pendidikan. Animo masyarakat yang ingin mengenyam pendidikan lebih baik, dan dunia kerja indutri yang membutuhkan produk pendidikan yang berkualitas.

5. Pendidikan sebagai investasi di bidang industri produk jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan dipandang sebagai investasi yang produktif. Pendidikan dalam hal ini akan menentukan kualitas SDM

yang akan menjadi input tenaga kerja bagi sektor industri.

6. Pendidikan akan menghambat pertumbuhan sektor industri dalam negeri, jika SDM luaran pendidikan tinggi Indonesia tidak dibekali dengan kemampuan dan keterampilan yang memadai untuk

mendukung sektor industri.

7. Dalam arus industri pendidikan tinggi, sistem atau model pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi yang kaku dan konvesional harus diubah menjadi lebih fleksibel dan profesional seperti produk jasa

lainnya agar lebih kompetitif dan menarik pelajar, baik dalam maupun luar negeri.

8. Mutu pendidikan tinggi di Indonesia terus ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat sejajar dengan kualitas pendidikan tinggi di negara negara Asean, Asia, Amerika dan Eropa. Stakeholders

pendidikan tinggi termasuk policy makers (pembuat kebijakan) dan decision makers (pengambil keputusan) sebaiknya mereview, mengevaluasi, dan merevisi kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia secara periodik dengan banyak mempertimbangkan feedbacks atau umpan balik dari stakeholders pendidikan.

9. Strategi pengembangan Pendidikan tinggi di Indonesia dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkeanekaragaman geo-demografis, budaya, dan memperhatikan tantangan global

dan lokal tentang budaya – karakter bangsa, serta tanggung jawab pemangku kepentingan terkait dalam menentukan kebijakan dan kemauan politik untuk menghadapi tantangan perubahan. Strateginya meliputi: 1) Meningkatkan keterlibatan dunia usaha dan dunia industri dalam pendidikan.

2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia bidang pendidikan. 3) Meningkatkan dan memeratakan keberadaan pendidikan tinggi sesuai dengan kebutuhan masyarakat (dunian usaha dan industri), dan potensi dan karakteristik pengembangan daerah masing-masing.4) Strategi pengembangan dan pelaksanaan pendidikan tinggi meliputi perencanaan dan pelaksanaan input, proses dan target luaran yang akan dicapai.

10. Pengembangan pendidikan tinggi hanya dapat terjadi dan memberikan dampak yang bermakna jika dilaksanakan secara menyeluruh. Diperlukan kehendak politik yang baik dari pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi disegala aspek, mengkaji celah

yang ada dengan kebutuhan karakteristik sistem pendidikan di era pengetahuan dan informasi sekarang ini, dan menentukan program-program yang harus segera dilaksanakan untuk menutup kesenjangan dan mengejar kemajuan yang terjadi di dunia pendidikan.

11. Program pendidikan vokasi adalah solusi cerdas mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya guna dan daya saing bangsa. Program Pendidikan vokasi menunjang penyediaan tenaga kerja agar

sesuai kebutuhan di dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Alhumami, Amich. 2009. Industri Pendidikan Tinggi. www.dikti.org

Banathy, Bela H. 1991. Systems Design of Education. A journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ: Educational Technology Publications.

Boediman, Andi

Industri Pendidikan. http://andisboediman.blogspot.com/2004/06/marketing-branding-industri-pendidikan.html

Bok, Derek. 2003. Universities in the Marketplace: The Commercialization of Higher Education. Princeton University Press. New Jersey.

Dabbagh, Nada & Brenda Bannan-Ritland. 2005. Online Learning. Concept, strategies and application. Columbus,OH : Pearson.

Djaja. 2012. Pendidikan Sebagai Parameter Produksi dan Pengaruhnya dalam Model Pertumbuhan, (Online), (http://djadja.wordpress.com/2012/06/19/thinkedu-pendidikan-sebagai-parameter-produksi-dan- pengaruhnya-dalam-model-pertumbuhan/, diakses 17 Oktober 2012)

Branen, P, ed (1975), Entering the World of Work,(London, HMSO)

Cotgrove, S.(1958), ―Technical Education and Social Charge‖,London, Allen and Unwin

Heller, D.E, 2001. The states and public higher education policy: Affordability, access, and accountability, The Johns Hopkins University Press.

Halsey, A.H. etal, eds (19610, ―Aprentices out of their time,‖(London Farber)

Williams, W. ed.(1974), ―Occupational Choice.‖ (London, George Allen and Unwin)

http://abahanomkurnaedi.blogspot.co.id/

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=26&date=2016-09-19

http://abahanomkurnaedi.blogspot.co.id/

https://www.selasar.com/jurnal/

http://presidenri.go.id/pendidikan/ri-jerman-fokus-pada-kerja-sama-pendidikan-vokasi.html

http://news.okezone.com/topic/19650/pendidikan-vokasi

https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_vokasi

http://vokasi.ub.ac.id/tentang-vokasi/tujuan/

http://vokasi.ui.ac.id/r3/

http://combackcampus.blogspot.co.id/2012/05/industri-dan-pendidikan.html

https://ernisusiyawati.wordpress.com/2013/05/31/pendidikan-sebagai-investasi-di-bidang-industri/ https://ernisusiyawati.wordpress.com/2013/05/31/pendidikan-sebagai-investasi-di-bidang-industri/

http://id.unizar.ac.id/sistem-pendidikan-tinggi-indonesia/

https://www.youtube.com/

Huda, Nurul. 2008. Investasi Pasar Modal Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mulyana, Deden.

Investasi, (Online), http://deden08m.files.wordpress.com/2009/02/materi-1-pengertian-investasi.pdf, diakses 20 Oktober 2012)

Pengertian

Lie, Anita. 2007. Membedah Industri Pendidikan Tinggi. www.stbalia.ac.id

Di Indonesia. http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=30102

Marhum, Mochtar.

Mariana, Dede. 2010. Industri (dan) Pendidikan. http://bataviase.co.id

Media Group Mudyahardjo, Redja. 2001. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo