PENDIDIKAN TINGGI DAN PERMINTAAN PENGETAHUAN

D. PENDIDIKAN TINGGI DAN PERMINTAAN PENGETAHUAN

Produksi jasa pengetahuan dan keterampilan akan berkembang pesat jika dilakukan format mekanisme pasar. Pada pemerintahan yang otoriter produksi pengetahuan banyak dipandu oleh Negara, sehingga dalam banyak kasus mengalami kendala pertumbuhannya. Memang, sebagian besar dari produksi pengetahuan nasional yang dipandu oleh mekanisme pasar. Kemungkinan hampir semua pengetahuan yang dihasilkan tidak diperoleh oleh konsumen dengan harga tertentu melainkan ditawarkan secara gratis, kecuali yang telah dituangkan kedalam media yang proses memproduksinya memerlukan biaya yang mahal atau dipandu tujuan komersial.

Institusi yang paling banyak menggunakan produksi pengetahuan adalah universitas dan sekolah. Sebagian besar pendanaanya ditangungg oleh pemerintah, misalnya dalam bentuk pengadaan buku-buku perpustakaan, buku pelajaran, majalah, jurnal, laporan penelitian, artikel lepas, Koran, dan lain-lain. Pada porsi yang lebih riel di lingkungan institusi pendidikan produksi pengetahuan itu dibayar oleh orang tua dan siswa itu sendiri.

Lembaga pendidikan tinggi sebagai bagian dari industri produk dan jasa pengetahuan dan keterampilan harus menempatkan diri dalam konteks perkembangan dan perubahan kebutuhan serta persoalan di masyarakat. Lembaga pendidikan yang kehilangan relevansinya melalui disinteraksi ataupun kalah dalam persaingan di era global kini, niscaya akan mati -cepat atau lambat- karena interdependensi dalam lingkungan yang diciri oleh keragaman melalui berbagai bentuk interaksi merupakan hukum alam dalam kehidupan ini. Persoalannya adalah: mampukah lembaga pendidikan menyiapkan peserta didik yang mampu memenangkan masa depannya ? apakah kurikulum, silabus, dan proses belajar mengajar di perguruan tinggi kita dapat menjamin pembentukan peserta didik yang siap menghadapi masa depan.

Menurut Psacharopoulos (1987) industry pengetahuan dapat diartikan sebagai kelompok perusahaan, institusi, organisasi, depertemen, atau tim dalamnya menghendaki baik secara lensung maupun tidak lansung untuk menyebarkan pengetahuan dalam bentuk apapun. Oleh karena penyediaan informasi tidak dapat dipisahkan dengan selayaknya penyediaan barang atau jasa lain, maka orang-orang yang terlibat dalam industri pengetahuan menyediakan informasi tidak sebagai pekerjaan yang hanya bagian kecil dari pekerjaan yang lain, melainkan merupakan pekerjaan utama mereka. Pekerja industri pengetahuan tidak hanya menyediakan pengetahuan dan menjual jasa dibidangnya, melainkan juga yang membagikannya cuma-cuma karena dibiayai oleh pembayara pajak, penyumbang, atau institusi bisnis.

Industri produk jasa pengetahuan dan keterampilan, dalam makna substansi ,material, menuntut persyaratan khusus. Mereka adalah orang-orang yang ahli di bidangnya, dimana keahlian itu diperoleh melaui pendidikan, pelatihan, atau proses pembelajaran individual yang cukup lama. Kemampuan yang dimiliki oleh seorang yang menjalankan pekerjaan pengetahuan adakalanya tidak cukup tunggal. Seorang penulis, misalnya setidaknya harus memiliki dua kemampuan sekaligus, yaitu penguasaan materi fokus tulisan dan penguasaan bahasa tulisan. Berbekal dua kemampuan itu saja tidak cukup. Mereka juga harus memiliki keterampilan lain, yaitu keterampilan mengoperasikan komputer untuk olah kata, desain gambar, table, ilustrasi bergambar, desain grafis, dan lain-lain.

Perguruan tinggi dipandang sebagai lembaga yang memproduksi atau menjual produk kepada pengguna. Pengguna pendidikan meliputi pelanggan internal dan pelangan eksternal. Pelanggan internal Lembaga Pendidikan sebagai Industri produk Jasa Praktek adalah pengajar atau dosen dan tenaga kependidikan serta tenaga administratif. Pelanggan eksternal dipilah-pilah menjadi pelanggan primer, sekunder dan tersier. Pelanggan eksternal primer adalah siswa, pelanggan sekunder adalah pemerintah, orangtua atau masyarakat yang membiayai pendidikan, dan pelanggan tersier adalah lembaga pendidikan pada jenjang berikutnya atau para pemakai lulusan. Dengan berpegang pada konsep ini maka mutu suatu lembaga pendidikan ditentukan oleh sejauh mana pengguna internal maupun pelanggan eksternal itu merasa puas terhadap layanan yang diberikan oleh lembaga pendidikan itu. Hal ini berarti bahwa lembaga pendidikan bermutu adalah yang melaksanakan pendidikan dan memberikan pelayanan sesuai harapan dan kepuasan para penggunanya.

Pertanyaan kunci : Apakah lembaga pendidikan dapat memberi layanan yang sesuai kepuasan penggunany? Dalam menilai mutu lembaga pendidikan, perlu ada kriteria penilaian pada masing-masing dimensi mutu, seperti hasil belajar, pembelajaran, materi pembelajaran, dan pengelolaan. Dimensi hasil belajar dapat dipandang sebagai dimensi keluaran atau output, sedangkan dimensi pengelolaan dan pembelajaran dapat dipandang sebagai dimensi proses, sementara bahan pembelajaran merupakan dimensi masukan atau input.

Gambar 21. Pendidikan tinggi sebagai sebagai industri produk dan jasa berbasis ilmu pengetahuan dan keterampilan

Pendidikan tinggi kekinian layaknya dianggap sebagai sebuah industri. Kata industri dipahami sebagai kegiatan yang dikelola dengan baik dan menghasilkan produk yang diminati oleh masyarakat. Maka mutu produk pendidikan diukur dari lulusannya. Mari di telisik! Dalam aktifitas operasional pendidikan tinggi, terdapat pengelola, ada bahan baku, ada proses, ada produk, ada standar kualitas atas produk dan tentu saja ada biaya yang ditimbulkan. Namun dunia pendidikan, bukan mengejar profit semata, tetapi menekankan pada kontrol kualitas dari produk yang dihasilkan, yaitu mutu pendidikan.

Dampak pendidikan sebagai industri, tentu mengharapkan lulusannya berkecakapan, patuh, dan dapat diterima sebagai pekerja. Namun, pandangan ini tak semestinya. Lulusan pendidikan haruslah manusia- manusia yang berkemampuan optimum sesuai dengan talentanya. Industri pendidikan seperti juga layanan kesehatan harus dipandang sebagai sebuah industri jasa. Jika pendidikan dipandang sebagai industri, masukannya adalah standar nasional, kurikulum, keluarannya adalah pembelajaran. Pembelajaran di sini meliputi dari penyediaan peluang, fasilitas, sampai konsultasi dalam proses belajar, jasa perpustakaan, dan sebagainya.

Jika di analisis bagaimana pendidikan itu merupakan kegiatan yang layaknya ―industri‖, seluruh organisasi pendidikan bertanggung jawab kepada pemakai jasanya yakni masyarakat melalui produk yang dihasilkan. Sebagai pengguna produk dan jasa pendidikan, masyarakat berhak mendapatkan layanan dan hasil produk yang berkualitas. Oleh karena itu, pendidikan dikatakan bermutu, jika penyediaan peluang dan fasilitas pembelajaran seoptimum mungkin. Siswa bukan bahan input maupun output, tetapi sebagai pengguna atau pemanfaat keluaran, yakni pembelajaran.

Pendidikan sebagai industri produk dan jasa harus menyerahkan pada pelanggan (siswa) untuk memanfaatkan keluarannya, yakni peluang pembelajaran. Bagaimana memanfaatkan layanan jasa ilmu pengetahuan dan keterampilan yang disediakan pendidikan, untuk menjadikan siswa seoptimum mungkin. Pendidikan di ibaratkan seperti sebuah bengkel motor yang menyediakan alat dan fasilitas dan bimbingan merakit motor, tetapi siswa harus merakit sendiri. Tiap siswa harus meracik sendiri pembelajaran yang dibutuhkan, tentu dengan bimbingan dosen sehingga memungkinkan dirinya berkembang seoptimum mungkin.

Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan, masih memahami pendidikan sebagai industri produk atau barang, yang berorientasi pada penyeragaman lulusan. Jika pendidikan merupakan pabrik, dan keluarannya adalah lulusan, tentulah menyeragamkan lulusan itu ide cemerlang. Akhirnya, akan selalu kembali pada prinsip bagaimana kita memandang pendidikan sebagai industri produk atau industri jasa. Hakikatnya, prinsip dasar pendidikan sebagai ―industri produk dan jasa‖, kualitas produknya diukur dari sistem INPUT-PROSES-OUTPUT (IPO), dengan perencanaan, analisis, dengan kontrol yang ketat. Maka pendidikan adalah industri jasa yang menjanjikan profit kemakmuran bagi masyarakat Indonesia.

Pendidikan adalah kebutuhan primer dan oksigen bagi sebuah peradaban. Pendidikan bukan saja memiliki daya dongkrak bagi perkembangan dan kemajuan sebuah negara, melainkan juga sebagai hak dasar bagi setiap manusia di muka bumi ini. Ketika pendidikan diyakini sebagai hak dasar bagi setiap manusia di masing-masing negara, maka konsekuensinya adalah negara melalui pemerintah memiliki kewajiban mutlak untuk menggerakkan sektor pendidikan sehingga bisa dinikmati oleh semua kalangan, menciptakan peluang dan kesempatan yang sama kepada publik guna mengembangkan pengetahuan dan kapasitas lainnya melalui pendidikan dengan biaya yang terjangkau oleh masing-masing kalangan.

Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No 20 Tahun 2003) pasal 1 ayat 1, menyatakan bahwa "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara". Sehingga dapat di simpulkan disini bahwa pendidikan adalah, suatu usaha sadar dalam rangka menanamkan daya-daya kemampuan, baik yang berhubungan dengan pengalaman kognitif (daya pengetahuan), afektif (aspek sikap) maupun psikomotorik (aspek ketrampilan) yang dimiliki oleh seorang individu.

Pendidikan tinggi terdiri dari dua jalur yaitu jalur akademik dan jalur kejuruan (vokasi). Jalur akademik adalah universitas, institut dan sekolah tinggi yang menawarkan stratafikasi gelar akademik dan spesialis (higher degrees and specialist) dan mencakup program pendidikan S1 (gelar sarjana), S2 (gelar Magister), Spesialis dan S3 (gelar Doktor). Sedangkan Jalur kejuruan atau vokasi, umumnya menawarkan pendidikan kejuruan (vocational education) setingkat program diploma (Ahli Madya). Pendidikan ini umumnya diselenggarakan oleh semua akademi yang ada di Indonesia.

Pendidikan tinggi (higher education) melayani jasa pendidikan tinggi termasuk pemberian pelayanan ilmu Basic Sciences (MIPA), Sciences (Ilmu-ilmu eksakta), Social Sciences and Humanities (Ilmu Sosial dan Humaniora). Pendidikan tinggi berhak menganugrahkan gelar akademik kepada alumninya yang telah memenuhi syarat-syarat akademis sesuai dengan UU Sisdiknas. Biaya pendidikan tinggi yang selama ini sudah amat mahal dikhawatirkan bertambah mahal yang didorong oleh motif ekonomi dan mengikuti hukum pasar, akan menjadikan pendidikan tinggi sebagai barang komersial, sama seperti barang dagangan lain dalam suatu transaksi perniagaan.

Lazimnya transaksi perniagaan, pertimbangan untung-rugi merupakan faktor penentu dalam pengelolaan perguruan tinggi. Jika pendidikan tinggi sudah menjadi barang komersial berharga mahal, sudah pasti hanya masyarakat kaya yang mampu menjangkaunya. Masyarakat miskin akan kian sulit mendapat akses ke layanan pendidikan tinggi karena keterbatasan kemampuan finansial. Tiga isu besar yang bersifat eternal —affordability, accessibility, accountability—justru merupakan persoalan utama yang harus mendapat perhatian khusus dan harus ditangani serius oleh para perumus kebijakan dan pengelola perguruan tinggi (Heller, 2003).