Perubahan Waktu Tingkat Kematangan Gonad
5.4.2 Perubahan Waktu Tingkat Kematangan Gonad
Gonad bulu babi mencapai tingkat kematangan pertama kalinya saat berumur satu tahun. Dalam waktu satu tahun tersebut bulu babi telah melalui proses gametogenesi yang terjadi dalam lima tahap (Walker, et al., 2007). Tingkat kematangan gonad bulu babi dapat dilihat melalui warna gonad tersebut yang berwarna kuning hingga jingga. Selama satu tahun, bulu babi juga dapat tumbuh lebih besar, yang ditunjukan dengan penambahan ukuran diameternya. Diameter tersebut dapat tumbuh hingga berukuran 7cm dalam waktu satu tahun.
Gambar 4.20 menunjukan diameter bulu babi yang diambil oleh ibu “toro-toro”, yang dapat dilihat bahwa ternyata mayoritas bulu babi yang diambil memiliki diameter berukuran 5 cm. Untuk mencapai ukuran 5 cm, bulu babi memerlukan waktu sekitar 5 bulan (Bacolod & Dy, 1986 dalam Lawrence & Agatsuma 2007).
Universitas Indonesia
Ternyata bulu babi yang diambil ibu “toro-toro” dengan ukuran 5 cm sudah menunjukan kematangan gonad, yang ditandai dengan gonad yang berwarna kuning hingga jingga (Lampiran 8).
Kematangan gonad bulu babi yang baru berukuran 5 cm mengindikasikan adanya perubahan waktu kematangan gonad. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya adaptasi dari bulu babi akibat tekanan dari kegiatan pemanfaatan oleh masyarakat. Tekanan lingkungan dapat menyebabkan mahkluk hidup beradaptasi baik secara morfologi maupun fisiologis. Adaptasi yang terjadi pada bulu babi adalah adaptasi fisiologis, yang bertujuan untuk mempercepat proses gametogenesisnya. Akibat adanya tekanan yang dialami bulu babi, membuat bulu babi harus mempercepat proses gametogenesisnya agar dapat terus bereproduksi. Sehingga walaupun umur bulu babi belum mencapai satu tahun, tetapi gonad bulu babi telah matang dan siap memijah (Becker, Breedlove, & Crews, 1992).
5.5 Pengembangan konsep Pemanfaatan Bulu Babi Pemanfaatan bulu babi di daerah Sanur masih tergolong sederhana dan tanpa pasar yang luas. Dalam masyarakat Sanur sendiri, pemanfaatan bulu babi sebagai makanan tambahan bukanlah hal yang aneh, dan dapat dikatakan bulu babi adalah makanan favorit bagi sejumlah masyarakat Sanur. Namun belum adanya program intensif tentang pemanfaatan bulu babi di daerah Sanur, membuat cangkupan pemasaran bulu babi hanya sebatas masyarakat sekitar saja.
Sanur yang memiliki wilayah pantai yang cukup luas, membuat sebagian penduduknya mengadu nasibnya dengan menjadi nelayan. Walaupun demikian, ternyata sektor perikanan di Sanur masih kalah jika dibandingkan daerah lain di Bali seperti Pulau Serangan ataupun Jimbaran. Mengingat Sanur adalah salah satu pusat pariwisata yang ada di Bali, membuat beberapa tokoh masyarakat lebih terfokus dengan masalah pariwisata di Sanur. Dengan terfokusnya kepada sektor pariwisata, membuat pembangunan fasilitas, sarana dan prasarana pariwisata tumbuh pesat sehingga membutuhkan banyak pekerja di bidang tersebut. Terbukanya kesempatan tersebut membuat banyak masyarakat Sanur lebih mencari peruntungan di sektor pariwisata
Universitas Indonesia
Banyaknya pencari bulu babi yang berumur paruh baya adalah salah satu dampak dari berkembangnya pariwisata. Tercatat pada Kelurahan Sanur saja terdapat sekitar 50 hotel melati dan berbintang, lebih dari 100 kafe dan restoran, dan berbagai pendukung sektor pariwisata yang lainnya. Semuanya itu membutuhkan banyak pekerja muda, sehingga banyak kaum muda mulai beralih ke bidang pariwisata. Pada beberapa tahun yang lalu, masih banyak kaum muda yang mencari bulu babi di laut sebagai penghasilan mereka. Namun semakin sulitnya mencari bulu babi mengakibatkan banyak nelayan bulu babi beralih profesi.
Berdasarkan dari data yang diperoleh mengenai sebaran bulu babi, dan juga penuturan dari ibu “toro-toro”, diketahui bahwa telah terjadi penurunan populasi bulu babi karena pemanfaatan yang dilakukan dalam jangka waktu lama. Sehingga diperlukan suatu bentuk pemanfaatan yang dapat menjaga populasi/ketersediaan bulu babi dialam agar dapat terus dimanfaatkan oleh masyarakat. Terdapat beberapa konsep pemanfaatan bulu babi yang dapat dikembangkan di daerah Sanur, antara lain adalah penangkapan dan penutupan pada musim-musim tertentu, pembatasan ukuran tangkap, dan daerah perlindungan bagi bulu babi juga lamun.Dari semua konsep tersebut dibutuhkan peran serta berbagai tokoh masyarakat seperti pengurus banjar dinas dan banjar adat, dan juga masyarakat sendiri