Penurunan Populasi dan Kepadatan

5.4.1 Penurunan Populasi dan Kepadatan

Dampak yang dapat langsung diamati dari pemanfaatan bulu babi adalah perubahan kepadatan bulu babi pada daerah tersebut. Kepadatan bulu babi di

daerah Sanur adalah 0,19 individu/m 2 . Besar kepadatan tersebut hampir sama seperti kepadatan bulu babi di Papua New Guinea yaitu sebesar 0,098 individu/m 2

(Mukai et al., 1985 dalam Lawrence & Agatsuma, 2007), dan kepadatan di Kepulauan Hatta, Maluku sebesar 0,16-0,22 individu/m 2 (Dobo, 2009). Pada

daerah di Filipina saat terjadi eksploitasi yang berakibat penurunan populasi, kepadatan bulu babi mencapai 0,1 individu/m 2 (Klumpp et al., 1993 dalam

Lawrence & Agatsuma, 2007).

Pada daerah Afrika seperti Madagaskar, Kenya, dan Pulau reunion kepadatan bulu babi dapat mencapai 4 hingga 15 individu/m 2 (Lawrene, 2007b) (Gambar 4.9).

Jika dilihat dari sejarah pemanfaatan bulu babi sejak jaman prasejarah, tidak terdapat catatan tentang pemanfaatan bulu babi oleh masyarakat prasejarah di Afrika (Lawrence, 2007a). Sehingga dimungkinkan tidak terdapat kebudayaan dari masyarakat asli Afrika untuk mengkonsumsi bulu babi, tidak seperti di daerah lain di dunia.

Universitas Indonesia

Populasi bulu babi tahun 1992 di Filipina sempat mengalami penurunan yang tajam akibat adanya pemanfaatan oleh masyarakat sekitar dengan kepadatan

individu mencapai sekitar 0,1 individu/m 2 . Mulai tahun 1993 kegiatan pemanfaatan dihentikan dan dilakukan pengelolaan, sehingga pada tahun 1999

populasi bulu babi di Filipina mulai meningkat. Tahun 2006 tercatat kepadatan bulu babi mencapai 4 individu/m 2 (Juinio-Menez, et al.2008). Jika dibandingkan

kepadatan bulu babi di Afrika dan di Filipina setelah ada pengelolaan, kepadatan bulu babi di Sanur sangat lah rendah. Hal ini membuktikan kepadatan bulu babi di Sanur telah mengalami penurunan, yang salah satunya disebabkan adanya pemanfaatan oleh masyarakat.

Berdasarkan penuturan dari ibu “toro-toro” dan masyarakat sekitar, disebutkan bahwa beberapa tahun yang lalu untuk mencari bulu babi lebih mudah dibandingkan dengan saat ini. Hasil yang didapatkan dari pemanfaatan bulu babi juga sudah banyak menurun. Saat ini para pencari bulu babi hanya terbatas pada ibu “toro-toro” yang telah berumur saja, tetapi pada beberapa tahun yang lalu baik wanita ataupun pria dari berbagai umur banyak yang mengambil bulu babi. Berkurangnya nelayan bulu babi disebabkan karena semakin sulitnya mendapatkan bulu babi. Beberapa tahun yang lalu nelayan dapat mendapatkan hasil hingga 5-6 botol gonad, tetapi saat ini hanya sebatas 2 botol gonad saja.

Untuk mengumpulkan gonad sebanyak satu botol diperlukan 61,33 individu bulu babi, dan jika rata-rata ibu “toro-toro” memperoleh hasil setiap melaut adalah dua botol (Tabel4.5), kemudian rata-rata melaut dalam sebulan sebanyak 7 kali (Gambar 4.16) dengan setiap kali melaut terdapat lima orang, maka diperkirakan dalam sebulan bulu babi yang diambil dari alam adalah sebesar 4.293 ekor bulu babi. Jumlah tersebut jika berlangsung sejak lama dan kemampuan dari bulu babi untuk beregenerasi tidak sebanding dengan jumlah tersebut akan membuat populasi bulu babi di alam semakin menurun.

Dampak selanjutnya yang dapat terjadi dari penurunan populasi dan kepadatan bulu babi adalah penurunan keberhasilan fertilisasi bulu babi. Reproduksi bulu

Universitas Indonesia

babi terjadi melalui fertilisasi eksternal yang tingkat keberhasilannya dipengaruhi oleh beberapa faktor alam seperti arus, waktu pemijahan, dan lokasi pemijahan. Selain faktor alam dan fisiologis, ternyata populasi dan kepadatan bulu babi juga menjadi faktor kunci yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan fertilisasi eksternal. Semakin tinggi tingkat kepadatan individu, tingkat keberhasilan fertilisasi juga akan meningkat (Claereboudt, 1999; Pennington, 1985; Levitan, Sewell, & Fu-Shiang Chia, 1992).

Dalam Gambar 4.8 dapat terlihat bahwa sebaran diameter bulu babi berkisar dari

2 hingga 7 cm. Diameter bulu babi adalah indikator utama untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan bulu babi. Berdasarkan sebaran diameter, bulu babi muda (ukuran 2 dan 3 cm) yang ditemukan sangat sedikit. Sedikitnya bulu babi yang berumur muda dapat diduga bahwa telah terjadi penurunan keberhasilan fertilisasi, sehingga regenerasi dari bulu babi juga menurun. Kondisi seperti ini seperti ini jika dalam kependudukan dapat digambarkan dengan piramida yang berbentuk nisan atau model konstruksif, dimana usia muda lebih sedikit dibandingkan dengan dewasa. Kondisi seperti ini biasanya terdapat pada daerah yang sedang dalam tekanan (Tim Penulis LD FEUI, 2010).