Lamun Dan Bulu Babi

5.1 Lamun Dan Bulu Babi

5.1.1 Sebaran dan Kondisi Lamun

Berdasarkan analisis regresi linier antara tutupan lamun dengan kelimpahan jenis Thalasia hemprichii, didapatkan bahwa T. hempricii adalah jenis yang paling dominan dan tumbuh di semua transek (Gambar 4.6). Thalasia hempricii adalah salah satu spesies klimaks pada ekosisitem padang lamun, memiliki panjang daun hanya berkisar antara 5-7 cm tetapi memiliki akar yang terbenam hingga jauh kedalam substrat (15-20 cm ke dalam). Fungsi akar tersebut tidak hanya menstabilkan sedimen yang ada dibawahnya tetapi juga menjadi pondasi yang kuat bagi tumbuhan sehingga dapat bertahan hidup (Tomascik, Mah, Nontji, & Moosa, 1997). Hal tersebut yang membuat T. Hemprichii sebagai satu jenis lamun yang dapat bertahan pada segala kondisi substrat, mulai dari pasir lumpur hingga karang. Dominansi jenis T.hempricii juga ditemukan pada padang lamun di Teluk Mecuti, Mozambiq Utara (Bandeira and Antonio 1996) dan juga Pantai Kuta dan Teluk Gerupuk, Lombok (Kiswara, 1996).

Spesies lamun yang dominan lainnya adalah jenis Enhalus acroides yang tumbuh hampir disemua transek. Enhalus acoroides adalah jenis lamun yang terbesar dan menyebar luas di kepulauan Indonesia. Penyebaarannya mulai dari daerah intertidal hingga daerah subtidal mendekati daerah hutan mangrove. Salah satu ciri khas dari E. acoroides adalah memiliki daun yang panjang dan tebal dengan rhizome yang keras seperti mengayu dan akar yang panjang. Enhalus acoroides memiliki dua tipe pertumbuhan, yaitu tipe perpanjangan daun dan tipe pertumbuhan akar. Tipe pertumbuhan berupa pemanjangan daun terjadi jika E.acoroides tumbuh pada lingkungan dengan wilayah tertutup dan banyak terdapat nutrien. Tipe pertumbuhan akar atau rhizome terjadi jika E. acoroides tumbuh pada lingkungan dengan arus yang kuat, karena akarnya digunakan sebagai pengikat sedimen dan pondasi bagi tumbuhan tersebut (Tomascik et al., 1997).

Universitas Indonesia

Spesies yang paling rendah adalah Halophila ovalis, dan Halophila minor. Halophila ovalis dan H. minor tersebar pada hampir seluruh wilayah Indonesia, hanya saja bentuk dan ukuran dari lamun ini yang sangat kecil sehingga jarang terlihat. Selain bentuknya yang kecil, H ovalis juga spesies pionir yang terkadang tumbuh pada daerah sedimen yang berpasir. Biasanya H. ovalis tumbuh berdampingan dengan H. minor, tetapi H.minor lebih banyak terkubur dalam sedimen sehingga lebih sulit untuk ditemukan (Tomascik et al., 1997).

Struktur dasar pantai Sanur sangatlah unik, karena pada daerah tubir memiliki permukaan yang meninggi dan jika terjadi surut daerah tubir akan menjadi daerah yang sangat dangkal. Kemudian daerah antara tubir dengan bibir pantai adalahdaerah yang selalu tergenang air walaupun pada saat surut. Sehingga permukaan pantai Sanur seperti memiliki cekungan yang berada diantara pantai dan tubir. Kondisi tersebut ternyata juga berpengaruh kepada komposisi lamun yang ada. Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat banyak jenis pionir pada daerah dekat tubir sama seperti yang didapati pada jenis lamun di bibir pantai. Sedangkan lamun jenis T. ciliatumadalah jenis lamun yang biasa berada pada daerah sublitoral (Tomascik,et al., 1997) ternyata tumbuh lebat pada daerah intertidal Sanur. Pada penelitian Bandeira & Antonio(1996) pada Teluk Mecuti juga disebutkan bahwa T. ciliatum hanya terdapat pada daerah tubir.

Interaksi antar lamun yang terdapat pada ekosistem padang lamun Sanur membentuk suatu vegetasi lamun campuran, dengan terdiri dari tiga hingga enam jenis lamun. Komunitas yang terdiri dari tiga jenis lamun adalah dari jenis E.acoroides, T. hemprichii, C. rotundata. Untuk interaksi yang terdiri dari empat hingga enam jenis lamun terjadi pada beberapa kuadran penelitian, umumnya jenis penyusun yang utama adalah E. acoroides dan T. hemprichii yang kemudian diselingi oleh jenis yang lainnya. Interaksi dari jenis pioner terjadi antara H. ovalis, H. minor dengan jenis klimaks seperti T. hemprichii, E. acoroides, dan C. rotundata. Interaksi antar lamun yang membentuk suatu vegetasi campuran ini pada umumnya terdapat pada lingkungan yang tertutup yang berpasir dengan kondisi yang relatif datar (Hutomo et al., 1988 dalam Tomascik, et al.1997).

Universitas Indonesia

5.1.2 Sebaran Bulu Babi

Jika dilihat pada Gambar 4.10 populasi bulu babi juga tidak ada/sangat sedikit yang berada pada 50 m dari pantai (kuadran 1), tetapi banyak ditemukan pada jarak sekitar 150-300 m dari garis pantai (Kuadran 2 hingga 5). Kegiatan manusia telah mendesak bulu babi untuk semakin ke tengah. kegiatan pemanfaatan bulu babi pada beberapa tahun yang lalu dapat menjadi penyebab utama dari tidak adanya/sedikitnya ditemukan bulu babi pada daerah dekat garis pantai. Berdasarkan penuturan dari ibu “toro-toro”, mereka juga merasakan semakin jarang bulu babi yang ditemukan di daerah dekat pantai, sehingga mereka harus berjalan agak jauh ketengah untuk menemukan bulu babi. Berdasarkan penelitian Aziz (1999), yang menyebutkan bahwa aktivitas penangkapan bulu babi oleh masyarakat di sekitar Pantai Kuta Lombok juga telah membuat komunitas bulu babi terdesak ke dekat tubir.

Bulu babi juga banyak terdapat pada transek 3 dan 4 dibandingkan dengan transek lain. Dilihat dari hubungannya dengan substrat yang terdapat pada transek 3 dan 4 (Tabel 4.4) lebih banyak pada substrat pasir dan pasir karang. Hal tersebut menjadi salah satu alasan banyak ditemukannya bulu babi pada transek 3 dan 4. Bulu babi lebih banyak menyukai substrat yang lebih keras dibandingkan substrat yang berlumpur, hal tersebut berkaitan erat dengan siklus hidupnya. Saat larva bulu babi memasuki tahap akhir fase planktonik, larva akan mencari tempat yang cocok untuk bermetamorfosis menjadi dewasa. Kondisi substrat berhubungan erat dengan proses metamorfosis. Larva bulu babi akan memilih substrat yang keras dan juga ditumbuhi oleh banyak tumbuhan baik alga maupun lamun. Salah satu alasan utama pemilihan substrat yang keras adalah tempat tersebut sangat cocok sebagai nursery ground yang dapat melindungi larva atau bulu babi muda dari arus maupun predator (Pena et al., 2010; McEdward & Miner, 2007). Hal inilah yang menyebabkan bulu babi banyak ditemukan di daerah berpasir hingga karang.

Universitas Indonesia