54
masing-masing tiga orang harus dapat menyelesaikan lahannya dalam satu minggu itu juga, agar waktu yang digunakanpun seimbang.
Setelah mereka mendapat teman untuk marsialap ari, mereka menentukan kapan bisa mulai bekerja. Untukmakan siang, yang menanggung ialah pihak yang
mempunyai lahan pekerjaan. Contoh: Si A mencari teman untuk marsialap ari. Mereka menyepakati
kapan mulai bekerja dan makan siang untuk yang ikut kerja ditanggung pemilik lahan. Hal ini dilakukan untuk menjalin kerja sama yang baik dan
saling berbagi. Makan bersama dengan lauk dan sayur yang sama sehingga tidak ada yang membedakan. Sama halnya untuk menanam padi marsuan.
Marsialap arimencangkul mangombak dilakukan kaum laki-laki. Marsirimpa ini masih tetap dilakukan di Tipang hingga sekarang.
4.2.3 Pembentukan Pekerja dalam Marsirimpa proses memanen
Dahulu baik di Bakara maupun di Tipang, dalam pembentukan pekerja marsirimpa proses memanen mangamoti, membutuhkan beberapa orang, karena
selain membutuhkan tenaga yang lebih, juga memiliki langkah-langkah seperti, menyabit padi manabi eme, mengumpulkan di satu tempat, membanting
mamampas, dan mengkipas mamurpur. Setelah semua padi selesai disabit, kelompok kerja akan mengumpulkannya
disatu tempat dan membantingnya jadi semakin cepat. Setelah sudah dikumpulkan, akan dilakukan membanting mamampas untuk memisahkan bilur
padinya, untuk pembagian membanting harus ada enam orang untuk melakukannya, karena dibutuhkan satu orang sebagai pembagi padi, dua orang
55
ditempatkan di bantingan yang pertama, kemudian dua orang lagi di tempat pembantingan yang kedua, dan satu orang di pembuangan, dimana orang yang
ditempat pembuangan haruslah teliti untuk memisahkan padi yang sudah terlepas dari bilurnya dengan bilur-bilur padi yang sudah kosong. Kemudian dilakukan
dengan mengkipas mamurpur, selanjutnya membawa pulang ke rumah pemilik lahan.Marsirimpa ini dilakukan kaum laki-laki dan kaum perempuan.
Dalam hal ini, makan dan minum kelompok kerja tersebut akan di tanggung pemilik lahan pekerjaan, mulai serapan hingga makan malam. Hal ini
dikarenakan, pemilik lahan memiliki rejeki dan memberi sedikit hasil panennya pada yang ikut kerja dilahannya.
Akan tetapi, di Bakara untuk mengantar panennya ke rumah dan mengkipas mamurpur sudah tidak dilakukan lagi. Karena mengkipas masyarakat Bakara
sudah menggunakan kipas dari mesin membersihkan padinya dan padi yang sudah dibuat dikarung sudah jarang masyarakat membawa panen ke rumah terlebih
dahulu, tetapi sudah di jual dari tempat lahannya langsung. Hal ini yang membuat masyarakat Bakara tidak melakukan marsirimpa lagi, nilai marsirimpa di daerah
ini sudah memudar. Berbeda dengan di Tipang marsirimpa ini masih dilakukan hingga sekarang.
4.3 Ungkapan-ungkapanPerumpamaan Umpasa dan Umpama Kearifan Lokal Gotong Royong Masyarakat Baktiraja
Pada umumnya, tradisi marsirimpa di masyarakat Batak Toba terutama masyarakat yang berada di Bakara dan Tipangyang begitu banyak versinya tidak
dituliskan dalam buku sebagai pedoman yang diikuti secara rinci, tetapi akan
56
selalu ada di ingatan yang dapat di terapkan dalam kehidupan sosial. Tradisi marsirimpa merupakan salah satu kegiatan tradisional yang perlu di wariskan
untuk menata kehidupan sosial terutama menyelesaikan permasalahan yang di hadapi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.
Masyarakat Batak Toba terutama masyarakat batak yang berada di Bakara dan Tipang memiliki memori kolektif mengenai marsirimpa yang terkandung
dalam ungkapan-ungkapan berupa perumpamaan umpasa dan umpama sebagai berikut: Perumpamaan dalam bahasa Batak Toba terbagi dua, yaitu umpasa yang
biasa disebut pantun dalam bahasa Indonesia dan umpama atau disebut juga dengan peribahasa dalam bahasa Indonesia. Umpasa terdiri dari empat baris
sebait, dua baris pertama berupa sampiran dan dua baris berikutnya isi, setiap umpasa mempunyai pola sajak, irama dan pilihan kata, dan umpama biasanya
terdiri dari dua baris sebait kedua nya saling berhubungan sebab akibat, baris pertama syarat dan baris kedua jawabanya. Umpama dan umpasa pada umumnya
mengandung nasehat, pendidikan, berkat, dan doa. Dalam tradisi masyarakat Batak Toba untuk berpantun marumpasaadanya
intonasi pengucapan yang biasa dilakukan untuk mengucapkannya, di awal kalimat untuk berpantunmarumpasa intonasinya biasa saja, setelah akhir dari
umpasa tersebut intonasi berubah menjadi lebih lama melakukan penghentian dan inti dari umpasa tersebut pun jelas di dengar.
Umpasa pada masyarakat Batak Toba biasanya digunakan dalam tradisi adat-istiadat, dan syukuran. Tradisi adat-istiadat di mulai dari upacara siklus
kelahiran, perkawinan, dan kematian, dan untuk syukuran biasanya dalam hal syukuran memasuki rumah baru, syukuran lulus sekolah, syukuran dapat
57
pekerjaan, syukuran panen, dan sebagainya. Berbeda halnya pada masyarakat yang tinggal di Bakara mereka memiliki adat-istiadat dalam mata pencaharian
dimulai dari umpasa dan umpama perbaikan tali air panaharan dan makan nasi tumpeng mangallang indahan siporgis. Sedangkan umpama selalu digunakan
dalam bahasa sehari-hari sebagai bahasa kiasan yang dapat mengukuhkan topik pembicaraan. Umpasa dan umpama pada umumnya diyakini memiliki pengaruh
yang kuat untuk memberikan dan menerima berkat, nasehat, dan petuah ketika dilakukan pembicaraan.
Berikut ini beberapa umpasa yang mengandung nilai gotong-royong dalam masyarakat Batak Toba yang ada di Bakara:
1. Bulung ni tele tabo baen parisapan
Sisada roha ma hita marsirimpa Sae gabe ma na ta ula
Tango ma nang panaharan Artinya: seperti daun pusuk enak di buat jadi rokok
Kita harus satu hati untuk bergotong-royong Hasil panen memuaskan
Aliran airpun kokoh Umpasa tersebut bermakna bahwa masyarakat harus saling kerja sama
apabila saling kerja sama masyarakat akan mendapat kedamaian dan mendapat hasil panen yang memuaskan. Nilai gotong-royong pada umpasa tersebut adalah
saling kerja sama, seia sekata, satu hati dan kompak, kearifan lokal yang terdapat dalam umpasa itu ialah saling kerja sama untuk memperbaiki tali air tersebut agar
mendapatkan hasil yang memuaskan pada tanaman-tanaman yang hendak ditanam
58
di lahannya. Sebagai konteks penggunaannya, umpasa ini disampaikan di acara rumah ulaon di jabu seperti acara makan nasi tumpeng indahan siporgis yang
dilakukan sebelum memperbaiki tali air. Umpasa ini pada umumnya disampaikan enam kepala marga raja jolokepada tuan rumah yang memyediakan indahan
siporgis tersebut. 2.
Peak songon adian ganjang Songon tondosan
Unang hita marsidalian Rampak ma hita pature-ture halian
Artinya: berhenti seperti orang yang kelelahan Panjang seperti alat tenun
Kita jangan membuat alasan Kita harus bekerja sama untuk memperbaiki aliran air
Umpasa tersebut bermakna bahwa masyarakat harus saling kerja sama apabila saling kerja sama masyarakat akan mendapat kedamaian dan mendapat
hasil panen yang memuaskan. Nilai gotong-royong pada umpasa tersebut adalah saling kerja sama, seia sekata, dan kompak, kearifan lokal yang terdapat dalam
umpasa itu ialah saling kerja sama jangan membuat alasan untuk tidak ikut serta karena itu adalah untuk hasil bersama, oleh sebab itu kita harus sama-sama
bekerja untuk memperbaiki tali air tersebut agar mendapatkan hasil yang memuaskan pada tanaman-tanaman yang hendak ditanam di lahannya. Sebagai
konteks penggunaannya, umpasa ini disampaikan di acara rumah ulaon di jabu seperti acara makan nasi tumpeng indahan siporgis yang dilakukan sebelum
memperbaiki tali air. Umpasa ini pada umumnya disampaikan enam kepala
59
margaraja jolo kepada tuan rumah yang memyediakan indahan siporgis tersebut.
3. Marsiaminan-aminan songon lampak ni gaol
marsitungkol-tungkolan songon suhat dirubean artinya: saling memahami satu sama lain
saling menopang saat terjadi masalah Umpama ini bermakna bahwa orang harus saling memahami dan saling
mendukung. Nilai gotong-royong saling memahami dan saling mendukung ini dapat dilakukan sebagai kearifan lokal untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
yang dihadapi masyarakat. Umpama tersebut sering digunakan pada waktu memberi nasihat pada generasi muda agar saling memahami dan mendukung
dalam segala pekerjaan terutama dalam bersaudara, berfamili, bertetangga, dan berkelompok.
60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang marsirimpa yang diperoleh melalui informan tentang marsirimpa pada data tahapan siklus mata pencaharian di Kecamatan
Baktiraja dan perumpamaan pada siklus mata pencaharian padaBatak Toba yang berada di Kecamatan Baktiraja, terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam bahasa Batak Toba memiliki dua istilah yang di dalamnya
mengandung nilai gotong-royong, yaitu marsialap ari dan marsirimpa yang makna konseptualnya adalah satusada, kompak, seia sekata
mardosniroha dan bersama. Hal itu berarti kaidah dasar marsialap ari dan marsirimpa pada masyarakat Batak Tobadi Kecamatan Baktiraja
adalah orang-orang yang marsirimpa harus satusada, seia-
sekatamardosniroha, dan bersama-sama. Dengan kata lain, marsialap ari dan marsirimpa pada masyarakat Batak Tobadi Kecamatan Baktiraja
adalah dalam melakukan pekerjaan masyarakat harus satusada yang dimaksud disini satu ialah harus sependapat untuk menyelesaikan
pekerjaan atau persoalan dalam masyarakat , harus bekerja secara bersama-sama dan seia-sekata. Kaidah dasar itu mendasari konsep, jenis,
dan klasifikasi marsialap ari dan marsirimpa dalam masyarakat Batak Toba yang tinggal di Kecamatan Baktiraja.
2. Jenis-jenis marsirimpa yang ada pada masing-masing tahapan siklus mata
pencaharian di Kecamatan Baktiraja ada empat jenis marsirimpa dari semua tahapan siklus mata pencaharian, yaitu: 1. Marsirimpa pada saat