1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kesehariannya berinteraksi dengan sesamanya dengan menghasilkan apa yang di sebut dengan peradaban. Semenjak
terciptanya peradaban dan seiring dengan terus berkembangnya peradaban tersebut,
melahirkan berbagai macam bentuk kebudayaan.
Ienaga Saburo dalam Situmorang 2009:2 menjelaskan kebudayaan dalam arti luas.Ienaga menjelaskan bahwa kebudayaan ialah keseluruh hal yang bukan
alamiah.Misalnya ikan adalah suatu benda alamiah, tetapi dalam suatu masyarakat
ikan tersebut dibakar atau ikan pepes atau shashimi tersebut adalah kebudayaan.
Sedangkan dalam arti sempit kebudayaan adalah terdiri dari ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan dan seni.Oleh karena itu Ienaga mengatakan
kebudayaan dalam arti luas ialah segala sesuatu yang bersifat konkrit yang di olah manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kebudayaan dalam arti sempit
adalah sama dengan pengertian budaya yang diuraikan di atas, yaitu budaya yang
berisikan sesuatu yang tidak kentara atau yang bersifat semiotik.
Koentjraningrat 1976:28 mengatakan bahwa kebudayaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus di biasakan dengan belajar
serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya.Dan konsep tentang kebudayaan itu adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang di jadikan milik manusia dengan belajar.
2
Sehingga dapat di tarik suatu pengertian yaitu kebudayaan adalah segala hasil karya cipta dan gagasan manusia yang mengalami suatu proses adaptasi
sehingga menciptakan suatu sistem dalam masyarakat, baik itu berupa ilmu pengetahuan, nilai, norma dan juga sistem kepercayaan di dalam kehidupan
masyarakat.
Dalam Kamus Kanji Sonomama Rakubiki Jiten Kumagai 2006:123, Rikon memiliki makna sebagai perihal pembatalan hubungan pernikahan suami-istri
secara hukum.Perceraian di Jepang telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tengah peningkatan angka perceraian pada masyarakat Jepang saat
ini, terjadi sebuah fenomena perceraian yang terjadi di kalangan pasangan tua yang dikenal dengan istilah Jukunen Rikon yang merupakan perceraian yang terjadi pada
usia pernikahan yang lebih dari 20 tahun. Mengacu pada data yang dipublikasikan pemerintah melalui laman resmi Kementrian Kesehatan, Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan Rakyat Jepang, fenomena ini meningkat sejak pertengahan tahun
1990-an.
Fenomena Jukunen Rikon di Jepang banyak terjadi ketika sang suami memasuki masa pensiun sehingga dikenal juga dengan istilah 定年離婚 Teinen
Rikon. Dalam perceraian seperti ini, biasanya istri yang mengajukan perceraian kepada suami.Di Jepang, fenomena perceraian usia tua juga membuat munculnya
sebuah drama yang berjudul Middle Aged Divorce dengan judul asli 熟年離婚 Jukunen Rikon perceraian usia tua. Menurut hasil J-Dorama Weekly Rating,
drama ini sangat diminati dan dianggap mengalahkan drama Jepang lainnya di
season pada saat itu sekitar November 2005dengan rating rata-rata 19,2.
3
Dalam situs di internet yang bernama Smart Marriage, seorang konselor pernikahan bernama Hiromi Ikeuchi mengatakan bahwa dalam sebuah kasus
dimana perceraian usia tua terjadi diakibatkan karena pada saat masa produktif sang suami mencari nafkah dan sang istri tinggal dirumah sehingga sedikit sekali
percakapan yang terjadi antara pasangan tersebut. Kemudian, pada saat mendekati usia pensiun, waktu luang sang suami bertambah dan mengakibatkan sang suami
lebih lama di rumah. Terbiasanya sang istri yang dulunya lebih sering ditinggal sang suami pergi bekerja, menghabiskan waktu bersama dimasa pensiun sang
suami menjadi tekanan dan beban bagi sang istri.
Beberapa wanita Jepang melihat suami sebagai sebuah penghambat untuk menikmati hari tua, setelah pensiun sang suami mulai menguasai setiap aspek
dalam kehidupan seperti banyak menghabiskan waktu luang di rumah. Kebanyakan suami di Jepang yang pensiun cenderung untuk bergantung kepada
istri, lalu menghabiskan waktu-waktu mereka di rumah sehingga membuat istri merasa tidak bebas. Istri ingin bebas dari pekerjaan rumah tangga dan juga
kewajibannya terhadap sang suami, selain itu istri juga menginginkan agar dirinya juga dapat memiliki kebebasan secara keuangan agar dapat mempergunakan uang
tersebut untuk keperluan dirinya sendiri Reynolds, Isabel. Middle Aged Divorce:
Japan Baby Boomer Face Late-Life Divorce Risk. Harudanji, 3 Januari 2006.
Sejak dahulu para suami di Jepang tidak diharapkan untuk membantu istri mereka memasak, mencuci, atau membersihkan rumah. Sebuah gaya lama yaitu,
tiga kata dari suami untuk istri setelah pulang ke rumah dari bekerja 飯 meshi makanan,風呂 furo mandi dan お茶 ocha teh, yang berarti ketiga hal tersebut
merupakan kewajiban sang istri kepada suami. Beberapa wanita menyadari bahwa
4
20 atau 30 tahun sudah cukup untuk suami istri hidup bersama, dan pada saat mereka tidak memiliki kecocokan lagi, alternatif yang dipilih adalah bercerai
Osedo, Hirosi. Wives Retiring From Marriage. The Courier Mail, Japan: 24
Februari 2006.
Karena meningkatnya keinginan wanita untuk bercerai membuat pemerintah berencana untuk mengubah sistem pensuin di Jepang yaitu undang-undang
perceraian pada tahun 2007 yang mendorong ledakan perceraian. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa istri akan mendapat 50 dari uang pensiun suaminya
setelah bercerai. Sehingga meskipun para wanita tidak memiliki pekerjaan penuh,
mereka tidak mengkhawatirkan tentang biaya hidup sendiri.
Jumlah pasangan yang bercerai memiliki angka yang tertinggi setiap tahunnya.Menurut Internal Affairs and Communications Ministry pada tahun 2002,
jumlah perceraian mencapai puncaknya yaitu sekitar 290.000 pasangan. Sedangkan pada tahun 2003 berjumlah 284.000 pasangan, dan pada tahun 2004 berjumlah
271.000 pasangan. Jumlah perceraian tersebut menurun karena banyak wanita menunggu dikeluarkannya undang-undang pensiun yang baru pada bulan April
2007.
Cerita di dalam drama 熟年離婚 Jukunen Rikon ini mirip dengan kasus- kasus perceraian usia tua di Jepang yang terjadi saat ini. Suami yang menghabiskan
sebagian besar waktunya selama puluhan tahun hanya untuk pekerjaannya, anak- anak yang mulai tumbuh dewasa dan istri yang mengisi waktunya di luar
rumah.Saat suami memasuki masa pensiun, istri meminta sebuah perceraian.
Karena latar belakang tersebut, maka penulis memilih menganalisis Jukunen Rikon perceraian usia tua. Penulis menuangkannya dalam penulisan skripsi yang
5
diberi judul “FENOMENAJUKUNEN RIKONPERCERAIAN USIA TUA DALAM MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI”
1.2 Rumusan Masalah