Analisis hubungan antara kelembagaan dengan tingkat peran serta Analisis hubungan antara manfaat dengan tingkat peran serta

Kegiatan pembinaan dan penyuluhan adalah komunikasi yang paling efektif untuk menyampaikan berbagai informasi sehingga masyarakat mengetahui dan memberikan peran sertanya dalam pelestarian hutan mangrove. Hal ini sejalan dengan pendapat Aripin, 2000 yang mengatakan supaya masyarakat mengetahui norma- norma yang berkembang dewasa ini, maka perlu dilaksanakan sosialisasi terhadap norma-norma yang berkembang, baik itu dalam bentuk peraturan perundang- undangan maupun dalam kebijaksanaan Pemerintah. Sangat disayangkan bahwa umumnya warga tidak pernahbelum mengetahui adanya kelompok sosial masyarakat seperti LSM yang pernah melakukan aktivitas penyuluhan tentang pelestarian hutan mangrove, bahkan sebagian besar warga tidak mengetahui apa itu LSM, warga hanya mengetahui sebatas nama namun tidak pernah berhubungan dengan LSM atau kegiatannya dengan pelestarian hutan mangrove.

b. Analisis hubungan antara kelembagaan dengan tingkat peran serta

Dari hasil uji Chi-kuadrat Lampiran 19, X 2 hitung 32.160 X 2 tabel 28.296, maka Hi diterima, ada hubungan antara kelembagaan terhadap tingkat peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove, artinya bahwa kelembagaan sangat erat hubungannya dengan tingkat peran serta, kelembagaan yang aktif dapat memberikan tingkat peran serta yang aktif pula dan demikian pula sebaliknya aktivitas kelembagaan yang rendah akan memberikan aktivitas peran serta yang rendah. Apabila hipotesis mengatakan bahwa kelembagaan dapat mempengaruhi tingkat peran serta masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove, hipotesis ini dapat diterima. Berdasarkan hasil angket dari responden dapat diketahui bahwa frekuensi Universitas Sumatera Utara aktivitas yang dilaksanakan oleh kelembagaan rendah apakah itu kelembagaan formal seperti pemerintahan dasa maupun kelembagaan lainnya. Hal ini membuktikan rendahnya aktivitas-aktivitas kelembagaan dalam meningkatkan peran serta masyarakat guna pelestarian hutan mangrove sejalan dengan tingkat kerusakan hutan mangrove di kawasan pesisir Kabupaten Deli Serdang. David et al 1984 mengatakan kurangnya pemunculan informasi yang tidak sesuai karena tingkat pemahaman yang rendah adalah salah satu hambatan untuk mengadakan perubahan sikap dalam dunia nyata. Hal ini juga didukung oleh sikap dan peran serta masyarakat melaksanakan penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove atas kehendak sendiri rendah. Lebih lanjut dikatakannya semakin tinggi tingkat keahlian kelompok itu dalam hubungannya dengan individu akan meningkatkan tingkat kepercayaan dan penghargaan individu terhadap pendapat mereka.

c. Analisis hubungan antara manfaat dengan tingkat peran serta

Pengukuran variabel manfaat ini diperoleh dari hasil perhitungan jumlah skor masing-masing indikator yang diperoleh responden dan dibagi dengan skor maksimum yang harus dicapai, kemudian diberikan pembobotan dan dikelompokkan kedalam lima kategori yaitu: sangat tinggi 80, tinggi 61-80, sedang 41-60 , rendah 21-40, sangat rendah 20. Dari hasil uji Chi-kuadrat Lampiran 22 X 2 hitung 84.509 X 2 tabel 28.296, maka Hi diterima ada hubungan antara manfaat terhadap tingkat peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove melalui kegiatan penyuluhan menunjukkan ada hubungan antara manfaat Universitas Sumatera Utara dengan tingkat peran serta masyarakat, artinya manfaat yang tinggi dapat memberikan tingkat peran serta yang tinggi pula dan sebaliknya manfaat yang rendah akan memberikan tingkat peran serta yang rendah. Narayan 1994 dalam Bengen, 2004 menyatakan, jika manfaat yang dirasakan lebih besar dari harga yang harus dibayardiberikan, masyarakat akan ikut berperan serta. Jika tidak, masyarakat kurang intensif untuk ikut berpartisipasi, atau menghindari kegiatan tersebut. Manfaat atau keuntungan selain dalam arti ekonomi, juga dapat bersifat sosial, seperti pengetahuan, ketrampilan dalam memecahkan masalah dan sebagainya. Jika memang dirasakan menjadi kebutuhan bersama, tetapi masyarakat tidak merasakan sebagai kebutuhan, mereka tidak berminat untuk ikut. Kebutuhan selain hanya dapat dirasakan oleh sekelompok orang saja wanita, kelompok dari ekonomi rendah dan sebagainya, juga dapat menjadi kebutuhan semua. Keberhasilan pendekatan berbasis masyarakat akan lebih besar, jika kebutuhan dirasakan oleh semua kelompok masyarakat. Kompleksitas sistem pada wilayah pesisir, baik itu sumberdaya alam maupun masyarakatnya, mutlak memerlukan suatu pengelolaan yang tepat dan terpadu, bagi keberlanjutan pembangunan pesisir berdasarkan pada karakteristik dan dinamika dari kawasan pesisir, potensi dan permasalahan pembangunan, serta banyaknya tumpang tindih kepentingan pemanfaatan wilayah pesisir, baik dari masyarakat maupun pemerintah, maka pencapaian pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan hanya dapat dilakukan melalui pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Universitas Sumatera Utara Keterpaduan pengelolaan wilayah pesisir ini mencakup 4 empat aspek, yaitu: 1. Keterpaduan WilayahEkologis Secara keruangan dan ekologis wilayah pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas daratan dan laut lepas. Hal ini disebabkan karena wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan antara daratan dan laut. Dengan keterkaitan kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan pesisir dan laut tidak terlepas dari pengelolaan lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang mengenai kawasan pesisir dan laut adalah akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, industri, pemukiman dan sebagainya. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut. Penanggulangan pencemaran yang diakibatkan oleh industri dan limbah rumah tangga, sedimentasi akibat erosi dari kegiatan di lahan atas, dan limbah pertanian tidak dapat hanya dilakukan di kawasan pesisir saja, melainkan harus dilakukan mulai dari sumber dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan di wilayah ini harus diintegrasikan dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah Aliran Sungai DAS menjadi satu kesatuan dan keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan yang baik di wilayah pesisir akan hancur dalam sekejap jika tidak diimbangi dengan perencanaan pengelolaan DAS yang baik pula. Keterkaitan antar ekosistem yang ada di wilayah pesisir Universitas Sumatera Utara harus selalu diperhatikan, misalnya antara ekosistem mangrove dan terumbu karang. 2. Keterpaduan Sektor Sebagai konsekuensi dari besar dan beragamnya sumberdaya alam di kawasan pesisir dan laut adalah banyaknya instansi atau sektor-sektor pelaku pembangunan yang bergerak dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Akibatnya, sering kali terjadi tumpang tindih pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut antara satu sektor dengan sektor lainnya. Agar pengelolaan sumberdaya alam di kawasan pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkesinambungan, maka dalam perencanaan pengelolaan harus mengintegrasikan semua kepentingan sektoral. Kegiatan suatu sektor tidak dibenarkan mengganggu, apalagi sampai mematikan kegiatan sektor lain. Keterpaduan sektoral ini, meliputi keterpaduan secara horizontal antar sektor dan keterpaduan secara vertikal dalam satu sektor. Oleh karena itu, penyusunan tata ruang dan panduan pembangunan di kawasan pesisir sangat perlu dilakukan untuk menghindari benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan pembangunan lainnya. Seperti yang terlihat pada Tabel 17. Universitas Sumatera Utara Tabel 17. Mandat Instansi Teknis dalam Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kabupaten Deli Serdang Kegiatan Teknis Dinas Terkait dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu Serta Berkelanjutan di Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang Instansi Mandat Relevansi dengan Pengelolaan Pesisir dan Laut Dinas Perikanan dan Kelautan Mendorong peningkatan produksi perikanan dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya ikan. Mengembangkan usaha perikanan tangkap dan budidaya di wilayah pesisir dan laut secara berkelanjutan. Dinas Kehutanan 1. Melindungi dan melestariakan hutan dan rekreasi milik Negara. 2. Mendorong produktivitas maksimum sumberdaya. 1. melaksanakan pelestarian dan program rehabilitasi mangrove. 2. menerbitkan izin pemanfaatan pemanenan mangrove secara berkelanjutan. BAPEDALDA Melindungi kualitas lingkungan hidup. Menetapkan baku mutu kualitas air wilayah pesisir Dinas Perhubungan Melindungi perairan laut dan ekosistem dari bahan pencemar. 1. Menjaga kualitas perairan dan melindungi organism hayati dari bahan pencemar. 2. Menjaga jalur migrasi khusus organism hayati yang terancam punah. Dinas Pertambangan dan Energi Melindungi dampak negatif kegiatan penambangan. Melakukan pemantauan dan evaluasi dampak negatif kegiatan penambangan terhadap kualitas perairan dan ekosistem organisme hayati. Universitas Sumatera Utara Lanjutan Tabel 17 Dinas Pariwisata Mendorong penjagaan secara ketat biodiversity ekosistem perairan terutama terumbu karang dan pantai berpasir. Melaksanakan pembatasan kegiatan manusia yang berpotensi mengganggu kelestarian biodiversity dan menurunkan carrying capacity. Dinas Pendidikan Nasional Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan formal dengan mengintegrasikan pendidikan ekologi pesisir dan laut serta biologi laut dalam kurikulum sekolah. 1. Menerbitkan buku-buku ekologi dan biologi laut untuk SD, SLTP, SLTASMU. 2. Meningkatkan kemampuan guru-guru untuk memahami secara baik pelajaran ekologi pesisir dan laut serta biologi laut. BAPPEDADinas Tata Ruang Mendorong masyarakat untuk mentaati sistem tata ruang yang telah ditetapkan Pemda. 1. Menerbitkan dan mempublikasikan dokumen Tata Ruang. 2. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pemanfaatan ruang oleh masyarakat. Sumber: BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang, 2008. 3. Keterpaduan Disiplin Ilmu Wilayah pesisir dan laut memiliki sifat dan karakteristik yang unik, baik sifat dan karakteristik ekosistem pesisir maupun sifat dan karakteristik sosial budaya masyarakat pesisir. Dengan sistem dinamika perairan yang khas, dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula seperti hidro-oseanografi, dinamika oseonografi dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan disiplin ilmu lainnya juga sangat penting. Universitas Sumatera Utara Secara umum, keterpaduan disiplin ilmu dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut adalah ilmu-ilmu ekologi, oseonografi, keteknikan, perikanan, ekonomi, hukum dan sosiologi. 4. Keterpaduan Stakeholder Segenap keterpaduan di atas, akan berhasil diterapkan apabila ditunjang oleh keterpaduan dari pelaku dan pengelola pembangunan di kawasan pesisir dan laut. Seperti diketahui bahwa pelaku pembangunan dan pengelola sumberdaya alam wilayah pesisir antara lain terdiri dari pemerintah pusat dan daerah, masyarakat pesisir, swastainvestor dan juga lembaga swadaya masyarakat LSM yang masing-masing memiliki kepentingan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di kawasan pesisir. Penyusunan perencanaan pengelolaan terpadu harus mampu mengakomodir segenap kepentingan pelaku pembangunan sumberdaya pesisir dan laut. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan pembangunan harus menggunakan pendekatan dua arah yaitu pendekatan “ bottom up dan pendekatan top down”, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Struktur Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu serta Berkelanjutan di Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang Universitas Sumatera Utara Tabel 18. Keanggotaan Pengelola Sumberdaya Perikanan di Wilayah Pesisir dan Laut Kabupaten Deli Serdang No Struktur Ketua Anggota 1 Penanggung Jawab Bupati Deli Serdang 2 Tim Pengarah Kepala BAPPEDA Kab. Deli Serdang 1. DPRD Kab. Deli Serdang 2. Kepala DKP 3. Kepala Dinas Pariwisata 4. Kepala Dinas Perhubungan 5. Kepala Dinas Kehutanan 6. Kepala Dinas Perindag 7. Kepala Dinas Tata Ruang 8. Unsur Perguruan Tinggi 3 Tim Teknis sub tim pengelola dan kelompok kerja Kepala Bidang Ekonomi 1. Kasubdin Perencanaan DKP 2. Kasubdin Perencanaan Dinas Pariwisata 3. Kasubdin Perencanaan Dinas Perhubungan 4. Kasubdin Perencanaan Dinas Kehutanan 5. Kasubdin Perencanaan Dinas Perindag 6. Kasubdin Perencanaan Dinas BAPEDALDA 7. Kasubdin Perencanaan Dinas Tata Ruang 8. Kelompok Profesi, LSM dan Tokoh Masyarakat 4 Tim Pengelola Pimbagro 1. Sekretaris 2. Bendahara 3. Staf Teknis 4. Staf Administrasi 5. Operator Universitas Sumatera Utara Dalam konteks pembangunan perikanan dan kelautan terpadu serta berkelanjutan, upaya pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara terpadu, tidak saja tepat tetapi sudah merupakan keharusan. Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan, yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Jadi dapat dikatakan bahwa pengelolaan berbasis masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat, di mana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Selain itu, strategi pelibatan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian sumberdaya perikanan dan kelautan adalah menerapkan sistem insentif yang diharapkan dapat merangsang dan memacu usaha-usaha kegiatan pengelolaan dan pelestarian ekosistem pesisir dan laut. Sistem insentif tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia a. Pelatihan keterampilan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan. b. Penyuluhan tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan. c. Pelatihan intensifikasi perikanan. d. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat. e. Penyebaran data dan informasi perencanaan rehabilitasi ekosistem dan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan. Universitas Sumatera Utara 2. Peningkatan Peran serta Masyarakat Untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan, perlu dilibatkan masyarakat dalam menyusun proses perencanaan dan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara lestari. Dengan pola pendekatan pengelolaan berbasis masyarakat, diharapkan setiap rumusan perencanaan muncul dari aspirasi masyarakat bottom up. Dalam pengelolaan ini dapat dikembangkan metoda-metoda sosial budaya masyarakat setempat yang bersahabat lingkungan pesisir dan laut, dalam bentuk penyuluhan, penerangan dan membangkitkan kepedulian masyarakat dalam berperan serta mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan. Pola pendekatan ini dapat ditempuh dengan 2 dua cara yaitu: 1. Program Perencanaan Partisipasi Masyarakat Desa P3MD, sebagai salah satu upaya perencanaan berdasarkan rumusan yang dikembangkan dengan melibatkan masyarakat dan kelembagaan desa. 2. Pendekatan PRA Participatory Rural Appraisal. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa data maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengalihan lahan hutan mangrove menjadi lahan berbagai peruntukan di Kabupaten Deli Serdang di mulai pada tahun 1995 tetapi pada tahun 2001 sampai tahun 2007, hutan mangrove mengalami penurunan luas sebesar 9344 Ha atau 1557,3 Hatahun. Pengalihan lahan menjadi lahan peruntukan lain selama 7 tahun terakhir 2001 – 2007 berdampak pada produksi perikanan. Produksi perikanan Kabupaten Deli Serdang, baik dari hasil tangkapan dilaut maupun hasil dari budidaya tambak pada tahun 2004 sebanyak 41.521.60 ton sedangkan pada tahun 2005 produksi perikanan sebanyak 22.204,60 ton ini berarti mengalami penurunan. 2. Karakteristik secara individu, baik hubungan antara umur, pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, serta masa bermukim, mempunyai hubungan dengan peran serta masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove. Karakteristik tingkat pendapatan mempunyai hubungan yang lebih besar terhadap upaya pelestarian hutan mangrove, diikuti dengan karakteristik tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, umur dan yang paling kecil hubungannya dengan pelestarian hutan mangrove adalah masa bermukim. Universitas Sumatera Utara