B. Sejarah Tentang Poligami
1. Poligami sebelum datangnya Islam
Timbulnya poligami sebagaimana dicatat oleh sejarah, bukan semata- mata diseponsori oleh islam. Poligami ada sejak manusia mendiami planet bumi
ini, yang ditemui oleh hampir semua kebudayaan manusia
23
Eksistensi perkawinan sebelum Islam lahir sangat menyedihkan dan merendahkan harkat dan derajat kaum perempuan. Mereka dianggap sebagai
khaddam pembantu, sumber bencana, diperjual belikan, dan dianggap sebagai benda mati yang dapat diwariskan bagi ahli waris bila suaminya telah meninggal
dunia.
24
Dapat disimpulkan bahwa dalam pernikahan seringkali merendahkan dan merugikan kaum perempuan. Kemudian Islam datang membawa aturan dan
syariat yang luwes, adil dan bijaksana untuk mengatur kehidupan rumah tangga yaitu dengan menghapuskan pemberlakuan hukum-hukum pernikahan yang
dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam.
25
Agama memang mempunyai ketentuan terhadap poligami, tetapi para pendukung poligami itu berlainan penafsirannya dengan golongan yang anti
poligami. Ada yang mengatakan bahwa perkawinan nenek kita Adam dan Hawa,
23
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995, Cet. Ke-1, h.35.
24
Humaidi Tatapangansa, Hakekat Poligami Dalam Islam, h. 17.
25
Nurbowo dan Apiko Joko M, Indahnya Poligami-Pengalaman Sakinah Puspo Wardoyo, Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003, h. 4.
dalam keadaan monogami itu peraturan tuhan, yang harus kita ikuti. Tetapi agama Yahudi memperbolehkan poligami, hanya saja pendeta-pendeta
membenci poligami. Dan kita mendengar pendapat yang berbeda-beda pula tentang sikap agama kristen tentang poligami. Dan suara yang paling kuat
gemanya adalah agama kristen mengharamkan poligami. Dan sudah kita ketahui bahwa agama Islam mengakui adanya peraturan poligami dengan menetapkan
syarat-syarat yang tertentu.
26
Di Jazirah Arab sendiri jauh sebelum islam datang masyarakatnya telah memperaktekan poligami, malahan poligami yang tak terbatas. Sejumlah riwayat
menyebutkan bahwa rata-rata pemimpin suku ketika itu memiliki puluhan istri , bahkan tidak sedikit kepala suku yang mempunyai sampai ratusan istri.
27
Ameer ali menyatakan bahwa pada semua bangsa-bangsa barat dimasa purbakala , poligami dianggap suatu kebiasaan yang diperbolehkan. Karena
dilakukan oleh raja-raja yang melambangkan ketuhanan, banyak orang yang menganggapnya sebagai perbuatan suci. Pada orang hindu, poligami dalam
kedua aspeknya , dilakukan dengan meluas sejak zaman bahari, seperti juga pada orang median dahulu kala, babilonia, Siria, dan bangsa parsi pun tidak
membatasi mengenai jumlah wanita yang boleh dikawini oleh seorang laki-laki. Seorang Brahmana berkasta tinggi, bahkan dizaman modern ini, boleh
26
Abd. Natsir Taufiq Al’attar, Poligami Ditinjau dari Segi Agama, Sosial, dan Perundang- undangan, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, h. 72-73.
27
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 3
mengawini wanita sebanyak yang disukai. Poligami dialami orang Israel sebelum datangnya nabi Musa a.s. yang meneruskan kebiasaan itu tanpa
mengadakan pembatasan mengenai jumlah perkawinan yang boleh dilakukan oleh seorang suami bangsa ibra. Pada zaman kemudian, Talmud di Yerusalem
membatasi jumlah istri menurut kemampuan sang suami untuk memelihara istri- istrinya dengan baik.
28
Di Athena yang paling beradab dan paling tinggi kebudayaannya diantara semua bangsa zaman purbakala, harga wanita tidak lebih harga hewan,
yang bisa dijual dipasar dan diperjualbelikan kepada orang lain, serta diwariskan. Romawi didirikan dalam keaadan yang aneh. itulah sebabnya
poligami sah pada awalnya berdiri.
29
Perkawinan model seperti ini telah menjadi tradisi yang mendarah daging dikalangan bangsa arab sebelum kedatangan islam, bahkan bukan hanya
poligami, poliandri juga merupakan hal yang wajar pada saat itu.
30
2. Poligami setelah datangnya Islam
Ketika islam datang, kebiasaan poligami itu tidak serta merta dihapuskan. Namun, setelah ayat yang menyinggung soal poligami diwahyukan,
28
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, h. 169.
29
Ibid, h. 170.
30
Anik Farida, Menimbang Dalil-Dalil Poligami, h. 16.
nabi lalu melakukan perubahan yang radikal sesuai dengan petunjuk kandungan ayat.
31
Pertama, membatasi jumlah bilangan istri hanya sampai empat saja, diriwayat oleh Naufal ibn Muawiyyah. Ia berkata: Ketika aku masuk islam, aku
memiliki lima orang istri. Rasullah berkata: ceraikanlah yang satu dan pertahankanlah yang empat. Pada riwayat, lainya dari Qais ibn Tsabit berkata:
ketika aku masuk islam, aku punya delapan istri. Aku sampaikan kepada Rosulullah Saw lalu berkata Rosulullah pilih empat dari mereka dan
pertahankan.
32
Kedua menetapkan syarat yang ketat bagi poligami, yaitu harus mampu berlaku adil kepada istri-istrinya .dengan demikian dapat dilihat bahwa praktek
poligami dimasa islam dengan sebelumnya sangat berbeda
33
. Islam membolehkan laki-laki tertentu melaksanakan poligami sebagai alternatif
ataupun jalan keluar untuk mengatasi penyaluran kebutuhan seks laki-laki atau sebab-sebab lain yang mengganggu ketenangan batinya agar tidak sampai pada
lembah perzinaan maupun pelajaran yang jelas-jelas diharamkan agama. Oleh sebab itu, tujuan poligami adalah menghindari agar suami tidak terjerumus ke
31
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 4.
32
Ibid, h. 5
33
Musyfir Al-Jahrani, Poligami Dalam Berbagai Persepsi, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, Cet. Ke-1, h. 52.
jurang kemaksiatan yang dilarang islam dengan mencari jalan yang halal, yaitu boleh beristri lagi Poligami dengan syarat berlaku adil.
34
Namun laki-laki dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak- anaknya, yang menyangkut masalah-masalah lahiriah seperti pembagian nafkah
sedangkan masalah batin, tentu saja selamanya manusia tidak mungkin dapat berbuat adil secara hakiki.
35
Untuk dapat memahami makna poligami Nabi Saw secara benar, seseorang harus memahami dan menghayati perjalanan hidup pribadi nabi
Muhammmad Saw. Nabi menikah pertama kali dengan Khadijah binti khuwailid ketika berusia 25 tahun sementara khodijah berumur 40 tahun, data-data sejarah
mencatat betapa bahagianya perkawinan Nabi saat itu karena dikarunia anak 4 perempuan dan 2 laki-laki ,namun anak laki-lakinya meninggal kedua-duanya
ketika masih anak-anak. Sampai khadijah wafat nabi tidak menikah dengan perempuan lain. Selama 28 tahun, Nabi menjalankan monogami, 17 tahun
dijalani semasa nabi belum diangkat menjadi rosulullah dan 11 tahun setelah menjadi rosulullah.
36
Setelah dua tahun dari khadijah wafat, barulah Nabi menikah lagi yaitu dengan Saudah binti Zamah namun usia Saudah agak lanjut lalu Nabi menikah
lagi dengan Aisyah binti Abu Bakar. Sejarah mencatat nabi melakukan poligami
34
M.A. Tihami, Fikih Munakahat, h. 358.
35
Ibid, h. 357.
36
Musdah Mulia, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 22
setelah berumur 54 tahunan yang biasanya pada usia itu kemampuan laki-laki dalam seksual menurun, jika ditelusuri motif Nabi menikah dengan Saudah
adalah untuk melindungi saudah karena suaminya wafat dalam perang jihad yang dimana agar Saudah tidak terlantar dan melindungi dari tekanan
keluarganya yang masih pada musyrik.
37
C. Dalil-dalil Poligami