Terlihat pada pasal 59 di atas mengisyaratkan betapa besarnya wewenang pengadilan agama dalam memberikan suatu izin, sehingga istri yang tidak mau
memberikan persetujuan kepada suami yang ingin berpoligami dapat diambil alih oleh pengadilan agama. Namun dapat dilihat dari pasal-pasal di atas yang
hampir semuanya isi mengadopsi dari Undang-Undang No.1 tahun 1974.
80
D. Cara Poligami Menurut UU No.1 Tahun 1974
Poligami dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 disebut juga dengan perkawinan kedua, ketiga, keempat namun dalam prinsipnya undang-undang
perkawinan di Indonesia menganut sistem monogami tertuang dalam pasal 3 ayat 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi:
“ pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.”
81
Walaupun dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 telah menganut prinsip monogami, tetapi dalam pelaksanaannya prinsip ini tidak berlaku mutlak,
dalam undang-undang ini tetap diperbolehkan poligami dengan persyaratan yang sangat ketat, dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukannya.
Dengan ada pasal-pasal yang membolehkan tentang poligami meskipun dengan alasan yang sangat ketat jelas membuktikan dalam Undang-Undang No.1 tahun
80
Anik Farida, Menimbang Dalil-Dalil Poligami, h. 37.
81
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Pramita, 2006, Cet. Ke-37, h. 538.
1974 bukanlah asas monogami mutlak melainkan asas monogami terbuka menurut pendapat Yahya Harahap.
82
Menurut pendapat Buya Hamka memberi gambaran bahwa kebolehan laki-laki berpoligami seperti keberadaan pintu emergency darurat disebuah
pesawat terbang. Ketika pesawat tinggal landas semua penumpang pesawat tidak diperbolehkan membuka pintu darurat, ia harus mendapat izin pilot untuk
membukanya kecuali dalam hal-hal yang sangat darurat, sama halnya dengan poligami.
83
Dalam undang-undang no.1 1974 tentang perkawinan menurut pasal 3, 4 dan 5 yang berisikan tentang aturan kebolehan beristri lebih dari seorang yang
berisikan alasan serta syarat-syarat beristri lebih dari seorang atau yang disebut poligami. Seperti pasal 3 ayat 2 yng menerangkan bahwa pengadilan dapat
memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan ayat ini jelas sekali bahwa
undang-undang no.1 tahun 1974 telah melibatkan peradilan agama sebagai instansi yang cukup penting sebagai keabsahan kebolehan poligami bagi
seseorang.
84
82
Amiur Nuruddin Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 156.
83
Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: el-Kahfi, 2008, Cet. Ke-1, h. 204.
84
Amiur Nuruddin Azhari Akmal Taringan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 157.
Dalam pasal 4 ayat 1 menerangkan bahwa apabila seorang suami yang akan berpoligami maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di
daerah tempat tinggalnya. Selanjutnya dalam pasal 4 ayat 2 disebutkan alasan- alasan pengadilan mengizinkan seorang suami berpoligami apabila:
4. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
5. istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
6. istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Apabila diperhatikan alasan-alasan diatas adalah mengacu kepada tujuan pokok perkawinan itu dilaksanakan yaitu membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal bardasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jika ketiga hal diatas menimpa suatu keluarga atau pasangan suami istri sudah barang
tentu kehampaan dan kekosongan manis dan romantisnya kehidupan rumah tangga yang menerpanya. Seperti istri tidak dapat memberikan keturunan tentu
akan terjadi kepincangan yang mengganggu laju bahtera rumah tangga yang bersangkutan. Demikian juga apabila istri mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan.
85
Pada alasan ketiga tidak setiap pasangan suami istri yang istrinya tidak dapat melahir keturunan memilih alternatif berpoligami, mereka kadang
menempuh cara mengangkat anak asuh. Namun jika suami ingin berpoligami
85
Hartono Ahmad Jaiz, Wanita antara Jodoh, Poligami dan Perselingkuhan, h. 121
adalah wajar dan masuk akal, karena keluarga tanpa kehadiarannya seorang anak tidaklah lengkap seperti sayur asam tanpa garam.
86
Dalam pasal 4 ayat 2 merupakan syarat alternatif pada pihak istri apabila ada salah satu ketentuan diatas terjadi pada pihak istri maka bisa menjadi salah
satu alasan seorang suami untuk berpoligami. Dalam pasal 5 undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan
dijelaskan: 1.
Untuk dapat mengajukan permohonan ke pengadilan harus dipenuhi syarat- syarat sebagai berikut
- adanya persetujuan dari istriistri-istri;
- adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka; -
adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
2. Persetujuan yang dimaksud disini tidak diperlukan bagi seorang suami
apabila istriistri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari
istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun, atau karena sebab-sebab lain
86
Ibid., h. 144
yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan, maka suami tidak memerlukan persetujuan dari istriistri-istrinya.
87
Dalam pasal 5 diatas merupakan persyaratan kumulatif dimana seluruhnya harus dapat dipenuhi suami yang akan melakukan poligami.
Tata cara dan prosedur poligami menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974. Pertama, seorang suami yang akan melakukan poligami maka ia wajib
mengajukan permohonan tertulis kepada pengadilan sebelum pengadilan memutuskan akan memberikan izin atau tidak sekaligus untuk meyakinkan data-
data yang ada, pengadilan lebih dahulu mengadakan pemeriksaan terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Dalam
pemeriksaan tersebut pemeriksa harus memanggil dan mendengarkan istri yang bersangkutan. Jangka waktu pemeriksaan persyaratan-persyaratan yaitu 30 hari
setelah diterimanya permohonan tersebut. Apabila pengadilan merasa cukup alasan bagi pemohon untuk melakukan poligami, maka pengadilan mengabulkan
permohonan pemohon untuk melakukan poligami.
E. Apa Perbedaan dan Persamaan Cara Poligami Menurut Hukum Islam,