Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
syair maupun tulisan biasa.
5
Salah satu syairnya yang populer adalah “Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena takut kepada neraka, bukan pula ingin
masuk surga. Tetapi aku mengabdi karena cintaku pada-Nya. Tuhanku, jika kupuja Engkau karena takut pada neraka, maka bakarlah aku di dalamnya, dan
jika kupuja Engkau karena mengharapkan surga, maka jauhkanlah aku dari padanya. Tetapi jika Engkau kupuja semata-mata karena Engkau, maka
janganlah sembunyikan kecantikan-Mu yang kekal itu dariku.”
6
Selain syair-syair cintanya, di kalangan para sufi, Rabi’ah juga dikenal dengan pemikirannya yang berkaitan dengan akhlak antara lain tobat, ridho, cinta,
hakikat keimanan, rendah diri dan riya, dan masih banyak lagi. Dari semua buah pemikirannya itu mempunyai perkataan-perkataan yang mengandung nilai sangat
banyak, yang di kemudian hari digunakan oleh para sufi setelahnya.
7
Sementara Rabi’ah dengan konsep cintanya ada juga tokoh lainnya yang berperan dalam perkembangan tasawuf, yakni Zun al-Nun al-Misri dan al-Ghazali
dengan ajaran Ma’rifah yang artinya adalah mengetahui rahasia-rahasia Tuhan dengan menggunakan hati sanubari. Dengan demikian tujuan yang ingin dicapai
oleh ma’rifah adalah mengetahui rahasia-rahasia yang terdapat dalam diri Tuhan. Dapat dipahami bahwa ma’rifah datang sesudah mahabbah sebagaimana
dikemukakan oleh al-Kalabazi. Hal ini disebabkan karena ma’rifah lebih mengacu kepada pengetahuan, sedangkan mahabbah menggambarkan kecintaan.
8
5
Ibid., h.103.
6
Nasution, Falsafat dan Mistisisme, h.72.
7
Al-Taftazani, Tasawuf Islam, h. 101.
8
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, h. 221.
Kemudian yang kedua adalah Abu Yazid al-Bustami w.874 M dengan paham Fana, Baqa dan Ittihad. Fana artinya adalah hilangnya kesadaran pribadi
dengan dirinya sendiri atau dengan sesuatu yang lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana berarti bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan
sifat-sifat ketuhanan. Dan dapat pula berarti hilangnya sifat-sifat tercela. Sebagai akibat dari fana adalah baqa. Secara harfiah baqa berarti kekal, sedangkan
menurut para sufi, baqa adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.
Karena lenyapnya fana sifat-sifat basyariyah
kemanusiaan, maka yang kekal adalah sifat Ilahiah. Berbicara fana dan baqa sangat erat hubungannya dengan al-Ittihad, yakni penyatuan batin atau rohaniah
dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa adalah itu sendiri adalah ittihad. Inilah salah satu ajaran yang dikenalkan oleh Abu yazid al-Bustami.
9
Yang ketiga adalah al-Hallaj dengan paham al-Hulul, yang secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu
manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap di mana manusia dan Tuhan bersatu
secara rohaniah. Dalam hal ini, pada hakikatnya hulul istilah lain dari ittihad. Sedangkan tujuan dari pada hulul adalah mencapai persatuan secara batin.
10
Yang keempat adalah Ibn Araby dengan paham Wahdah al- Wujud, yakni adalah ungkapan yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdah dan al-wujud. Wahdah
artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al-wujud artinya ada. Dengan demikian wahdah al-wujud berarti kesatuan wujud. Pengertian wahdah al-wujud
9
Ibid., h. 232-235.
10
Ibid., h. 239-243.
yang selanjutnya digunakan para sufi, yaitu suatu paham yang merupakan bahwa antara manusia dan Tuhan pada hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.
11
Yang terakhir adalah Abdul Karim al-Jili dengan ajarannya Insan Kamil. Secara harfiah, insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan
demikian insan kamil berarti manusia yang sempurna. Insan kamil lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual,
rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat, fitrah dan lain sebagainya yang bersifat batin, dan bukan pada mansuia dari dimensi basyariahnya. Insan kamil juga
berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga dapat berfungsi secara optimal dan dapat berhubungan dengan Allah dan dengan
makhluk lainnya secara benar menurut akhlak Islami. Manusia yang selamat rohaniah itulah yang diharapkan dari manusia Insan Kamil.
12
Berbagai macam tokoh-tokoh sufi dalam tasawuf dan beragamnya corak tentang pokok-pokok pemikiran tasawuf, membuat penulis ingin mengambil judul
biografi dan pemikiran Rabi’ah al-Adawiyah.