Ridho AKHLAK DALAM PEMIKIRAN

yang merasakannya yang dapat mengetahuinya. Bagaimana mungkin engkau dapat menggambarkan sesuatu yang engkau sendiri bagai telah hilang dari hadapan-Nya, walaupun wujudmu masih ada oleh karena hatimu yang gembira telah membuat lidahmu bungkam.” Rabi’ah mempunyai sebuah syair yang memperlihatkan betapa dalam cintanya kepada Ilahi. Kekasihku tak ada yang menandingi-Nya. Hatiku hanya tercurah pada- Nya. Kekasihku tidak tampak padaku, namun dalam hatiku tak pernah sirna. Ia juga pernah bersyair, O kegembiraan, tujuan dan harapanku, Engkau semangat hatiku. Engkau telah memberikan kebahagiaan padaku. Kerinduan pada-Mu, merupakan bekalku, Kalau bukan karena mencari-Mu, tak kujelajahi negeri-negeri yang luas ini. Betapa banyaknya limpahan nikmat kurnia-Mu. Cinta pada-Mu tujuan hidupku. Rabi’ah merupakan orang pertama yang mampu membuat pembagian cinta cinta karena dorongan hati belaka, dan cinta yang didorong karena hendak membesarkan dan mengagungkan. Rabi’ah mencintai Allah karena ia merasakan dan menyadari betapa besarnya nikmat dan kekuasaan-Nya, sehingga cintanya menguasai seluruh relung hatinya. Ia mencintai Allah karena hendak mengagungkan dan memuliakan-Nya. 10 Rabi’ahlah yang telah menyebar luaskan kata ‘cinta’ yang akhirnya digunakan oleh para sufi setelahnya. Dia bahkan tidak hanya sebatas pemicu tersebarnya kata ‘cinta’ saja, namun ia juga orang pertama yang melakukan analisis terhadap arti kata tersebut, menjelaskan kandungan arti 10 Khamis, Penyair Wanita Sufi, h. 65-66. keikhlasan yang ada dalam kata itu, serta gentian yang akan diperoleh dari Allah dari pelaksanaan kecintaan tersebut. 11

D. Hakikat Keimanan

Diceritakan, bahwa suatu hari Sufyan Tsauri berkata kepada Rabi’ah: “Pada tiap-tiap akidah terdapat sebuah syarat, dan pada tiap-tiap keimanan terdapat sebuah hakikat. Oleh karena itu, apa hakikat keimananmu?.” Maka Rabi’ah berkata: “Aku menyembah-Nya bukan karena takut akan api neraka dan juga bukan karena suka akan surga-Nya sehingga aku bagaikan seorang pedagang yang takut kerugian. Aku menyembah-Nya tak lain karena kecintaan dan kerinduanku terhadap-Nya. Dan diceritakan pula, bahwa ia berkata dalam munajatnya: “Wahai Tuhanku, jika aku menyembah-Mu karena takut neraka, maka bakarlah aku dengan api neraka Jahanam. Dan jika aku menyembah-Mu karena menginginkan surga, maka halangilah aku untuk mencapainya. Namun jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku terhadap-Mu, maka jangan Engkau halangi aku untuk melihat keindahan-Mu yang abadi.” 12

E. Rendah Diri dan Riya

Mengenai rendah diri, Rabi’ah mempunyai pemikiran sebagai berikut: “Aku tak pernah menganggap sedikit pun amal perbuatan yang muncul dari diriku.” Jahid meriwayatkan dalam kitabnya yang berjudul Bayan wa Tabyin, 11 Al-Taftazani, Tasawuf Islam, h. 106. 12 Ibid., h. 103-104.