BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Suatu fakta sosial yang kini semakin merebak di tiap negara, termasuk negara Indonesia yakni keberadaan perempuan pada masa kini yang tidak ingin di
nomor duakan setelah keberadaan laki-laki. Perempuan masa kini sudah tidak dapat dipandang sebelah mata lagi, karena tidak sedikit perempuan Indonesia
khususnya perempuan muslim yang semakin melebarkan sayap kejayaannya agar memperoleh kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.
Keterlibatan aktif perempuan dalam pembangunan adalah sebuah keniscayaan. Eksistensi perempuan di dunia ini didasari alasan dan misi yang
sama dengan laki-laki yaitu menjadi khalifatullah di bumi. Islam sebagai dienul syamil
sangat memuliakan perempuan dan mengakui kelebihannya dalam berbagai hal. Islam telah memberikan banyak petunjuk, orbit perempuan dalam
sisitem raya alam ini. Menurut tuntunan Rosul, Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan keseimbangan, menegaskan bahwa wanita adalah pendamping
pria dalam upaya menegakkan kalimat Allah. Jika hendak diumpamakan: Perempuan dan laki-laki laksana dua bintang yang berada di orbit yang berbeda
namun memiliki peran yang sama di dalam menentukan keseimbangan jagat ini.
1
Kaum perempuan masa kini mencoba bangkit dari budaya patriarki yang berkembang di Indonesia yang memposisikan perempuan sebagai makhluk kelas
dua setelah laki-laki. Berbagai bentuk tradisi jahiliyah telah menindas kaum perempuan dan mengharamkan hak asasinya, bahkan kaum perempuan hanya
dipandang dengan pandangan yang identik dengan penghinaan, tuduhan dan keraguan.
2
Pada masyarakat yang dikuasai kaum pria male dominated society perempuan seringkali mendapati dirinya pada posisi yang sulit. Sumur, dapur,
kasur adalah istilah populer yang diidentikan pada perempuan, mengunci mati perempuan dalam ketidakberkembangan, penuh keterbelakangan, bodoh dan
terisolasi dari public activity. Padahal Syekh Yusuf Qardhawi mengatakan
1
M. Akhyar Wahyuddin, Mitos-mitos yang Membelenggu Jakarta: Muharam, 1421 H, h. 6.
2
Haya Baydariayyah, “Pelaksanaan Program Pemberdayaan Perempuan Pada Ormas Persaudaraan Muslimah Islamiah
,” Skripsi S1 Fakultas Dakwah dan komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004, h. 2.
kejahatan”.
3
Terdapat dua kata yang perlu di jelaskan yang memiliki makna berbeda namun seringkali menjadi rancu dipahami dan digunakan dalam
memperbincangkan sistem budaya yang selama ini dianggap dapat menyudutkan posisi perempuan di dalam masyarakat, yakni kata patrilineal dan patriarki.
Budaya patrilineal adalah budaya di mana masyarakatnya mengikuti garis laki- laki, seperti anak bergaris keturunan ayah. Sedangkan patriarki dipahami secara
harfiah yang berarti “kekuasaan bapak” role of the father atau “Patriarkh” patriarch
yang digunakan untuk menyebut “keluarga yang dikuasai kaum laki- laki”. Secara istilah kata patriarki digunakan untuk menyebutkan kekuasaan laki-
laki, hubungan kekuasaan dengan apa laki-laki menguasai perempuan, serta sistem yang membuat perempuan tetap dikuasai melalui bermacam cara.
4
Patriarki cenderung pada penerapan pandangan hidup yang didominasi oleh laki-laki male-dominated, ditentukan oleh laki-laki male- identified, dan
berpusat pada laki-laki male-centered. Ciri yang khas dari budaya ini adalah keseluruhannya saling menopang untuk membangun budaya tersebut serta
dilembagakan, sehingga menjadi landasan bagi ruang gerak individu masyarakatnya dan menjadi pandangan hidup secara umum.
5
Di dalam budaya patriarki ini, bidang-bidang politik, ekonomi, pendidikan, hukum, agama, dan juga di ranah domestik senantiasa dikuasai oleh
laki-laki. Sebaliknya, pada waktu yang sama, perempuan terpinggirkan karena perempuan dianggap atau diputuskan tidak layak dan tidak mampu untuk
bergelut di bidang-bidang tersebut.
6
Menurut pandangan orang-orang di luar Islam pada masa silam, perempuan dianggap sebagai barang hidup yang begitu rendah dan tidak berharga.
Di Inggris, pada abad ke-5 sampai ke-11 Masehi, perempuan hanya dipandang sebagai penyalur dan pemuas nafsu laki-laki. Jadi tidak diberi nilai tertentu yang
memiliki tingkat dan derajat seperti laki-laki.
7
Di Semenanjung Arab, pada zaman Jahiliyah, sebelum lahir agama Islam, nasib perempuan lebih memprihatinkan. Perempuan dipandang sebagai barang
3
Ibid., h. 2.
4
Fadilah Suralaga, dkk, Pengantar Kajian Gender, Jakarta: Pusat Studi Wanita PSW UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h. 58
5
Ibid., h. 60
6
Ibid., h. 60
7
Muhammad Koderi, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 22.
saja perempuan sekehendak hatinya tanpa batas. Perempuan tidak mempunyai hak waris sama sekali. Bahkan jika seorang lelaki mempunyai beberapa istri,
dapat diwariskan kepada anaknya. Jika seorang perempuan melahirkan bayi perempuan maka akan menjadi aib, tidak sedikit bayi perempuan yang lahir
kemudian dikubur hidup-hidup. Keadaan ini menimbulkan rasa takut pada setiap perempuan yang sedang hamil.
8
Kedudukan perempuan saat itu sangat rendah dan tidak mempunyai harga diri. Demikianlah beberapa pandangan tentang kedudukan perempuan pada masa
jahiliyah. Sedangkan di zaman modern, pandangan terhadap kedudukan perempuan
sudah banyak mengalami pergeseran. Pada masyarakat kapitalis, perempuan telah menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan. Mereka dijadikan sumber tenaga
kerja yang murah, atau di eksploitasi untuk menjual barang. Lihat saja iklan-iklan di media cetak maupun elektronik. Pada masyarakat yang bebas, perempuan
dididik untuk tidak melepaskan segala ikatan normatif kecuali untuk kepentingan industri. Tubuh mereka dipertontonkan untuk menarik selera konsumen.
9
Busana serba mini kini menjadi mode dalam kehidupan sehari-hari, pekerjaan-pekerjaan yang mengarah kepada pengekesplotasian kaum perempuan
sudah tidak dapat dibendung lagi.
10
Kekerasan terhadap kaum perempuan, trafficking
kaum perempuan dan anak yang diperjual belikan, perbudakan, dan masih banyak lagi perlakuan diskriminasi yang harus dihadapi oleh perempuan
pada zaman sekarang ini. Seperti di negara-negara lain di Asia, kaum perempuan di Indonesia
mengalami proses subordinasi yang sistematis. Banyak kalangan beranggapan bahwa hal tersebut tidak terlepas dari budaya patriarkhi yang kuat di Indonesia.
Islam dianggap sebagai faktor penting terhadap subordinasi perempuan. Bahkan para kritikus feminis radikal menilai bahwa menguatnya militansi Islam pasca
kejatuhan Soeharto pada 1998 menjadi bukti betapa faktor Islamlah yang terus menerus menempatkan kaum perempuan pada posisi yang dirugikan.
11
8
Ibid., h. 23.
9
Ibid., h. 25.
10
Muhammad Al Bahi, Langkah Wanita Islam Masa Kini Gejala-gejala dan Jawaban, Jakarta: Gema Insani Press, 1988, h. 15
11
Din Wahid dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Masyarakat PPIM, 2007, h. 75
mengenai kedudukan perempuan pada masa kini, hal tersebut memicu para perempuan Indonesia untuk bersikap lebih maju dengan cara menonjolkan diri
mereka di ruang publik, agar keberadaan mereka bisa diketahui dan dapat diterima oleh semua pihak. Akan tetapi tidak sedikit cara yang mereka tempuh ini
malah menghasilkan ketimpangan, karena lahan publik di anggap bukan lahan bagi perempuan, karena perempuan selalu lemah dan hanya pantas untuk
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah atau dalam ranah domestik saja. Kajian gender itu sendiri merupakan reaksi terhadap ketimpangan-
ketimpangan peran sosial antara laki-laki dan perempuan serta ketidakadilan gender yang terjadi di dalam masyarakat. Bagian ini menjelaskan bahwa
perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan telah melahirkan anggapan-anggapan sosial-budaya yang keliru di tengah-tengah masyarakat
terhadap peran gender serta relasi gender yang tidak seimbang.
12
Gender itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah istilah yang menunjukan pembagian peran sosial antara laki-laki dan perempuan dan ini mengacu kepada
pemberian ciri emosional dan psikologis yang diharapkan oleh budaya tertentu yang disesuaikan dengan fisik laki-laki dan perempuan.
13
Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan distinction dalam hal
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat.
Dengan adanya suatu persepsi yang tidak tepat mengenai gender, hal tersebut dapat memicu terjadinya ketimpangan, yang pada pengaplikasiannya di
dalam kehidupan sehari-hari sering mengakibatkan terjadinya benturan-benturan dalam tatanan kehidupan sosial.
Pengaplikasian konsep gender lainnya yang biasa terjadi adalah peranan wanita dalam kehidupan rumah tangga sekaligus sebagai wanita karir.
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa wanita berperan sebagai hamba Allah, sebagai anggota keluarga, sebagai ibu rumah tangga, sebagai isteri, sebagai
pendakwah dan pendidik anak, sebagai pemelihara kesehatan keluarga, begitu banyak tugas yang harus dilakukan oleh kaum prempuan, akan tetapi hal tersebut
tidak dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan perempuan, bahwa perempuan
12
Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender Jakarta: Pusat Study Wanita PSW UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h. 53
13
Ibid., h. 54
diperhitungkan. Islam datang ke dunia mengembalikan kehormatan, harga diri dan hak-hak
kaum wanita pada setiap masa hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, tatkala menjadi seorang istri, hingga masa seorang wanita menjadi nenek.
Bahkan Islam mengangkat derajat wanita ke tingkat kemuliaan yang sangat istimewa. Islam menganjurkan agar pria memperlakukan wanita dengan penuh
kelembutan dan kasih sayang, sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam haji wada’nya:
14
Ç ÓÊæ Õæ Ç ÈÇ Ç äÓÇ Á ÎíÑ Ç
“Perlakukanlah kaum wanita dengan baik” Al-Hadits.
15
Tidak hanya terdapat satu atau dua ayat saja yang menjelaskan bahwa dalam agama Islam menjelaskan wanita memiliki kedudukan yang tinggi. Oleh
karena itu tidak selayaknya terdapat ketimpangan antara peran perempuan dan laki-laki.
Tidak sedikit dari perempuan yang ada di Indonesia yang mendapat perlakuan diskriminatif khususnya hanya karena mereka perempuan. Dalam dunia
karier di ranah publik prosentase perempuan untuk dapat berkarier dan memperoleh jabatan tinggi lebih sedikit dibandingkan prosentase jumlah laki-laki,
kalaupun ada perempuan yang bekerja, mereka hanya mendapatkan sebagian kecil jabatan dari sekian banyak jabatan yang ada.
Ketimpangan-ketimpangan sosial tersbut seharusnya tidak terjadi dalam kehidupan sehari-hari, karena pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan
adalah sama, yang membedakan hanya faktor biologis saja yaitu laki-laki dan perempuan, akan tetapi perbedaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk
mengucilkan kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia karier di ranah publik. Melihat gejala-gejala yang ada dalam kehidupan kaum
perempuan muslim saat ini, maka peneliti tertarik untuk mengadakan sebuah
penelitian yang berjudul RESPON DOSEN FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNKASI TERHADAP APLIKASI KESETARAAN GENDER.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah