Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender

aspek “how” bukan “what” dan “why”. Jelasnya how to communicate, dalam hal ini how to change atitude, bagaimana mengubah sikap komunikan. Dalam proses perubahan sikap tampak bahwa sikap dapat berubah, hanya jika stimulus yang menerpa benar-benar melebihi semula. 33 Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya “ Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru, terdapat tiga variabel penting, yaitu: a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan BAGAN 1 TEORI S-O-R Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolahnya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap. 34

B. Pengertian Aplikasi Kesetaraan Gender

Aplikasi dapat diartikan sebagai suatu penerapan baik itu penerapan sistem yang ada dalam kehidupan ataupun penerapan teori yang dapat 33 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003, h. 254-255 34 Ibid., h. 255-256 Organisme: • Perhatian • Pengertian • Penerimaan Response Perubahan Sikap Stimulus dimaksud dengan kesetaraan adalah kesamaan atau kesesuaian. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan distinction dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki- laki dan perempuan yang berkembang di dalam masyarakat. Mose mengemukakan bahwa gender adalah seperangkat peran yang dimainkan laki-laki dan perempuan agar tampak dari diri mereka dan dilihat oleh orang lain bahwa seseorang itu adalah feminin atau maskulin. 35 Terkadang terdapat salah persepsi antara pemahaman seks dan gender, walaupun pada dasarnya kedua kalimat tersebut berhubungan dengan masalah perempuan dan laki-laki, akan tetapi kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat berbeda, oleh karena itu kita harus benar-benar tahu perbedaan diantara keduanya. Kata seks berasal dari bahasa Inggris sex, berarti jenis kelamin. Pemahaman ini diperjelas dalam kamus lainnya bahwa “sex is the characteristic wich distinguish the male and female” , yakni ciri-ciri yang membedakan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Mose juga mengemukakan, bahwa konsep gender secara mendasar berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis; laki-laki atau perempuan merupakan pemberian dari Tuhan. Akan tetapi jalan yang menjadikan maskulin atau feminin adalah gabungan antara blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur sosial. Sejalan dengan pendapat Mose tersebut, Fakih juga mempertegas bahwa harus dibedakan kata gender dengan kata seks. Kata seks merupakan pensifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis kelamin tertentu, secara permanen tidak berubah atau sering dikatakan sebagai kodrat Tuhan atau ketentuan Tuhan. Sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki ataupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Oleh 35 Fadilah Suralaga, dkk., Pengantar Kajian Gender Jakarta: Pusat Studi Wanita PSW UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan McGill Project IISEP, 2003, h. 54 waktu dan dari suatu tempat ke tempat lain. 36 Gender pada intinya, mempersoalkan ketidakadilan dan ketimpangan hubungan sosial, kultural antara kaum laki-laki dengan kaum perempuan. Satu hal yang harus ditegaskan bahwa pemikiran tentang gender pada dasarnya, hanya ingin memahami, mendudukan, dan menyikapi relasi laki-laki dan perempuan secara lebih proporsional dan lebih berkeadilan gender. 37 Dari penjelasan di atas dapat diperoleh pemahaman bahwa gender adalah perbedaan yang bukan biologis dan bukan merupakan kodrat Tuhan. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata sex jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah kodrat Tuhan karena secara permanen tidak dapat berubah dengan sendirinya dan merupakan ketentuan biologis. Sedangkan gender adalah perbedaan tingkah laku behavioral differenses antara laki-laki dan perempuan yang secara sosial dibentuk socially constructed. Perbedaan yang bukan kodrat ini diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. Misalnya, dari hasil bangunan masyarakat yang umum adalah ungkapan bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, emosional, atau keibuan, yang disebut sebagai sifat-sifat feminin; sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa yang disebut sebagai sifat-sifat maskulin. 38 Setelah diketahui perbedaan pengertian seks dan pengertian gender, maka hal tersebut dapat menghasilkan suatu statetment yang menjelaskan bahwa dengan adanya perbedaan seks maka akan mengakibatkan perbedaan gender . Telaah lebih lanjut dalam persoalan ketidakadilan gender mengacu pada konstruksi sosial yang dibangun di atas budaya patriarkhi kekuasaan laki-laki. 39 Dalam kerangka hak azasi manusia, setiap orang dikategorikan berdasarkan pada hal-hal yang melekat baik dalam kategori yang biologis, ‘menetap, ‘terberi’ biologycally given atau dalam bahasa agama disebut kodrat, maupun kategori yang merupakan ‘konstruksi sosial budaya’. Kategori yang bersifat ‘terberi atau terkodrati’ adalah warna kulit, jenis kelamin, usia dan kemampuan yang berbeda different abilities. Sedangkan etnisitas, 36 Ibid., h. 53-56 37 Amelia Fauziah, dkk., Realita dan Cita Kesetraan Gender di UIN Jakarta Jakarta: McGill IAIN, 2004, h. 17 38 Suralaga., dkk Pengantar Kajian Gender, h. 56 39 Ibid., h. 58 konstruk sosial. Secara normatif dan ideal, setiap orang dengan latar belakang berbeda: ras, etnisitas, agama atau keyakinan, kelas, jenis kelamin, gender harus mendapatkan ‘kesamaan akses dan partisipasi’ dalam mendapatkan ‘keadilan sosial’ yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak dasarnya. Hak-hak tersebut berupa: hak atas pangan, kesehatan, pendidikan, politik, ekonomi, dan sosial budaya. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang mendapatkan keadilan sosial karena adanya ‘diskriminasi sosial’ yang mengahalanginya. Diskriminasi sosial tersebut dapat berbentuk stereotipe negatif atau pelabelan negatif, subordinasi, marginalisasi, beban berlipat dan kekerasan. 40 Dalam konteks kesetaraan gender, perbedaan jenis kelamin dan peran serta status gender seringkali menghalangi seseorang untuk mendapatkan hak- hak azasi atau hak-hak dasar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya diskriminasi gender yang berakar pada pandangan budaya yang bias gender. Tidak seperti yang lazim diasumsikan bahwa kesetaraan gender adalah penyamaan laki-laki dan perempuan pada semua aspek. Kesetaraan gender tetap berangkat dari asumsi dasar bahwa ‘laki-laki berbeda dengan perempuan’, namun perbedaan tersebut bukan untuk dibedakan haknya dalam mendapatkan keadilan sosial. 41 Karena di dalam agama Islam sendiri tidak tedapat pembedaan baik laki-laki dan perempuan, kalaupun terdapat perbedaan, perbedaan tersebut tidak mempersoalkan kedudukannya, tetapi fungsi dan tugasnya. Menurut ajaran Islam, pada dasarnya Allah SWT menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata ditujukan agar mereka mampu mendarmabaktikan dirinya untuk mengabdi kepada-Nya, sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Quran, “Dan, tidak aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” adz-Dzaariyat:56 42 40 Din Wahid dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Msyarakat PPIM UIN syarifhidayatullah dengan British Embasy, 2007 , h.2 41 Ibid., h. 2-3 42 Muhammad Koderi, Bolehkah Wanita Menjadi Imam Negara Jakarta: Gema Insani, 1999, h. 49 diciptakan bukan untuk saling membeda-bedakan kekurangan ataupun kelebihan yang dimiliki oleh tiap individu, melainkan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Islam adalah suatu agama yang lengkap dan sempurna yang dibawa Rasulullah SAW. Untuk mengatur hidup dan kehidupan manusia agar memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Maka, kedudukan, hak, dan kewajiban perempuan ada yang sama dan adapula yang beda dengan laki-laki. Dalam banyak hal, perempuan diberikan hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan laki-laki. Namun, dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kodrat dan martabat perempuan, Islam menempatkan sesuai dengan kedudukannya. 43 Pembakuan gender telah berlangsung sejak lama bahkan diyakini setua peradaban manusia, maka gender seringkali diyakini sebagai kondisi kodrati. Tabel I. Perbedaan Identitas Jenis Kelamin dan Gender Identitas Jenis Kelamin Identitas Gender • Menyangkut ciri dan fungsi biologis • Khas bagi laki-laki dan perempuan • Universal dan berlaku secara umum • Tidak dapat berubah karena perubahan zaman • Menyangkut ciri, peran dan posisi sosial • Dapat ditemukan dan dilakukan oleh laki-laki dan perempuan • Relatif, kontekstual, dan kondisional • Sesuai dengan kebutuhan Kondisi sosial dan budaya bersifat relatif karena berkembang dan berubah dari waktu ke waktu, maka gender juga bersifat relatif. Hampir tidak ada konstrusksi gender yang sama dalam masyarakat berbeda karena karakter dan perkembangan masyarakat yang berbeda. Pembakuan gender memang dapat terjadi namun bersifat simplifikasi karena keberagaman sifat, peran dan status laki-laki dan perempuan yang berbeda. Pembakuan gender yang lain terjadi, terutama dalam konteks budaya patriarkhi: 44 43 Ibid., h. 49-50 44 Din Wahid dan Jamhari Makruf, Agama Politik Global dan Hak-hak Perempuan Jakarta: Pusat Pengkajian Islam Masyarakat PPISM UIN Syarif Hidayatullah dengan British Embasy, 2007, h.3-4 perempuan, namun sampai saat ini pihak perempuan yang masih lebih banyak mengalami kendala untuk mendapatkan hak-hak dasarnya secara setara. Pada aspek-aspek yang lain, kesenjangan gender masih menunjukan angka yang tidak berbeda jauh. Di samping itu, masalah kesetaraan gender masih terhambat dengan tingginya angka kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Mitra perempuan mencatat lonjakan yang cukup signifikan dari kasus kekerasan terhadap perempuan di Jakarta dimana tahun 2001 sebanyak 258 kasus dan tahun 2005 sebanyak 455 kasus. Begitu juga di berbagai tempat di daerah yang ada di Indonesia lainnya. Itulah sebabnya mengapa kesetaraan gender lebih banyak diarahkan pada penguatan perempuan dari pada laki- laki. 45 Kesetaraan gender adalah kesamaan ‘akses’ atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, ‘partisipasi’ atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif. Adanya keterlibatan yang setara antara laki- laki dan perempuan dalam ‘kontrol’ atau wewenang dalam pengambilan keputusan. Hal sama juga berlaku dalam memperoleh manfaat atau kegunaan dari sumber daya secara optimal. Kesetaraan tersebut berlaku pada semua bidang kehidupan baik domestik, publik, nasional dan internasional. Untuk dapat menjamin tercapainya kesetaraan dan keadilan gender maka perlu dilakukan intervensi untuk dapat mencapai kesetaraan. Intervensi tersebut perlu dilakukan dalam aspek budaya yang bias gender. Upaya yang sama juga dilakukan secara politis dan yuridis untuk memastikan bahwa kebikajakan dan hukum negara diarahkan untuk mencapai kesetaraan gender. 46 Arah intervensi diskursif meliputi upaya, mengubah keyakinan, ideologi dan pandangan kultural melalui berbagai telaah kritis terhadap nilai, norma yang berpotensi menimbulkan bias gender, dalam budaya petriarkhi dan matriarkhi. Pemahaman agama juga tidak terlepas dari bias tersebut karena saatnya muatan-muatan kultural menjadi common-sense dari tokoh- tokoh agama yang memegang otoritas keagamaan. Pada dasarnya, agama penuh dengan ajaran dan petunjuk untuk menegakkan keadilan sosial, termasuk keadilan gender. Bukan agama yang menjadi penghalang bagi pemenuhan hak-hak azasi berbasis gender tetapi kerangka pemikiran yang 45 Ibid., h. 4 46 Ibid., h. 5 ditemukan paradoks dalam khazanah agama di mana dalam satu sisi, pemahaman agama dapat melegitimasi dan melanggengkan ketidakadilan gender. Namun di sisi lain, pemahaman agama dapat menjadi landasan bagi upaya pembebas manusia dari belenggu budaya. Upaya politis dan strategis dilakukan dengan membuat kebijakan politik dan pemerintahan yang responsif gender. Dalam kerangka hak azasi manusia, diskriminasi dan ketidakadilan gender merupakan bagian dari pelanggaran terhadap hak azasi. Oleh sebab itu, intervensi atau upaya-upaya pencapaian kesetaraan gender dimandatkan secara internasional dan mengikat secara nasional. Negara merupakan pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap pelanggaran terhadap hak-hak azasi, baik secara individual maupun secara kolektif. 47 Dari beberapa uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa aplikasi kesetaraan gender adalah, suatu penerapan teori dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini teori yang dimaksudkan adalah kesetaraan gender, yakni kesamaan atau kesesuaian akses atau peluang terhadap sumber daya seperti pendidikan atau profesi, “partisipasi” atau keikutsertaan dalam suatu kegiatan produktif, serta adanya keterlibatan yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam control atau wewenag di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari demi tercapainya keadilan sosial.

C. Karier Perempuan dan Laki-laki di dalam Ranah Publik