Pemenuhan Unsur dalam Kasus Ahmad Suradji

Mutallib, S.H., Hakim-hakim Anggota, Anwar H. Usman, S.H., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh pemohon kasasi.

B. Analisis Kasus

1. Pemenuhan Unsur dalam Kasus Ahmad Suradji

Beranjak dari kasus posisi yang penulis angkat terhadap kasus Ahmad Suradji, maka penulis berpendapat bahwa unsur-unsur pertimbangan hakim di dalam penjatuhan pidana mati terhadap kasus Ahmad Suradji ini telah terpenuhi. Bahwa di dalam kasus ini, terdakwa Ahmad Suradji jelas memiliki niat yang telah direncanakan terlebih dahulu, untuk melakukan perbuatan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Memorie van Theory, bahwa “ niat ” merupakan suatu keinginan, maksud atau rencana untuk melakukan sesutau hal atau perbuatan tertentu dalam keadaan yang tertentu. Niat dalam melakukan kejahatan itu, dapat dikategorikan sebagai suatu “kesengajaan” dolus. Jadi niat itu dapat diketahui apabila niat tersebut direalisasikan dalam suatu perbuatan. 125 Adanya unsur kesengajaan dolus yang dilakukan oleh Ahmad Suradji di dalam melakukan perbuatan menghilangkan nyawa orang lain, tampak jelas mulai dari adanya persiapan pelaksanaan kejahatan, yaitu dengan mengajukan persyaratan- persyaratan kepada para korbannya untuk membawa kembang telon, kemenyan putih, 125 Lihat: Eldin H. Zainal, Paradigma Hukum dan Keadilan Tentang Pidana Mati Disertasi, Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry Darussalam, 2008, hal. 58. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 kemenyan Arab dan sepasang jeruk purut, lalu si korban harus bersedia diikat, dikubur setengah badan yang dilakukan pada malam hari di tempat yang sunyi, dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain. Setelah korbannya datang, Ahmad Suradji mulai melaksanakan aksi jahatnya, pertama-tama dengan menggali satu lubang tanah ukuran panjang ± 1 meter, lebar ± 70 cm, dan dalamnya ± 1 meter dengan cangkul yang dibawanya. Kemudian menyuruh korban memegang senter ke arah lubang tanah yang sedang digali. Selesai menggali lubang tanah, Ahmad Suradji menyuruh korbannya masuk ke dalam lubang tanah tersebut dengan posisi berdiri. Ahmad Suradji juga masuk ke dalam lubang tanah tersebut, lalu mengikat kedua kaki dan tangan korban dengan tali yang dibawanya. Setelah itu Ahmad Suradji naik dari dalam lubang tanah tersebut ke atas, sedangkan si korban tetap berada dalam lubang tanah. Kemudian Ahmad Suradji menimbun lubang tanah dengan tanah, sehingga korban tertimbun dari kaki sampai sebatas dada dalam posisi berdiri, dalam keadaan kedua kaki dan kedua tangan diikat dengan tali. Setelah si korban ditimbun dengan tanah dari kaki sampai sebatas dada, Ahmad Suradji jongkok di dekat kepala korban, lalu menyandarkan kepala korban di atas paha, kemudian menutup mulut dan hidung korban dengan tangan kirinya, dan tangan kanannya mencekik batang tenggorokan korban dengan kuat, sehingga korban langsung meninggal dunia. Mulut mayat si korban dibuka dan dihisap air liurnya oleh Ahmad Suradji. Perbuatannya menghilangkan nyawa dan menghisap air liur mayat korban, dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan ilmu perdukunannya. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 Selanjutnya Ahmad Suradji mengkorek kembali lubang tanah yang telah ditimbun tersebut, lalu mengangkat mayat korban dari dalam lubang tanah dan meletakkannya di pinggir lubang tanah. Ahmad Suradji memperbesar lubang tanah tersebut agar muat mayat korban. Lalu membuka tali yang mengikat kedua kaki dan kedua tangan mayat korban. Pelaksanaan akhir dari kejahatan yang dilakukan oleh Ahmad Suradji yaitu membuka seluruh pakaian mayat korban sehingga telanjang, dan memasukkannya ke dalam lubang tanah, lalu menimbun lubang tanah yang telah berisi mayat korban tersebut dengan tanah, dan menginjak-injaknya dari atas. Selain adanya unsur niat dan kesengajaan, juga didukung oleh fakta-fakta hukum yang ada, seperti adanya keterangan dari terdakwa sendiri yang mengakui telah melakukan pembunuhan 40 orang wanita, dan didukung oleh keterangan saksi bernama Tumini isteri terdakwa yang turut serta melakukan perbuatan medepleger dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain sebanyak 2 orang wanita. Sehingga berjumlah 42 orang wanita. Di samping itu, terdapat alat-alat bukti lainnya yang digunakan terdakwa dalam melaksanakan kejahatannya dari awal hingga akhir. Berarti dalam hal ini, ketentuan pasal 184 KUHAP telah terpenuhi. Melihat adanya pemenuhan unsur dalam kasus Ahmad Suradji ini, mulai dari niat yang telah direncanakan terlebih dahulu oleh Ahmad Suradji, untuk melakukan perbuatan secara berlanjut dan dengan unsur kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, disertai fakta-fakta Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 hukum dan alat bukti yang mendukung, maka pertimbangan Hakim dalam penjatuhan pidana “mati” terhadap kasus Ahmad Suradji ini sangat tepat karena unsur-unsur pidananya jelas telah terpenuhi, dan Hakim juga mengikuti pola-pola yang lazim dalam setiap putusan pidana, yaitu dengan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan. Hal-hal yang memberatkan meliputi atas: 126 1. Situasi kondisi dan cara terdakwa melakukan pembunuhan tersebut, menunjukkan watak dan cipta rasa karsanya yang beku-dingin terhadap kepentingan dan salah satu milik yang paling berharga dan terakhir dari sesama manusia, yakni nyawa manusia. 2. Pembunuhan yang semena-mena, tidak berperi-kemanusiaan dan tanpa hak tersebut, sama sekali bertentangan dengan ajaran Al-Qur’anulkarim dan Hadist Nabi, yang pada pokoknya agama Islam – yang diakui dan dianut oleh terdakwa sendiri. Hal-hal yang meringankan adalah: 127 1. Sikap correct dan hormat terdakwa terhadap pengadilan, dan pengakuan terus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan. 2. Pada kejahatannya tersebut tidak ada motif yang berhubungan dengan latar belakang publik. 126 J. E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Malang: SETARA Press, 2009, hal. 302. 127 Ibid. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 3. Dalam persidangan, terdakwa telah menyatakan penyesalan atas perbuatannya yang menimbulkan korban mati, penderitaan dan kesedihan bagi para keluarga mereka yang ditinggalkan. 4. Terdakwa tidak terbukti ikut usaha percobaan beberapa oknum yang akan dengan kekerasan melarikan diri dari penjara. 5. Terdakwa belum pernah dihukumtersangkut perkara kriminil. Mengacu kepada dasar hukum di dalam pasal 10 KUHP, lalu dipertegas dengan pasal 340 jo pasal 55 1 1e jo pasal 65 KUHP dakwaan primair, maka Hakim memberikan sanksi hukum yang tegas berupa penjatuhan hukuman “mati” terhadap kasus Ahmad Suradji. Dengan demikian terciptalah peraturan hukum yang bersifat ideal perfect. Peraturan hukum yang bersifat ideal-perfect harus memenuhi tiga syarat: 128 1. Kepastian hukum rechtszekerheid; rechtssicherheid; law certainty. Bahwa dengan adanya hukum, setiap orang dapat mengetahui yang mana, dan seberapa hak maupun kewajibannya. Sehingga tercipta keseimbangan antara hak dan kewajiban secara pasti. 2. Kemanfaatan hukum rechtsutiliteit; rechtszweckmaessigheit; law utility. Terciptanya ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat, karena adanya hukum tertib rechtsorde. 3. Keadilan hukum rechtsgerechtigheid; rechtsgerechtigheit; justice of law. 128 Solly Lubis, Kebijakan Publik, Bandung: CV. Mandar Maju, 2007, hal. 60. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 Bahwa setiap orang tidak merasa dirugikan kepentingannya dalam batas-batas yang layak. Terutama dalam kasus Ahmad Suradji ini, akan tercipta rasa keadilan bagi pihak keluarga korban yang ditinggalkan. Hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan pidana mati ini juga mengacu kepada UUD 1945 Pasal 28 A sd 28 J Amandemen Kedua tentang Hak Asasi Manusia, dan pasal 9 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

2. Pandangan HAM Terhadap Penjatuhan Pidana Mati Kasus Ahmad