Keberadaan Pidana Mati Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

dan tidak bertentangan dengan hak asasi manusia, bahkan melindungi hak asasi manusia karena masa depan bangsa Indonesia menjadi taruhannya. Terselamatkannya masa depan bangsa ini, tergantung kepada bangsa Indonesia sendiri dengan memperbaiki sistem hukum menjadi lebih baik lagi, serta dilandasi oleh komitmen yang tinggi terhadap masa depan Indonesia. Menurut penulis, bahwa hukum itu ada berdasarkan kepada nilai budaya yang digali dari dari nilai-nilai yang hidup di masyarakat Indonesia, dan nilai-nilai agama. Apalagi dalam ketentuan agama Islam telah jelas membenarkan diberlakukannya hukuman mati, agar kejahatan yang dilakukan oleh seorang terpidana, yang melanggar kewajiban asasi manusia itu tidak menimbulkan penderitaan bagi orang banyak, dan bagi calon penjahat akan timbul rasa takut untuk melakukan suatu kejahatan lagi. Mengenai masalah kontroversi biarkanlah tetap ada, sebagai warna dari hidup dan kehidupan.

B. Keberadaan Pidana Mati Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 2- 3PUU-V2007 tentang Pidana Mati, bahwa “ hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi ”. Hal ini berdasarkan argumentasi sebagai berikut: Bahwa setelah mempertimbangkan dalil-dalil permohonan dan kesimpulan para Pemohon, alat-alat bukti tertulis, keterangan para ahli, keterangan tertulis DPR RI, keterangan dan kesimpulan para Pihak Terkait, maka Mahkamah sampai pada Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 pendirian mengenai isu pokok permohonan a quo, yakni apakah ketentuan pidana mati death penalty; capital punishment sebagaimana tercantum dalam pasal 80 ayat 1 huruf a, ayat 2 huruf a, dan ayat 3 huruf a, pasal 81 ayat 3 huruf a, serta pasal 82 ayat 1 huruf a, ayat 2 huruf a, dan ayat 3 huruf a UU Narkotika bertentangan dengan UUD 1945. Menurut alasan pemohon, ketentuan dalam pasal-pasal UU Narkotika tersebut bertentangan dengan: 1. Pasal 28 A UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya”. 2. Pasal 28 I ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. 120 Argumentasinya juga memperhatikan sifat irrevocable pidana mati, terlepas dari pendapat Mahkamah perihal tidak bertentangannya pidana mati dengan UUD 1945 bagi kejahatan-kejahatan tertentu dalam UU Narkotika yang dimohonkan pengujian dalam permohonan a quo, Mahkamah berpendapat bahwa ke depan, dalam rangka pembaruan hukum pidana nasional dan harmonisasi peraturan perundang- undangan yang terkait dengan pidana mati, maka perumusan, penerapan, maupun 120 Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia No. 2-3PUU-V2007 tentang Pidana Mati, hal 403-404. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 pelaksanaan pidana mati dalam sistem peradilan pidana di Indonesia hendaklah memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal-hal berikut: 121 1. Pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan sebagai pidana yang bersifat khusus dan alternatif. 2. Pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila terpidana berkelakuan terpuji, dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20 tahun. 3. Pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa. 4. Eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana yang sakit jiwa tersebut sembuh. Menimbang bahwa terlepas dari gagasan pembaruan hukum sebagaimana tersebut di atas, demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah menyarankan agar semua putusan pidana mati yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap in kracht van gewijsde segera dilaksanakan sebagaimana mestinya. Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas telah nyata bahwa pasal 80 ayat 1 huruf a, ayat 2 huruf a, dan ayat 3 huruf a, pasal 81 ayat 3 huruf a, serta pasal 82 ayat 1 huruf a, ayat 2 huruf a, dan ayat 3 huruf a UU Narkotika tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan juga tidak melanggar kewajiban hukum 121 Ibid, hal. 430-431. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 internasional Indonesia yang lahir dari perjanjian internasional. Oleh karenanya, telah nyata pula bahwa permohonan para pemohon tidak beralasan. 122 Menimbang bahwa berdasarkan keseluruhan uraian tersebut di atas, maka Mahkamah berpendapat: 1. Para Pemohon yang berkewarganegaraan Indonesia memiliki kedudukan hukum legal standing, sedangkan para Pemohon yang berkewarganegaraan asing tidak mempunyai kedudukan hukum legal standing; 2. Pemohon III dan Pemohon IV dalam Perkara Nomor 2PUU-V2007 yang berkewarganegaraan asing yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, dan Pemohon Perkara Nomnor 3PUU-V2007 yaitu Scott Athony Rush tidak memiliki kedudukan hukum legal standing, sehingga permohonan para Pemohon a quo tidak dapat diterima niet ontvankelijk verklaard; 3. Ketentuan pasal 80 ayat 1 huruf a, ayat 2 huruf a, dan ayat 3 huruf a, pasal 81 ayat 3 huruf a, serta pasal 82 ayat 1 huruf a, ayat 2 huruf a, dan ayat 3 huruf a dalam UU Narkotika, sepanjang yang mengenai ancaman pidana mati, tidak bertentangan dengan pasal 28 A dan pasal 28 I ayat 1 UUD 1945, sehingga permohonan pengujian pasal-pasal a quo tidak beralasan, dan oleh karena itu permohonan para Pemohon harus ditolak. 123 Pendirian Mahkamah terhadap pokok permohonan dan berbagai pertimbangan menghasilkan suatu “ amar putusan ” . 122 Ibid. 123 Ibid, hal. 432. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 Dengan mengingat Pasal 56 ayat 1 dan ayat 5 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316: 124 MENGADILI: 1. Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II dalam Perkara Nomor 2PUU-V2007 ditolak untuk seluruhnya. 2. Menyatakan permohonan Pemohon III dan Pemohon IV dalam Perkara Nomor 2PUU-V2007 tidak dapat diterima niet ontvankelijk verklaard. 3. Menyatakan permohonan Perkara Nomor 3PUU-V2007 tidak dapat diterima niet ontvankelijk verklaard. 124 Ibid. Eliza Oktaliana Sari : Hukuman Mati Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia Dalam Perkara Nomor 176 K Pid1998, 2009 BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENJATUHAN PIDANA MATI TERHADAP KASUS AHMAD SURADJI

A. Kasus Posisi