80
BAB III PERAN NOTARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT
PERBANKAN
A. Perjanjian Kredit
Fungsi perbankan selain menghimpun dana masyarakat juga menyalurkan dana masyarakat dalam bentuk pemberian kredit. Undang-undang perbankan yang
diubah tidak mengkonstruksikan hubungan hukum pemberian kredit dan nasabah peminjam dana tersebut. Hanya saja kita dapat mengetahui bahwa pemberian kredit
itu adanya berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditor dan pihak lain nasabah peminjam dana sebagai debitor dalam
jangka waktu tertentu yang telah disetujui atau disepakati bersama dan akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan.Timbul pertanyaan apakah dengan sendirinya perjanjian kredit ini tunduk pada pengaturan pinjam meminjam yang terdapat dalam kitab Undang-undang
Hukum Perdata. Bebarapa Pakar Hukum berpendapat demikian, perjanjian kredit pada
hakikatnya adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
R Subekti dalam Pasal 1991 ayat 3 KUH Perdata berpendapat bahwa : “Dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semua itu pada hakikatnya yang
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
64
81
terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam kitab Undang hukum Perdata Pasal 1754 sampai dengan 1769”.
Hal yang sama dikemukan pula oleh Mariam Darus Badrulzaman 1993: 7 dan 8 dan 1994: 110 dan 111
Dari rumusan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan mengenai perjanjian kredit, dapat disimpulkan bahwa dasar perjanjian kredit adalah
perjanjian pinjam meminjam di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1754. Perjanjian Pinjam meminjam ini juga mengandung makna yang luas
yaitu objeknya adalah benda benda yang menghabiskan jika verbriiklening termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ini, pihak
penerima pinjaman menjadi pemilik yang dipinjam dan kemudian harus dikembalikan dengan jenis yang sama kepada pihak yang meminjamkan.
Karenanya perjanjian yang bersifat riil, yaitu bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan” uang oleh bank kepada nasabah”. Akan tetapi
pendapat ini disangkal oleh pakar hukum lainnya.
Sutan Remy Sjahdeini menyatakan: Bahwa sifatnya yang konsensual dari satu perjanjian kredit bank itulah yang
merupakan ciri pertama yang membedakan dari perjanjian peminjaman uang yang bersifat riil. Dengan kata lain bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian
loan of money menurut hukum Inggeris yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia
yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit yang jelas-jelas mencantumkan syarat- syarat tangguh tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan
perjanjian yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitor, nasabah debitor belum berhak menggunakan atau
melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya setelah ditandanganinya kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk
menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitor untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit tergantung kepada
telah terpenuhinya seluruh syarat yang ditentukan didalam perjanjian kredit Sutan Remy Sjahdeini 1993: 158 dan 160.
Ciri kedua yang menurut beliau membedakan perjanjian kredit dengan perjanjian peminjaman uang adalah bahwa kredit yang diberikan oleh Bank kepada nasabah
debitor tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan yang tertentu oleh nasabah debitor, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang
debitor pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
82
harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu menimbulkan hak kepada bank
untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak, maka berarti nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari kredit yang diperolehnya berdasarkan
perjanjian kredit itu, sebagaimana seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak
mempunyai ciri yang sama dengan perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti. Oleh karena itu, tehadap perjanjian kredit bank tidak berlaku
ketentuan-ketentuan Bab Ketiga belas Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia Sutan Remy Sjahdeini 1993:161.
Ciri ketiga, kata Sutan Remy Sjaideini, perjanjian kerdit bank yang membedakan dari perjanjian peminjaman uang ialah mengenai syarat cara penggunaannya.
Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan cek atau perintah pemindah bukuan. Cara lain hampir dapat
dikatakan tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam
kekuasaan debitor dengan tidak diisyaratkan bagaimana caranya debitor akan menggunakan uang pinjaman itu. Pada perjanjian kredit bank, kredit tidak pernah
diserahkan oleh bank ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitor. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya
selalu dibawah pengawasan bank Sutan Remy Sjaideini 1993:161.
Dengan demikian menurut Sutan Remy Sjahdeini dapat dikatakan bahwa Perjanjian kredit bank tidak identik dengan perjanjian pinjam meminjam uang
sebagaimana dimaksud dalam KUHPerdata. Perjanjian kredit ini tidak tunduk kepada ketentuan-ketentuan Bab Ketiga belas dari Buku Ketiga KUHPerdata. Dengan kata
lain perjanjian kredit bank adalah perjanjian tidak bernama onbeniemde overeentskomst sebab tidak terdapat ketentuan khusus yang mengaturnya, baik di
dalam KUHPerdata maupun dalam Undang-Undang Perbankan yang diubah. Dasar hukumnya dilandaskan kepada persetujuan atau kesepakatan antara bank dan calon
debitornya sesuai dengan asas kebebasan berkontrak.
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
83
Menurut Hartono Soerja Pratiknyo: Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan pactum de contrahendo.
Dengan demikian perjanjian ini mendahului perjanjian hutang piutang perjanjian pinjam mengganti. Sedang perjanjian hutang piutang merupakan
pelaksanaan dari perjanjian pendahuluan atau perjanjian kredit. Jadi arti pendahuluan pada perjanjian kredit dibedakan dengan arti pelaksanaan perjanjian
hutang piutang.
66
Ada beberapa perbedaan yang lain antara perjanjian kredit dan perjanjian hutang piutang, yaitu terletak pada sifat perjanjian tersebut. Perjanjian kredit bersifat
konsensuil sedang perjanjian hutang piutang bersifat riil. Riil berarti bahwa perjanjian baru ada setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit diserahkan secara
nyata pada debitor. 1.
Jenis Perjanjian Kredit Secara Yuridis ada 2 dua jenis perjanjian atau pengikatan kredit yang
digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu: a.
Perjanjianpengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit di bawah tangan adalah
perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat hanya diantara mereka kreditor dan debitor tanpa Notaris.
Lazimnya dalam penandatanganan akta perjanjian kredit, saksi turut serta membubuhkan tandatangannya karena saksi merupakan salah satu alat pembuktian
dalam perkara perdata.
66
Hartono Soerja Pratiknyo, Hutang Piutang, Mustika, Yogyakarta, Hal. 3
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
84
b. Perjanjianpengikatan kredit yang dbuat oleh dan di hadapan Notaris notariil
atau akta otentik Yang dimaksud dengan akta perjanjian kredit notariil otentik adalah
perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan Notaris.
Adapun akte otentik adalah suatu akte undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akte
dibuat. Mengenai akta perjanjian notariilotentik ini, ada beberapa hal yang perlu
diketahui, yaitu: 1
Kekuatan Pembuktian Pada suatu akta otentik terdapat 3 tiga macam kekuatan pembuktian:
a Membuktikan antara para pihak, bahwa mereka sudah menerangkan apa
yang ditulis dalam akta tadi kekuatan pembuktian formal; b
Membuktikan antara para pihak yang bersangkutan, bahwa sungguh- sungguh peristiwa yang disebutkan di situ telah terjadi kekuatan
pembuktian material atau yang kita namakan kekuatan pembuktian mengikat;
c Membuktikan tidak saja antara para pihak yang bersangkutan tetapi juga
terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal tersebut dalam akta kedua belah
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
85
pihak tersebut sudah menghadap di muka pegawai umum Notaris dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut kekuatan pembuktian
keluar. 2
Grosse Akta Pengakuan Hutang Kelebihan lain daripada akta perjanjian kreditpengakuan hutang yang dibuat
secara notariil otentik adalah dapat dimintakan Grosse akta pengakuan Hutang tersebut. Grosse akta pengakuan hutang ini mempunyai kekuatan eksekutorial, artnya
disamakan dengan keputusan hakim yang oleh bank diharapkan pelaksanaan eksekusinya tidak perlu lagi melalui proses gugatan yang biasanya menyita waktu
lama dan memakan biaya besar. 3
Ketergatungan terhadap Notaris Ada yang perlu di ingat bahwa Notaris sebagai pejabat umum tetap juga
sebagai seorang manusia biasa sehingga di dalam mengadakan perjanjian kreditpengakuan hutang oleh atau di hadapan Notaris, tetap dituntut berperan aktif
guna memeriksa segala aspek hukum dan kelengkapan yang diperlukan. Kemungkinan terjadi kesalahankekeliruan atas suatu perjanjian
kreditpengakuan hutang yang dibuat secara notariil tetaplah ada. Dengan demikian Account Officer tidak boleh secara mutlak bergantung kepada Notaris, melainkan
Notaris harus dianggap sebagai mitra atau rekanan dalam pelaksanaan suatu perjanjian kreditpengakuan hutang. Dalam hubngan itu bank akan meminta Notaris
yang bersangkutan untuk berpedoman kepada model perjanjian kredit yang telah
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
86
ditetapkan oleh bank. Di samping itu, Account Officer tetap mengharapkan legal opinion Notaris setiap akan mengadakan pelepasan kredit, sehingga Notaris dalam
hal ini dapat berperan sebagai salah satu unsur filterisasi daripada legal asset suatu pelepasan kredit.
2. Bentuk Perjanjian Kredit dan Permasalahannya
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku standard contract. Berkaitan dengan itu, memang dalam
prakteknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditur sedangkan debitur hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Perjanjian
yang demikian itu biasa disebut perjanjian baku standard contract, di mana dalam perjanjian tersebut pihak debitor hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa
ada kemungkinan untuk melakukan negosiasi atau tawar menawar. Perjanjian kredit ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditor maupun oleh nasabah sebagai debitor, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan dan
penatalaksanaan kredit tersebut. Berkaitan dengan itu, menurut Ch. Gatot Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok
b. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban di antara kreditor dan debitor c.
Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
Hetty Herawaty : Tinj auan Yuridis Atas Kesetaraan Dalam Perjanjian Kredit Perbankan, 2008 USU Repository © 2008
87
B. Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Perjanjian Kredit