Kesetaraan Gender Dalam Islam
Karena gender lahir dari kontruksi sosial, maka gender berkaitan erat dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan
bertindak dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya stempat, yang secara faktual belum tentu sama antar satu tempat dengan tempat yang lain,
serta dalam jangka waktu yang lain dapat berubah dari waktu ke waktu.
4
Jadi, kesetaraan gender merupakan sebuah keadaan dimana antara laki-laki dan perempuan memiliki status, kondisi, atau kedudukan yang setara, sehingga terwujud
secara penuh pemenuhan hak dan kewajiban bagi pembangunan di segala aspek kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara.
Dalam studi gender dikenal bebrapa teori yang cukup berpengaruh dalam menjelaskan latar belakang perbedaan dan persamaan peran gender laki-laki dan
perempuan, antara lain sebagai berikut: 1. Teori PsikoanalisaIdentifikasi
Teori ini mengungkapkan bahwa prilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas. Freud sebagai
penggagas teori ini mengatakan kepribadian seseorang tersusun atas tiga struktur yaitu:
a. ID, sebagai pembawa sifat-sifat biologis seseorang sejak lahir, termasuk nafsu seksual dan insting yang cendrung selalu agresif.
4
Tim Penulis, Demi Keadilan dan Kesetaraan, Jakarta: PUSKUMHAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009, h. 10
b. EGO, yang bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakka keinginan agresif dari ID, ia berusaha mengatur hubungan antara keinginan sebyektif
individu dan tututan objektif realitas sosial. c. SUPER EGO, yang berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian,
berupaya mewujudkan ksempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenagan dan kepuasan, serta senantiasa mengingatkan EGO agar menjalankan fungsinya
mengontrol ID. 2. Teori Fungsionalis Struktural
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas bagian yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang berpengaruh di
dalam masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap unsur-unsur tersebut di dalam masyarakat.
Diantara prinsip-prinsip teori ini adalah: 1. Suatu masyarakat adalah suatu kesatuan dari berbagai bagian
2. Sistem-sistem sosial senantiasa terpekihara karena mempunyai perangkat mekanisme kontrol.
3. Ada bagian-bagian yang tidak berfungsi akan tetapi bagian-bagian itu dapat dipelihara dengan sendirinya atau hal itu melembaga dalam waktu yang cukup
lama. 4.
Perubahan terjadi secara berangsur-angsur.
5. Integrasi sosial dapat dicapai melalui persepakatan mayoritas anggota masyarakat terhadap seperangkat nilai. Sistem nilai adalah bagian yang paling
stabil di dalam suatu sisrtem masyarakat. Menurut teori ini, harmoni dan stabilitas suatu masyarakat sangat ditentukan
oleh efektifitas konsensus nilai-nilai. Sistem nilai senantiasa bekerja dan berfungsi untuk menciptakan keseimbangan dalam masyarakat.
5
Jadi, menurut teori ini peran seseorang terikat dan mengacu kepada norma- norma kebiasaan yeng lebih mempertimbangkan jenis kelamin daripada daya saing
dan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang, karena laki-laki dianggap sebagai pemburu yang harus bekerja di luat rumah, sedangkan wanita dianggap hanya sebagai
peramu yang bertugas di dalam rumah. 3. Teori Konflik
Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dalam susunan dalam masyarakat terdapat beberapa kelas yang saling memperebutkan pengaruh dan kekuasaan. Siapa
yang memiliki dan menguasai sumber-sumber produksi dan distribusi merekalah yang paling berpeluang untuk memainkan peran utama di bidangnya.
Teori ini menganggap bahwa ketimpangan gender yang terjadi antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan bagian
dari penindasan dari kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang ditetapkan dalam konsep keluarga, karena dalam konsep ini menyebutkan bahwa hubungan
5
Nasaruddin Umar, Argument Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran, h. 45
suami istri tidak ubahnya dengan hubungan yang terjadi antara tuan dan hamba. Singkatnya ketimpangan gender yang terjadi menurut teori ini adalah disebabkan oleh
kontruksi masyarakat social contruction. 4. Teori Feminis
Menurut teori tentang perbedaan gendar yang terjadi adalah bahwa kodrat dari seorang wanita tidak ditentukan oleh faktor biologis, malainkan faktor budaya
masyarakat dalam daerah tersebut. Teori ini mengusung untuk mensejajarkan derajat antara laki-laki dan
perempuan sebagai sebuah kemitrasejahteraan yang diusulkan menjadi ideoligi dalam tatanan kontruksi masyarakat. Sistem patriarki pun menurut para penganut teori ini
perlu ditinjau karena dirasa merugikan perempuan dan hanya menguntungkan pihak laki-laki.
5. Teori Sosio-Biologis Dalam menyikapi perbedaan gender, teori ini menggabungkan antara faktor
biologi dan faktor sosial yang menyebabkan laki-laki lebih unggul dari pada perempuan. Laki-laki dinyatakan lebih dominan secara politis dalam semua
masyarakat karena predisposisi biologis bawaan mereka. Fungsi reproduksi pada perempuan seperti haid, mengandung, melahirkan, dan manyusui dianggap sebagai
faktor penghambat untuk mengimbangi kekuatan dan peran laki-laki, karena faktor reproduksi tersebut tidak mungkin di gantikan oleh laki-laki..
6
6
Sulistyowati Irianto, Menuju Hukum Yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, h. 12
Islam sendiri dalam berbagai nash baik Al-Quran maupun Hadist mengamanahkan manusia untuk memperhatikan konsep keseimbangan, keserasian,
keseimbangan, keutuhan, baik dengan sesama manusia ataupun dengan lingkungan alamnya. Konsep relasi gender dalam islam lebih dari sekedar mengatur keadilan
gender dalam masyarakat, tetapi secara teologis mengatur pola relasi mikrokosmos manusia, makrosromos alam, dan tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat
menjalankan fungsinya sebagai khalifah.
7
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba. Permasalahan tentang peran sosial dalam
masyarakat tidak ditemukan dalam Al-Quran atau hadist yang melarang kum perempuan aktif di dalamnya.
Islam memperkenalkan konsep relasi gender yang mengacu kepada ayat-ayat Al-quran yang sekaligus menjadi tujuan umum syari’ah Maqasid Al-Syariah, antara
lain untuk mewujudkan keadilan dan kebijakan yang tertuang dalam Q:S. An-Nahl 16; 90:
ﻞﺤﻨﻟا
90:16
“
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” Q:S. An-Nahl 16; 90
7
Nasaruddin Umar, Argument Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran, h. 30
Dan dalam ayat lain yaitu Q:S. Al-Hujarat 49; 13, di terangkan:
تاﺮﺠﺤﻟا
49 :
13 “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” Q:S. Al-Hujarat
49;13.
Ayat diatas menjelaskan kedudukan pria dan wanita adalah sederajat. Adanya perbedaan antara pria dan wanita di bidang hukum bukan karena jenis laki-laki itu
lebih mulia menurut Allah dan lebih dekat dengan tuhannya dibandingkan wanita. Kemuliaan seseorang dihadapan tuhannya bukan didasarkan pada jenis kelamin atau
etnisnya, melainkan berdasarkan prestasi ibadah dan muamalah yang dilakukannya. Jenis laki-laki dan perempuan sama dihadapan Allah. Memang ada ayat yang
menerngkan bahwa para laki-laki suami adalah pemimpian para wanita istri, yaitu yang tertuang dalam Q:S. An-Nisa 4; 34:
ءﺎﺴﻨﻟا 4
: 34
“kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan
karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu
Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka
mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” Q:S. An-Nisa 4; 34
Namun kepemimpinan ini tidak boleh mengantarknnya kepada kesewenangan- wenangan, karena dari satu sisi Al-Quran memerintahkan untuk saling tolong
menolong antara laki-laki dan perempuan, dan dari sisi lain Al-Quran juga menyuruh agar para suami dan istri hendaknya mendiskusikan dan memusyawarahkan persoalan
mereka bersama.