hubungan badan atau istri yang pada rahimnya terdapat tulang sehingga menghalangi masuknya penis kedalamnya atau dalam istilah kitab-kitab fiqih disebut sufaq.
Atau dapat pula digunakan pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 huruf d yang menyebutkan “salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain” dari sini dapat kita katakan bahwa melakukan pemaksaan oleh seseorang terhadap orang lain dengan menggunakan egoisme, kekuasaan
menjadi salah satu alasan dikabulkannya perceraian. Dengan adanya unsur paksaan dari sikap kekejaman dan kekerasan akan mengakibatkan bahaya bagi pihak lain,
luka, dan penderitaan terhadap orang lain Hubungan seksual yang dipaksakan akan mengakibatkan bahaya bagi korban.
Suami yang memaksakan hasrat biologisnya saat istri tidak siap untuk melaksanakan dan menerima ajakan suami akan mengakibatkan bahaya pada organ kelaminnya.
Luka yang dimaksud adalah seperti lecet di organ intim, menjadikan hasrat seksual isti frigiditas.
Banyak hal yang menyebabkan istri sangat jarang mau terbuka untuk berbicara tentang kehidupan kamar tidur mereka, termasuk gejolak seksual yang dilakukan
suami terhadap istri, diantara penyebabnya adalah, membicarakan aktivitas kamar tidur adalah rahasia suami istri merupakan aib dan ada perasaan malu ketika rahasia
kamar tidur ini diketahui khalayak ramai. Begitupula dalam proses pemeriksaan di
Pengadilan Agama, walaupun yang menjadi alasannya adalah masalah seksual, akan tetapi kadang hal tersebut tidak banyak terungkap.
1
B. Duduk Perkara No: 630Pdt.G2009PA.JT 1. Tentang Para Pihak
Identitas dari pihak penggugat yakni Muhaya binti H. Muji, umur 57 tahun, agama Islam, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, dan bertempat tinggal di Jl. Kayu
Manis No. 22, Rt. 06, Rw 03, kelurahan Balekambang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
Sedangkan dari pihak tergugat yakni H. Rameli bin H. Husin, umur 69 tahun, agama Islam, pekerjaan adalah berdagang, dan bertempat tinggal di Jl. Kayu Manis
No. 22, Rt. 06, Rw 03, kelurahan Balekambang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
2
2. Tentang Posita dan Petitum
Dalam surat gugatan duduk perkaraposita sangat penting eksistensinya, setiap surat gugatan memuat posita. Pada hakikatnya posita atau fundamentium petendi
yaitu menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa.
3
Biasanya dalam praktik baik dalam putusan ataupun surat gugatan lebih dikenal atau lazim
disebut dengan tentang duduk pekara yang menjadi dasar yuridis gugatan atau
1
Wawancara Pribadi dengan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur, 20 Januari 2011
2
Arsip Pengadilan Agama Jakarta Timur, Putusan No: 630Pdt.G2009PA.JT
3
Faizal Kamil, Asas Hukum Acara Perdata, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005, h. 60
menguraikan secara kronologis duduk perkaranya kemudian penguraian tentang hukumnya, tidak berarti harus menyebutkan peraturan-peraturan hukum yang menjadi
dasar tuntutan, melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan.
4
Dan mengenai posita yang diterangkan oleh penggugat dalam putusan No: 630Pdt.G2009PA.JT, diantaranya:
1. Bahwa kedua belah pihak telah melangsungkan pernikahan pada hari Jumat, 17 Oktober 2008 dihadapan pejabat PPN KUA Kecamatan
Kramat Jati, Jakarta Timur dengan Akta Nikah No: 139629X2008. 2. Bahwa setelah menikah kedua pihak baik penggugat ataupun tergugat
hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dengan baik, telah berhubungan badan dan keduanya bertempat tinggal bersama di Jl.
Kayu Manis No. 22, Rt. 06, Rw 03, kelurahan Balekambang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.
3. Bahwa kehidupan penggugat dan tergutat mulai goyah dan terjadi pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sejak bulan
Januari 2009.. 4. Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan danpertengkaran tersebut
karena: a. Tidak ada kesesuaian dalam membina rumah tangga.
4
Fauzie Yusuf Hasibuan, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Yayasan Pustaka Hukum Indonesia, 2006, h. 9