Seks Dalam Perkawinan TEORI TENTANG HIPERSEKSUAL
satu suami atau istri merasa tidak menikmati ataupun tidak merasa puas, maka hubungan tersebut dapat menjadi sesuatu yang ingin dihindari bahkan di benci.
Manusia di ciptakan dilengkapi dengan nafsu seksual. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
ناﺮﻤﻋ لا 3
: 14
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang terna dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik surga.” Q:S. Ali-Imran 3;
14.
Al-Quran menggambarkan perkawinan sebagai hubungan yang dalam dan kuat. Suami-istri harus bergaul secara baik dalam rumah tangga. Islam benar-benar
mempromosikan pernikahan sebagai perlindungan dari keburukan seksual. Jika seorang pria melihat wanita yang dianggapnya menarik, maka ia harus segara pergi
kepada istrinya, sebab dengan begitu ia akan terlindung dari dosa.
9
Persetubuhan adalah suatu hal yang mengacu kepada tabiat dan kodrat manusia, jadi dia merupakan fitrah manusia. Allah telah meletakan tabiat ini dalam
diri manusia agar ia terdorong untuk mencari istri yang akan memberinya keturunan, di samping bahwa perbuatan itu adalah satu isyarat akan keberadaan nikmat di surga.
Ia mempunyai banyak manfaat bila dilakukan dengan dasar hukum yang benar atau halal. Hal ini juga menunjukan akan kesempurnaan Islam dalam
9
Hasan Hathout, Panduan Seks Islami, Jakarta: Zahra, 2007, h.56
membahas semua aspek kedidupan manusia, baik urusan dunia ataupun urusan akhirat, sehingga perbuatan inipun diatur dengan etika-etika tertentu.
10
Berbicara masalah seksualitas ada anggapan sebagian masyarakat bahwa masalah tersebut merupakan sesuatu yang tabu,masalah kotor, jijik, dan tidak patut
diperbincangkan, apabila itu semua dikaitkan dengan keagamaan. Sifat kotor memang melekat sekali dengan masalah seksual yang dapat mencemari kesesuaian nilai-nilai
agama. Ibn al-Qayyim dalam bukunya Al-Thib Al-Nabawiy pengobatan nabi,
menyajikan satu bab khusus yang membahas sikap Islam terhadap seksual antara suami istri, diantaranya yaitu:
1. Dalam Islam, seks selalu dipandang secara serius dan seharusnya tetap demikian. Seks bukanlah sarana untuk bersenang-senang belaka. Dalam Islam
hubungan seksual antara suami istri merupakan ibadah dan dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara keduanya.
2. Dalam Islam, selalu berkaitan dengan kehidupan keluarga. Seks dipandang sebagai hubungan manussia yang luar biasa tunduk kepada aturan-aturan yang
ketat. Dengan demikian, seks diluar hubungan pernikahan zina merupakan dosa yang dikenai hukuman.
10
Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, Ensiklopedi Etika Islam, Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2008, h. 333
3. Seks merupakan khusus diantara suami istri. Apa yang terjadi itu merupakan rahasia dan tidak seharusnya diberitahukan kepada pihak lain.
4. Islam menjelaskan bahwa seks tidak tunduk pada perubahan yang dibuat oleh kelompok-kelompok berpengaruh atau perubahan dalam kehidupan
seksual. 5. Pengetahuan seputar ayat-ayat dan hadis-hadis tentang permasalahan
pendidikan seks tidak ada spesifikasi usia untuk seseorang memulai mempelajarinya pada usia tertentui. Akan tetapi ketika seorang mukmin
mempelajari Al-Quran dan sunah, ia akan menemukan ajaran-ajaran atau permasalahan ini.
11
Di dalam perkawinan kehidupan seksual mengalami penyesuaian karena hadirnya suami istri di sisinya. Dia tidak hanya berkepentingan dengan seksualitas itu
sendiri tetapi juga seksualitas pasangannya, sehingga dia harus menyesuaikan diri agar tidak timbul masalah dalam perkawinannya.
Hubungan seks pada dasarnya mempunyai tiga maksud utama, yaitu: 1. Menjaga keberlangsungan turunan.
2. Mengeluarkan sperma yang akan berbahaya terhadap keseimbangan jika tersimpan dan tidak di keluarkan.
11
Abdul Wahab Bouddiba, Sexuality In Islam, terjemahan Fauzi Abbas, Yogyakarta: Alinea, 2004 Cet ke-1, h. 207
3. Menyalurkan syahwat, merasakan kenikmatan dan kelezatan
12
Adapun seksualitas di dalam perkawinan mempunyai 4 dimensi yaitu: 1. Dimensi prokreasi, bertujuan membuat keturunan sebagai generasi penerus
2. Dimensi rekreasi, bertujuank mencapai kesenangan, kenikmatan dan kepuasan.
3. Dimensi relasi, berfungsi sebagai pengikat yang lebih mempercepat hubungan pribadi suami istri.
4. Dimensi institusi, berfungsi sebagai suatu isntitusi yaitu lembaga perkawinan. Tentu saja keempat dimensi ini dapat dicapai apabila tak ada gangguan
seksual dan reproduksi baik dari pihak istri maupun suami. Hubungan seks adalah ekspresi cinta, lebih dari sekedar sarana pemuasan
kebutuhan seksual. Permainan pendahuluan atau perangsangan foreplay sangat dianjurkan agar masing-masing pasangan siap secara fisik dan psikologis, agar tidak
ada salah satu pihak yang merasa hanya menjadi objek semata.
13
Pemuasan hasrat seksual merupakan salah satu alasan utama perkawinan. Seseorang yang tidak mempunyai dorongan seksual sama sekali, tidak patut untuk
menikah, karena ia dapat merugikan pasangannya.
12
Khid As-Sayyid Abdul ‘Aal, Seni Menumbuhkan Cinta, Solo, Ziyad Visi Media, 2006 Cet ke-1, h. 174
13
Hasan Hathout, Panduan Seks Islami, h.65
Sungguhpun hubungan biologis antara suami istri mempunyai hal yang penting dan berpengaruh dalam kehidupan rumah tangga. Tidak mementingkan hal
itu atau menempatkannya bukan pada tempatnya dapat membawa kehancuran suami istri.
Diantara persoalan yang muncul dan berpotensi memicu perceraian adalah ketidak harmonisan dalam hubungan seksual. Persoalan ini semakin memancing
kericuhan jika pola hidup salah satu atau kedua suami istri biasa mengeksploitasi seks, jauh dari moralitas, terbiasa bergaul dengan pria dan wanita dalam pola
membaur, dan toleran terhadap hal-hal yang berbau pornografi. Jelas dengan kehidupan seperti ini, maka tuhan dalam benaknya sekedar menyalurkan hasrat spritu
hal, tidak lebih.
14
Seperti halnya aktivitas-aktivitas manusia lainnya, hubungan seks harus dilakukan secara moderat, tidak berlebihan dan juga tidak kurang. Berlebihan dalam
seks dapat membahayakan fisik maupun psikis seseorang, begitupula sebaliknya. Tiap pasangan suami istri harus menemukan sendiri frekuensi berhubungan seks yang
pas bagi mereka, karena kondisi masing-masing orang berbeda. Hal ini harus benar- benar diperhatikan agar mereka tidak terjerumus kedalam perbuatan dosa.
15
Perkawinan dalam Islam tidak melupakan hal ini. Banyak peraturan baik tentang hak dan kewajiban suami istri di perbincangkan. Yang menjadi kendala
14
Marzuki Umar Syahab, Seks Kita, Jakarta: Gema Insani, 1998, cet-ke-1, h. .447
15
Hasan Hathout, Panduan Seks Islami, h.66
adalah metode pembahasan dan pemecahan masalah ini. Seks sebagai kesenangan telah diletakan dalam Islam sebagai hal yang sangat pribadi.
Permasalahan seks dalam pernikahan muncul apabila salah satu atau kedua pasangan suami istri tidak terpenuhi hasrat keinginannya. Permasalahan semakin
besar apabila keduanya tidak dapat mengkomunikasikan keluhan atau keinginan masing-masing akibat malu yang tidak perlu. Akhirnya, permasalahan semakin parah,
menimulkan kebencian, kemarahan, saling mencaci, serta tidak mau mengerti kondisi pasangannya.
16
Perkawinan sesungguhnya lebih luas daripada sekedar seks. Perkawinan juga mencakup aspek-aspek sosial dan psikologis. Suami-istri harus dekat dan akrab
secara fisikal, psikologis, dan emosional. Saling bersimpati dan saling memperlakukan dengan baik dapat melanggengkan cinta, bahkan ketika masa-masa
“penuh gairah” telah berlalu.
17