Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pada perkembangan zaman dewasa ini diberbagai tempat tidak sedikit ditemui perilaku individu yang jauh dari perilaku prososial seperti seseorang lebih bersifat individual atau mementingkan kepentingan dirinya sendiri dan kurang peduli dengan apa yang menimpa orang lain. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat membuat perilaku yang sering muncul bermuatan negatif. Mereka hanya mengutamakan ego dan kepentingan masing-masing tanpa melihat orang-orang di sekeliling mereka. Rasa saling menghargai dan menyejahterakan semakin menipis. Manusia tidak dapat memutuskan hubungan dengan sesamanya atau hidup dalam kesendirian, selalu saling terjadi ketergantungan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dan untuk mempertahankan kebersamaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup, manusia perlu mengembangkan sikap kooperatif serta sikap untuk berperilaku menolong terhadap sesamanya. Karakteristik individu juga mempengaruhi perilaku prososial diantaranya jenis kelamin . Penelitian yang dilakukan Dian Novita 2005 tentang perilaku prososial memiliki hasil yang berbeda-beda. Ada hasil penelitian yang mengemukakan bahwa perempuan lebih cederung sering melakukan tindakan kemanusiaan seperti 2 menolong orang, ada juga penelitian lain melaporkan bahwa perempuan jarang memberikan pertolongan dari pada laki-laki Manusia selalu dituntut untuk saling tolong menolong dalam interaksinya dengan sesama. Perilaku tolong menolong dalam ilmu sosial itu termasuk dalam katagori perilaku prososial. Baron dan Byrne 2005 mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung kepada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong. Seiring dengan majunya teknologi dan meningkatnya mobilitas, seseorang terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih mementingkan dirinya sendiri dan kurang peduli dengan apa yang menimpa orang lain, tetapi masih ada sebagian orang yang tidak sedikit ditemui melakukan perilaku prososial. Perilaku prososial meliputi aspek seperti menyumbang donating, bekerjasama cooperating, memberi giving, menolong helping dan simpati sympathy, altruism altruism Wispe dalam Zanze, 1984. Fenomena ini terbukti dari hasil observasi penulis. Tepat bulan September 2009 terdapat bencana alam di Situ Gintung Cirende yang merugikan baik materil ataupun korban jiwa yang tidak sedikit, ditengah-tengah situasi yang demikian, sebagian dari mahasiswa yang menjadi relawan ingin menolong korban bencana alam di Situ Gintung, mereka seperti ingin menunjukkan perilaku 3 perorangan dalam interaksi sosial ditengah bencana, baik langsung maupun tidak langsung. Keadaan dan suasana demikian pada umumnya banyak dijumpai dikalangan mahasiswa, kehadiran mahasiswa membawa suasana yang berbeda, berempati, membimbing dan membantu para korban dalam pemulihan keadaan bencana, ini merupakan bukti nyata kepedulian mereka terhadap sesama dan juga mereka kalangan mahasiswa sadar bahwa mereka merupakan bagian dari masyarakat. Ciri- ciri inilah yang sebenarnya yang dinamakan perilaku prososial, perwujudan nyata dari perilaku prososial itu dapat di simak melalui tolong menolong, menyumbang baik moril maupun materil, mereka menjadi sukarelawan, bahkan dari mahasiswa membantu tanpa pamrih. Bersikap tanggap dan peduli, empati, dan simpati dari begitu banyak orang, terlebih mahasiswa LDK UIN Jakarta di tengah bencana mereka antusias membantu, memotivasi dan semakin banyak yang terlibat dalam kegiatan kemanusian. Perilaku sosial merebak menunjukkan betapa kemanusiaan tetap dijunjung tinggi menempati prioritas utama ditengah kehidupan yang makin sarat masalah dan persaingan- persaingan ini merupakan satu manisfestasi adanya rasa tolong menolong mutual help dalam setiap individu atau anggota masyarakat terhadap bencana Situ Gintung tersebut. Selain banyak mahasiswa yang membantu akan tetapi banyak juga dari sebagian mahasiswa yang acuh, dan tidak peduli terhadap orang lain yang terkena musibah atau membutuhkan pertolongan. Secara psikologis, mahasiswa sedang berada pada sebuah fase transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal. Pada masa ini mahasiswa mengalami 4 perubahan yang penting bagi perkembangan psikososialnya. Perkembangan psikososial pada usia seperti ini berada pada tahap identity versus identity confusion, yaitu tahap dimana mahasiswa tengah mengalami pencarian identitas diri. Mahasiswa mengacu kepada identitas yang berupa suatu prestasi atau penghargaan. Pada tahap ini pula, terdapat kesetiaan yang sangat tinggi terhadap komunitas yang ia ikuti, sehingga muncul rasa bangga dan pembelaan terhadap komunitas tersebut. Perilaku prososial dipengaruhi beberapa aspek dalam diri individu baik secara internal maupun external. Faktor yang mempengaruhi perilaku prososial salah satunya tingkat keberagamaan seseorang. Menurut Batson dan Brown 2005 berpendapat bahwa orang yang beragama memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk membantu orang lain, dibanding orang yang tidak mengenal agama. Individu yang aktif melaksanakan ibadah hampir selalu melalukan tindakan menolong orang lain disebabkan individu tersebut merasakan dorongan yang kuat untuk membantu orang yang membutuhkan. Orang yang beragama disebut juga orang yang religius. Makna religiusitas menurut Fetzer 1999 yaitu seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari daily spiritual experience, mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama religion meaning, mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai value, meyakini ajaran agamanya belief, memaafkan forgiveness, melakukan praktek beragama ibadah secara 5 menyendiri private religious practice, mendapat dukungan penganut sesama agama religious support, mengalami sejarah keberagamaan religiousspiritual history, komitmen beragama commitment, mengikuti organisasikegiatan keagamaan organizational religiusness dan meyakini pilihan agamanya religious preference, Mahasiswa pengurus LDK adalah salah satu kelompok yang dinilai memiliki religiusitas yang bagus. Sejak mahasiwa mengikuti organisasi LDK, maka saat itu juga individu memasuki sistem yang berbeda, yakni sebuah kehidupan yang tidak mementingkan kehidupan pribadi daripada kepentingan bersama. Lembaga Dakwah Kampus menjadi suatu media pembalajaran untuk berbagi. Perilaku ini memunculkan mindset bagi pengurus LDK predikat seseorang yang memiliki religiusitas yang bagus yang disandang para mahasiswa LDK , menuntut para mahasiswa LDK melakukan apa yang diperintahkan Allah. Diantaranya adalah bagaimana hubungannya dengan sesama yang bisa diwujudkan dengan perilaku prososial. Bagaimana religiusitas yang dimiliki mahasiswa LDK mempengaruhi perilaku prososial yang dimunculkan dalam masyarakat. Tetapi kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari masih banyak dari mereka masih belum bisa mengamalkannya dalam perilaku prososial. Fetzer 1999 mengemukakan ada 11 dimensi religiusitas, salah satu alat ukur yang mengukur religiusitas yaitu seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari daily spiritual experience, 6 mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama religion meaning, mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai value, meyakini ajaran agamanya belief, memaafkan forgiveness, melakukan praktek beragama ibadah secara menyendiri private religious practice, mendapat dukungan penganut sesama agama religious support, mengalami sejarah keberagamaan religiousspiritual history, komitmen beragama commitment, mengikuti organisasikegiatan keagamaan organizational religiusness dan meyakini pilihan agamanya religious preference. Maka dari itu, penulis ingin mengkaji secara ilmiah apakah ada hubungan religiusitas dengan perilaku prososial dan berapa besar aspek religiusitas, yang mencakup daily spiritual experience, religion meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious support, religious history, commitmen, organizational religiusness, religious preference memiliki pengaruh terhadap perilaku prososial mahasiswa pengurus LDK UIN Jakarta. Seperti telah dijelaskan pada pembahasan di awal, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku prososial dan religiusitas diantaranya jenis kelamin dan tingkat semester. Oleh karena itu peneliti menjadikan jenis kelamin dan tingkat semester sebagai variable tambahan dalam penelitian ini. 7 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan Masalah