Kedudukan Politik Bebas dan Aktif

masih cukup alasan untuk memilih jalan sendiri, yang disebut ”politik bebas”. Daripada bermusuhan dengan satu pihak, yang hanya merugikan kepentingan sendiri. Indonesia lebih suka bersahabat denagn segala bangsa atas dasar harga-menghargai. Dasar harga-menghargai menjadi corak yang tegas dalam politik perhubungan Indonesia dengan bangsa-bangsa lain. Perbedaan struktur dan ideologi negara jangan hendaknya menjadi halangan bagi harga-menghargai itu. Bangsa yang baru merdeka sebagai bangsa Indonesia sangat kuat sentimen nasionalnya dan sangat halus perasaannya tentang harga dirinya. Baru saja terlepas dari status kolonial yang mengikatnya berabad-abad lamanya, ia berontak terhadap tiap macam percobaan untuk mengkolonialisasi dia, bagi kolonialisasi ekonomi ataupun dominasi ideologi. Faktor psikologi ini besar pula pengaruhnya atas Indonesia menentukan politik bebasnya. Sebagaimana diketahui, politik luar negeri tidak semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor subyektif, sebagai keinginan satu negeri atau perasaan simpati atau antipati dari ahli-ahli negara dan pemimpin- pemimpiin negara. Faktor-faktor obyektif ikut serta menentukan coraknya. Itulah sebabnya, maka haluan politik luar negeri sesuatu bangsa berlainan dari politik dalam negeri, tidak tergantung dari warna politik partai atau golongan yang pada suatu waktu memegang kekuasaan. Demikian juga politik luar negeri Indonesia, ditentukan oleh beberapa faktor obyektif:

a. Keadaan Ekonomi Dalam Negeri

Tatkala Pemerintah Indonesia menerima kedaulatan atas tanah airnya dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, ia mendapati negeri yang menderita kerusakan. Selanjutnya ia mendapati perbendaharaan negara yang kosong, sedangkan rencana belanja tahun 1950 dibayangkan kekurangan sejumlah Rp 1.500.000.000,- yaitu kira-kira 17 dari jumlah seluruhnya. Suatu defisit yang besar bagi bangsa yang miskin, yang tak punya pasar kapital di dalam negeri. Oleh karena itu segala tenaga dan pikiran Pemerintah dipusatkan untuk memperbesar produksi dalam negeri. Dasar politik bebas itu pertama kali diletakkan oleh Pemerintah Indonesia dalam tahun 1943, selagi Republik Indonesia mempertahankan kemerdekaannya dan memperjuangkan kemerdekaan seluruh bangsa Indonesia terhadap Belanda. Bertentangan dengan oposisi golongan kiri di bawah Partai Komunis Indonesia PKI, Pemerintah Republik Indonesia memberi keterangan berikut kepada Badan Pekerja Komite Nasional Pusat BP-KNP 44 di Yogyakarta pada tanggal 2 September 1948: ”Apakah bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaannya, harus memilih saja antara pro-Rusia dan Pro- Amerika?Apakah tak ada pendirian lain yang harus diambil dalam mengejar cita-cita bangsa? Pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus diambil ialah supaya Indonesia jangan menjadi Obyek dalam pertarungan politik Internasional, melainkan ia harus tetap menjadi Subyek yang berhak menentukan sikap 44 Komite Nasional Pusat KNP atau Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP dibentuk selama periode revolusi yang berfungsi sebagai Majelis Perwakilan Rakyat, Dewan Penasihat Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung. Lihat Ateng Winarmo, Kamus Singkatan dan Akronim: Baru dan Lama , Yogyakarta, 1991, h. 317.