Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Mohammad Hatta dalam bukunya yang berjudul Demokrasi Kita, menegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus di hapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan ini yang lahir dari penderitaan sendiri, tidak saja menentukan politik kedalam tetapi mempengaruhi juga politik luar negeri Republik Indonesia .” 1 Dalam alinea ke-empat diperkuat pendapat itu dengan meletakkan kewajiban atas pemerintah untuk ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Disinilah pula terletak dasar fundamental dari pada politik luar negeri Republik Indonesia yang terkenal sebagai politik bebas dan aktif. Perkembangan awal politik luar negeri Indonesia cenderung dipengaruhi politik global pada masa itu yang sedang menyoalkan perlucutan senjata dan soal krisis dunia. Dimana negara-negara di Eropa berlomba menjadi negara yang mempunyai teknologi senjata yang paling canggih dan mempunyai barisan armada yang paling banyak, dan hal itu dapat memicu terjadinya perang. Walupun konferensi perlucutan senjata 1 Mohammad Hatta, Demokrasi Kita Jakarta: Pandji Masyarakat, 1960, h. 29 yang berlangsung pada tahun 1919 di Versailles memaksa pihak Jerman untuk menanggalkan senjata, tetapi kemudian pihak Jerman merasa tertipu karena hanya Jerman saja yang dilucuti senjatanya dan sering dipandang sebagai negara kelas dua. Sedangkan Perancis pada saat yang sama malah memperkuat persenjataan di negerinya dengan dalih keamanan. Hal tersebut membuat pihak Jerman gerah dan membuat gerakan Fasisme di Jerman semakin maju. Hal tersebut menjadikan perang di Eropa bukan lagi menyoalkan kehormatan atas negeri tetapi sudah masuk tataran perang antar Ideologi. Si Vis Pacem, Para Bellum, yang bermakna siapa yang ingin akan perdamaian, bersedialah buat berperang. Siapa yang ingin perdamaian, artinya siapa yang takut dilanggar musuh, jagalah diri supaya musuh jangan datang menyerang. Sampai sekarangpun pepatah tersebut belum hilang malah sekarang menjadi dasar politik luar negeri. Maka dari itu, semakin banyak diadakan konferensi perlucutan senjata diadakan, semakin giat orang memperkuat senjata perangnya. 2 Politik yang seperti ini tidak sedikit memakan ongkos. Sering kali ongkos perlengkapan senjata atau persediaan perang membahayakan anggaran belanja rakyat. Hal tersebut berdampak pada krisis ekonomi dalam negeri yang merambah ke krisis global. Krisis tersebut memaksa negara-negara jadi mabuk akan kepunyaan, mempunyai bangsa asing sebagai harta. Tiap-tiap negeri menjaga 2 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan Jilid II, h. 127 kepunyaannya sendiri dan mencoba mengambil kepunyaan negeri lain yang dikenal dengan istilah menjajah. Indonesia sebagai bangsa jajahan, ikut merasakan imbasnya perang ideologi tersebut. Apa yang dipunya Indonesia dirampas oleh bangsa yang ingin lebih memperkuat persenjataan perang. Kalau di Eropa terjadi perang antar ideologi Fasisme dan Demokrasi Liberal, Indonesia yang harus bersebelahan dengan Demokrasi Liberal melawan Imperialisme Jepang yang merupakan suatu ancaman bagi cita-cita Indonesia. Dalam hal ini Hatta menggambarkan bahwa alur kapitalisme selalu melalui sebuah tahapan krisis. Adanya krisis yang terjadi pada zaman malaise tahun 19201930, menunjukan kapitalisme mempunyai masalah pada dirinya. Demikian pula krisis yang sekarang melanda perekonomian Indonesia. Sesungguhnya keberadaannya persis dengan gambaran Hatta tentang masalah yang ada dalam kapitalisme tersebut, Cuma bentuk detail penyebabnya berbeda. Krisis sekarang ini bukan disebabkan masalah “over- produksi”, tapi lebih disebabkan karena adanya kenyataan yang menghasilkan perbedaan antara sektor moneter dan real. 3 Pada masa Hatta problem moneter tentu belum di kenal. Indonesia tahu, bahwa kapitalisme itu memajukan imperialisme. Bertambah besar kapitalisme itu bertambah kuat sepak terjang imperialisme. Bukan saja imperialisme politik, akan tetapi juga imperialisme ekonomi. Maka kalau Indonesia tidak menyusun pertahanan yang teratur dari mulai 3 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan Jilid II, h. 128 kini, Indonesia akan tenggelam dilaut penghidupan. Bukan saja pertahanan politik , tetapi juga ekonomi. Orde Baru telah membuktikan kata-kata Hatta ini, dengan kehancuran ekonomi Indonesia, meski Indonesia sangat tergantung dengan negara- negara maju yang berakibat pula pada ketidakmerdekaan politik. Ikutnya Indonesia dalam GATT General Agreement on Tariff and Trade dan WTO World Trade Organization jelas-jelas mendudukan Indonesia sebagai negara yang tidak lagi merdeka secara sepenuhnya, karena keputusan- keputusan politiknya banyak ditentukan oleh negara-negara maju. Negara Indonesia tidak lagi berdaya melawan pengaturan arus barang dan bea masuk dari WTO. Dan kebijakan ekonomi diintervensi IMF International Monetary Fund . Mengingat serangan dan ancaman kapitalisme dan imperialsme barat tadi, nyatalah bahwa pertahanan Indonesia baru sempurna kalau tersusun dari tenaga rakyat yang banyak, yang bersatu paham. Segala perjuangan yang tidak disokong oleh paham dan iman rakyat tidak akan membawa hasil. Sebab itu pergerakan bangsa Indonesia tidak akan kuat kalau rakyat banyak yang tidak diajar berpikir, tidak diajar menimbang buruk dan baik, akan tetapi hanya tahu bersoraki dan bertepuk tangan pada pidato-pidato yang nyaring bunyinya. Pendidikan rakyat haruslah bersifat: membentuk budi dan pekerti, agar terdapat pertahanan yang kokoh dalam berjuang dengan imperialisme barat. Dan supaya kapitalisme barat tadi jangan pula menukar bulu menjadi kapitalisme sini yang akan menelan rakyat Indonesia, perlulah Indonesia bekerja untuk mencapai suatu masyarakat baru yang berdasarkan keadilan dan kebenaran, satu masyarakat yang sempurna, sehingga tidak ada orang yang ditindas oleh orang lain, si lemah diperkosa oleh yang kuat atau si miskin diperas oleh si kaya. Bangsa Indonesia sudah melihat bagaimana seduhnya penyakit sosial yang ditimbulkan oleh kapitalisme sendiri di benua barat dan .. di negeri Indonesia sendiri. Sebab itu Bangsa Indonesia harus menjaga, supaya tanaman asing itu jangan sampai berakar dalam sini. 4 Bagi Hatta, Indonesia yang merupakan warga dunia, harus ikut serta aktif mewujudkan cita-cita internasionalisme yang menghendaki kemufakatan dan bekerja bersama antar negara-negara dan bangsa atas hak yang sama dengan tidak memandang kulit dan warna demi tercapainya perdamaian. 5 Indikasi Hatta dengan percaturan politik luar negeri sudah dimulai pada masa pergerakan kebangsaan ketika ia bersama Perhimpunan Indonesia melakukan gerakan-gerakan subversif terhadap Belanda pada Tahun 1927 ketika Indonesia masih dibawah jajahan Belanda. Hatta dan kawan-kawan berjuang dinegeri penjajah sebagai kekuatan yang mampu menggelisahkan pemerintahan Belanda. Hatta yang pada saat itu menjabat sebagai ketua Perhimpunan Indonesia, menjalankan propaganda yang aktif keluar negeri untuk cita-cita “Indonesia Merdeka”. 4 Mohammad Hatta, Krisis Dunia dan Nasib Rakyat Indonesia, pengantar dalam buku Sosialisme Religius Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2000, h. 11 5 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan Jilid I, h. 144 Tiap-tiap Kongres Internasional yang terbuka baginya selalu dimasuki, dan hampir selalu Hatta yang memimpin delegasi. Dalam Kongres Internasional itu Hatta belajar kenal dengan pemimpin-pemimpin kaum buruh, pergerakan demokrasi dan perdamaian yang terkenal di Eropa dan dengan pemimpin Asia. 6 Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama Indonesia, Hatta memimpin delegasi pada Kongres Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Bierville, Perancis. Tanpa banyak oposisi, Indonesia secara resmi diakui oleh kongres. Nama Indonesia untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi- organisasi internasional. Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Februari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru India, Hafiz Ramadhan Bey Mesir, dan Senghor Afrika. Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu. Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah bagi Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan 6 Mohammad Hatta, Kumpulan Karangan Jilid I, h. 13 di Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta L Indonesie et son Probleme de I Independence Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan. Perkembangan selanjutnya, kegiatan-kegiatan politik luar negeri Hatta dilakukan ketika ia menjabat sebagai Wakil Presiden pertama yang merangkap sebagai Perdana Menteri. Selepas dari itu, pikiran-pikiran mengenai pola hubungan internasional dituang kedalam tulisan-tulisannya. Pada tanggal 2 September 1948, Hatta yang menjabat sebagai Perdana Menteri memimpin kabinet presidensial memberikan keterangan politiknya terhadap BP KNP Badan Pekerja Komite Nasional Pusat. Di dalam pidatonya ia mengemukakan permasalahan yang sedang terjadi yang terkait dengan urusan BP KNP di antaranya persoalan kedudukan Indonesia di mata dunia Internasional. Walaupun terjadi perselisihan dan perbedaan yang sangat kental dengan kubu sosialis Luat Siregar, Nyoto, Tjoegito,dan Tan Ling Djie, Hatta tetap kepada pendiriannya untuk konsep Revolusi Nasional yaitu kemerdekaan Indonesia yang sepenuhnya termasuk dalam kebijakan politik luar negeri. 7 Politik Luar negeri memang sangat tergantung pada motif persahabatan dan permusuhan sehingga dapat dikatakan kedua motif tersebut merupakan faktor pertentangan yang menyebabkan potensi antara perdamaian dan perang. Motif-motif itu tidak pula statis, melainkan berubah-ubah menurut perkembangan masa dan sangat tergantung pada temperamen pihak yang 7 Mohammad Hatta, Mendayung Antara Dua Karang Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988, h. 10. berkuasa disuatu negara. 8 Dan dengan demikian politik luar negeri lebih kepada bagaimana pencapaian diplomasi yang dilakukan oleh pihak yang berkuasa tentunya kebijakannya didasari atas kepentingan nasional. Cara menjalankan politik luar negeri berlainan dari masa ke masa. Politik yang dijalankan oleh suatu negara tidak pula selalu sama dari dahulu sampai sekarang. Ada masanya suatu negara menjaga keselamatannya dengan menjalankan politik Isolasionisme, memisahkan diri. Ada masanya negara-negara menjamin keamanannya terhadap yang lain dengan mengadakan aliansi dengan beberapa negara sahabat. Ada negeri yang menjaga dirinya dengan menjalankan politik balance of power. Ada pula masanya yang beberapa negeri kecil menggantungkan kemerdekaannya pada guarantess of the Great Powers jaminan negara-negara besar, yang dicapai dengan perjanjian. Kemudian, kelihatan pula imperialisme dijadikan dasar politik yang tertentu bagi politik luar negeri. 9 Sejalan dengan itu, prinsip yang menjiwai strategi kebijakan luar negeri RI, sejak pidato Bung Hatta pada 1948: Mendayung di antara Dua Karang, ialah konstansi dan konsistensi bebas aktif. Idealisme bebas aktif telah sukses mengarungi sejarah tiga orde Orde Lama, Orde Baru dan Reformasi pemerintahan RI. Karenanya, pihak mana pun yang memenangkan Pemilu, konteks dan landasan idealisme bahasa bakunya akan tetap dalam rangka meneruskan dan memantapkan politik luar negeri 8 Alfan Jusuf Helmi, Diplomasi dari Desa ke Kota-Kota Dunia Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989, h. 112 9 Mohammad Hatta, Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia Jakarta: Tintamas, 1953, h. 1. bebas aktif. Sebab, ini merupakan atribut yang bertengger di wilayah idealisme, bukan pada jenjang fungsional parameter konsistensi kebijakan. Para ilmuwan politik luar negeri RI yang mengukur kadar bebas aktif operasi kebijakan luar negeri RI cenderung terjebak output analisis yang membingungkan. Sampai-sampai ada pakar asing menyatakan mungkin fenomena kebijakan luar negeri RI modern tak dapat diukur berdasarkan indikator akademik ilmu politik Barat. Hal menarik inilah yang membuat Penulis mengambil judul Skripsi “Pemikiran Politik Luar Negeri Mohammad Hatta”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah