belah. Ke luar, yang dibela kepentingan negara. Sebab itu politik luar negeri ada kontinuitasnya.
2. Politik luar negeri bukan partai politik. Harus persetujuan segala
golongan yang betul-betul membela keselamatan negara. Hubungan yang rapat antara Kementerian dan Perwakilan. Diantaranya:
a. Instruksi yang tegas dari Perwakilan
b. Penerangan yang tepat dari Perwakilan tentang suasana di luar
Reaksi negeri itu, pemerintahnya dan opini public, Politik negeri itu, Perkembangan diplomasi di sana
3. Mempengaruhi negeri itu secara simpatik, sekurang-kurangnya mengerti
politik negeri sendiri. 4.
Politik bebas. Dasarnya : kita tetap subyek bukan obyek dan kita tidak dalam posisi memihak negara manapun, tetapi menuju cita-cita sendiri,
yaitu: a.
Mempertahankan kemerdekaan. b.
Mencapai keselamatan bangsa c.
Membela cita-cita perdamaian dunia di atas dasar saling menghargai.
5. Dalam membela politik perdamaian, harus bekerja sama yang rapat dan
memperkuat persahabatan dengan segala negara tetangga. 6.
Tidak perlu pegang pimpinan, tetapi aktivis politik perdamaian di Perserikatan Bangsa Bangsa PBB.
7. Memperjuangkan politik bebas bukan memperjuangkan formula kosong,
melainkan membela kepentingan, kemerdekaan dan keselamatan Indonesia, supaya kedudukan kita bertambah kuat.
B. Realisasi Pemikiran Politik Luar Negeri
Dalam perjuangannya untuk merealisasikan pemikirannya, terdapat beberapa kontribusi Bung Hatta dalam politik luar negerinya, antara lain :
• Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama Indonesia, Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi
Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, Indonesia secara resmi diakui oleh kongres.
Nama Indonesia untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-
organisasi internasional. • Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia, Indonesia
harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik
Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan
dengan Belanda
menghasilkan Perjanjian
Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda. Untuk mencari
dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan
menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah Pilot pesawat
adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai. Nehru
berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.
• Dalam Pidato Radionya pada tanggal 23 Juni 1946, Hatta dengan tegas mengemukakan untuk memberi bantuan beras 250.
000 ton lebih kepada rakyat India yang sedang dilanda kelaparan. Memang tidak terlalu banyak, jika dibandingkan
dengan keperluan India yang begitu besar. Tetapi sebagai sumbangan dari rakyat Indonesia kepada rakyat India, sangat
besar artinya. Sumbangan yang demikian rupa ternyat telah mempengaruhi susunan politik internasional. Dengan tawaran
beras untuk India itu, mata dunia tertuju kembali kepada Indonesia.
• Dalam pidatonya di depan Nihon Kogyo Club, Tokyo, Jepang pada tanggal 21 Oktober 1957, Hatta mengemukakan bahwa
negara-negara Asia harus mencari suatu konsepsi politik perekonomian, yang lambat laun menjamin kemerdekaannya di
dalam melaksanakan ekonomi nasional. • Pada pertengahan November 1949, setelah Konferensi Meja
Bundar KMB di Den Haag, Hatta singgah di Singapura untuk memenuhi undangan makan malam oleh Malcolm MacDonald