xxv
BAB II
LANDASAN KERANGKA TEORI
A. PENGERTIAN IJARAH
Al- Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadl yang arti dalam bahasa Indonesianya adalah ganti dan upah. Sedangkan menurut istilah, para ulama berbeda-beda mendefinisikan ijarah,
antara lain sebagai berikut :
1. Menurut Mazhab Hanafi, sebagaimana yang dikutip oleh M. Ali Hasan
bahwa ijarah adalah
ضﻮܳ۸ ܱܺﺎݏ݊ ﻰ݇ܲ ﺪْܿܲ
” Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan “.
13
2. Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:
ݛْܛ۾ ﺔ
ڰۿ݆ا نݢْﻮْܿݏ݆ا ܥْܳ۸و ﻰ݊دݜا ﺔْܻܳݏ݊ ﻰ݇ܲ ﺪܾﺎܳ
” Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.
3. Menurut Syaikh Syihab Al- Din dan Syaikh Umairah bahwa yang
dimaksud dengan ijarah adalah :
݇ܲ ﺪْܿܲ ﻰ
ﻹاو لْﺬ۹ْ݆݇ ﺔ݇۸ﺎܾ ةدْﻮܣْܿ݊ ﺔْ݊ﻮْ݇ܳ݊ ﺔْܻܳݏ݊ ضﻮܳ۸ ﺔ܊ﺎ۸
ﺎْܳܦو
13
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004
, cet.2, ed.1, h.227
16
xxvi ”Akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk memberi dan
membolehkan dengan imbalan yang diketahui ketika itu”.
14
4. Menurut Muhammad Al – Syarbini Al – Khatib bahwa yang dimaksud
dengan ijarah adalah :
طْوﺮﺸ۸ ضﻮܳ۸ ﺔْܻܳݏ݊ ﻚْݛْ݇۾
”Kepemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat.” 5.
Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
6. Menurut Hasbi Ash – shiddiqie bahwa ijarah adalah
ْىأ ةدْوﺪْ܋݊ ةڰﺪ۸ءْݙﺸ݆ا ﺔْܻܳݏ݊ ﻰ݇ܲ ﺔ݆دﺎ۹݆ا ﺔْܲﻮܦْﻮ݊ ﺪْܿܲ ْ݇۾
ْݛ ܱܺﺎݏ݆ا ْܱݛ۸ ݙ܋ܺ ܥܳ۸ﺎﻬﻜ
” Akad yang objeknya ialah pemenuhan manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat.
7. Menurut Idris Ahmad bahwa upah artinya mengambil manfaat tenaga
orang lain dengan jalan memberi ganti rugi menurut syarat – syarat tertentu.
15 Ijarah juga diinterpretasikan sebagai suatu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan ownership milkiyyah atas barang itu sendiri.
16
Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaat bukan bendanya. Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk
diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain – lain sebab semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.
14
Drs. H. Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002 , cet.1, h.114
15
Prof. Dr. Rahmat Syafe’i, M.A, Fiqih Muamalah, Bandung : Pustaka Setia, 2004 , cet.2, h.122-123
16
Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH, MH, Perbankan Syariah di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
2003
, cet 1, h.45
xxvii
Menurut pendapat wahbah Al – juhaili bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasid rusak sebab tidak ada landasannya, baik dari Al – Qur’an, As – Sunnah, Ijma’ maupun Qiyas
yang shahih. Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya
pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dapat dihukumi manfaat sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya.
Dengan demikian, sama saja antara arti manfaat secara umum dengan benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit dmi sedikit tetapi asalnya tetap ada.
17
Ada dua jenis ijarah dalam hukum islam, yaitu ”
a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa
seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewakan. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang
dibayarkan disebut ujrah. b.
Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset itu atau properti tertentu kepada orang lain
dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing disebut musta’jir, pihak yang menyewakan lessor disebut mu’jir muajir,
sedangkan biaya sewa disebut ujrah.
18
B. LANDASAN HUKUM IJARAH