LANDASAN HUKUM IJARAH RUKUN DAN SYARAT-SYARAT IJARAH

xxvii Menurut pendapat wahbah Al – juhaili bahwa manfaat sebagai asal ijarah sebagaimana ditetapkan ulama fiqih adalah asal fasid rusak sebab tidak ada landasannya, baik dari Al – Qur’an, As – Sunnah, Ijma’ maupun Qiyas yang shahih. Menurutnya, benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya tetap ada, misalnya pohon yang mengeluarkan buah, pohonnya tetap ada dan dapat dihukumi manfaat sebagaimana dibolehkan dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya. Dengan demikian, sama saja antara arti manfaat secara umum dengan benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit dmi sedikit tetapi asalnya tetap ada. 17 Ada dua jenis ijarah dalam hukum islam, yaitu ” a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewakan. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah. b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset itu atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing disebut musta’jir, pihak yang menyewakan lessor disebut mu’jir muajir, sedangkan biaya sewa disebut ujrah. 18

B. LANDASAN HUKUM IJARAH

Dasar-dasar hukum ijarah atau rujukan ijarah adalah Al- Qur’an, As- Sunnah, dan Al- Ijma’. 1. Dasar hukum al-ijarah dalam al-qur’an adalah ڰݍهرﻮ܆أ ڰݍهﻮ۾ﺂܺ ْ݉ﻜ݆ ݍْܳܦْرأ ْنﺈܺ ْقݣﻄ݆ا : ٦ “ Jika mereka telah mnyusukan anakmu, maka erilah upah mereka at-thalaq : 6 17 ibid, Prof. DR. Rahmat Syafe’i, MA , Fiqih Muamalah,Bandung : Pustaka Setia,2004, cet.2, h.125- 128 18 Ibid, Ascarya, Akad dan produk Bank Syariah,Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2007, Ed.I, h.99 xxviii ا ݍ݊ ﺮْݛﺧ ڰنإ ݐْﺮ܆ْﺄۿْܚا ۽۸أﺎݚ ﺎ݋هاﺪْ܊إ ْ۽݆ﺎܾ ْܚ ݍݛ݊ﺄْ݆ا ڱيﻮْ݆ܿا تْﺮ܆ْﺄۿ ݆ܿا ﺎܢ ص : ٦ “ Salah seorang dari wanita itu berkata : wahai bapakku, ambilah dia sebagai pekerja kita. Karena orang yang paling aik untuk dijadikan pekerja adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya Al-Qashash:26. 2. Dasar hukum ijarah dari Al- Hadits adalah ݍْ۸ سﺎڰ۹ْ݆ܳاﺎݏڰﺛﺪ܊ ڱݙ݋݇ڰܛ݆ا ﺔڰݛﻄܲ ݍْ۸ ﺪْݛܳܚ ݍْ۸ ۷ْهو ﺎݏﺛﺪ܊ ڱݙْܿﺸ݊ڰﺪ݆ا ﺪݛ݆ﻮْ݆ا ﺪْݚز ݍْ۸ ݍ݋ْ܊ڰﺮ݆اﺪْ۹ܲﺎݏﺛڰﺪ܊ لﺎܾ ﺮ݋ܲ ݍْ۸ ﷲاﺪْ۹ܲ ݑْݛ۸أ ْݍܲ ْ݉݇ܚأ ݍْ۸ ْݍܲ لْﻮܚر ااْﻮﻄْܲأ ݉݇ܚو ݑْݛ݇ܲ ﷲا ݑܾﺮܲ ڰܹ܇ݚ ْنأ ْ݅۹ܾ ݐﺮْݛ܆ﻷ ݑ܆ﺎ݊ ݍ۸ا ݐاور Artinya : Berikanlah upahnya sebelum keringatnya mengering HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar . 3. Landasan hukum ijarah dalam ijma’ adalah Mengenai disyariatkannya ijarah, para sahabat dan juga para tabi’in, semua mereka telah membolehkan ijarah. Selain itu pula, ada yang mengatakan bahwa ijma’ ulama perkara ijarah kmbali kepada nash Al- qur’an dan Sunnah Nabi yang suci. Semua ulama bersepakat taki seorang ulama pun yang membantah kesepakatan ijma’ ini. 19 4. Landasan hukum ijarah dalam operasional adalah a. UU No.792 Jo UU No.10 th.1998 Tentang Perbankan 19 Imam Tadiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, terj oleh K.H Syarifuddin Anwar dan K.H Misbah Mustafa., Surabaya : CV. Bina Iman, 1994 , cet I, h.694 xxix b. Lampiran 6: SK BI No.3234SK Tgl 120599 Dir BI, Tentang Prinsip-prinsip Kegiatan Usaha Perbankan Syari’ah c. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:09DSN-MUIIV2000, Tentang Pembiayaan Ijarah. 20

C. RUKUN DAN SYARAT-SYARAT IJARAH

Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah itu terdiri dari ijab ungkapan menyewakan dan qabul persetujuan terhadap sewa-menyewa. Akan tetapi jumhur ulama mengatakan bahwa rukun ijarah ada empat, yaitu : 1. Orang yang berakad 2. Sewa imbalan 3. Manfaat 4. Shighat ijab- qabul Sedangkan syarat- syarat ijarah yaitu : a. Untuk kedua orang berakad ai-muta’aqidain, menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal, seperti anak kecil dan orang gila, menyewakan harta mereka atau diri mereka sebagai buruh, menurut mereka ijarahnya tidak sah. b. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. 20 Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Jakarta, PT Intermesa,2002, cet.2, h.165 xxx c. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. d. Objek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak cacat. Oleh sebab itu, para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa tidak boleh menyewakan sesuatu yang tidak boleh diserahkan dan dimanfaatkan langsung oleh penyewa. e. Obyek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara’. Oleh sebab itu para ulama fiqih sepakat menyatakan tidak boleh menyewa seseorang untuk mengajarkan ilmu sihir, menyewa seseorang untuk membunuh orang lain pembunuh bayaran, dan orang islam tidak boleh menyewakan rumah kepada orang non muslim untuk dijadikan tempat ibadah mereka. f. Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalkan menyewa orang untuk melaksanakan shalat untuk diri penyewa. Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa sewa menyewa seperti ini tidak sah, karena shalat merupakan kewajiban bagi orang yang disewa. g. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan, seperti rumah, mobil, dan hewan tunggangan. Oleh sebab itu, tidak boleh dilakukan akad sewa menyewa terhadap sebatang pohon yang akan dimanfaatkan penyewa sebagai penjemur kain cucian, karena akad pohon bukan dimaksudkan untuk penjemur cucian. h. Upah sewa dalam akad ijarah harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta. Ulama Hanafiyah mengatakan upah sewa itu tidak sejenis dengan manfaat yang disewa. Akan tetapi jumhur ulama tidak menyetujui xxxi syarat ini, karena menurut mereka antara sewa dengan manfaat yang disewakan boleh sejenis. 21 i. Objek sewa-menyewa haruslah dipenuhi dilaksanakan baik secara riil ataupun formil karena itu segolongan fuqoha tidak membenarkan penyewaan barang-barang pengikut tanpa induknya, karena hal itu tidak dapat dipenuhi. Demikian pandangan Mazhab Abu Hanifah. Adapun jumhur Fuqoha, berpendapat sebaliknya. Justru menurut mereka barang- barang pengikut itu bermanfaat dan dapat dipisahkan dibagi dari induknya, sebagaimana halnya dalam jual beli. Tetapi jika manfaatnya itu kabur, maka sewa menyewa itu rusak batal. j. Uang sewa itu haruslah bernilai dan jelas. 22 Selain itu, ada syarat kelaziman diantaranya : 1 Ma’qud alaih barang sewaan terhindar dari cacat jika terdapat cacat pada ma’qud alaih barang sewaan, penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau membatalkannya. 2 Tidak ada uzur yang dapat membatalkan akad. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa ijarah batal karena adanya uzur sebab kebutuhan atau manfaat akan hilang apabila ada uzur. Uzur yang dimaksud adalah sesuatu yang baru yang menyebabkan kemudhorotan bagi yang akad. Uzur dikategorikan menjadi tiga macam : a Uzur dari pihak penyewa, seperti berpindah – pindah dalam mempekerjakan sesuatu atau pekerjaan menjadi sia – sia. 21 AH. Azharuddin Lathif, M.Ag, fiqih Muamalah, UIN Jakarta Press,2005, cet.I, h.122-124 22 Hamzah Ya’kub, Ifiqih muamalah : kode etik dagang menurut islam, pola pembinaan hidup dalam berekonomi, Bandung : CV. Diponegoro,1992, cet. Ke-2, h.322-323 xxxii b Uzur dari pihak yang disewa, seperti barang yang disewakan harus dijual untuk membayar utang dan tidak ada jalan lain, kecuali menjualnya. c Uzur pada barang yang disewa, seperti menyewa kamar mandi, tetapi menyebabkan penduduk dan semua penyewa harus pindah. Menurut jumhur ulama, ijarah adalah akad lazim, seperti jual – beli. Oleh karena itu, tidak bisa batal tanpa ada sebab yang membatalkannya. Menurut ulama Syafi’iyah, jika tidak ada uzur. Tetapi masih memungkinkan untuk diganti dengan yang lain. Ijarah dapat dikatakan batal jika kemanfaatannya betul-betul hilang seperti hancurnya rumah yang disewakan. 23

D. KETENTUAN OBJEK IJARAH