Sejarah Pertanahan Dalam Islam

24

BAB II SISTEM PERTANAHAN DALAM HUKUM ISLAM

A. Sejarah Pertanahan Dalam Islam

Syariah Islam tidak mempunyai satu teori yang lengkap yang berhubungan dengan sistem pertanahan atau Undang-undang pertanahan, tetapi melalui gabungan beberapa Undang-undang seperti kontrak, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pengambilan balik harta, peraturan pajak tanah dan hasil tanah, peraturan penaklukan, pembagian harta rampasan perang dan lain- lain. 8 Perkembangan Undang-undang pertanahan Islam secara ringkas dapat dilihat pada praktek-praktek yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW serta para sahabat dalam pemerintahan mereka masing-masing. Pada zaman Rasulullah SAW tidak banyak timbul persoalan-persoalan yang berhubungan dengan harta dan tanah, kecuali yang berkaitan dengan harta-harta rampasan perang ghanimah 9 yaitu tanah-tanah orang Yahudi di sekitar Madinah. Hal ini disebabkan lahan-lahan pertanian di Semenanjung Tanah Arab yang terlalu sedikit. 10 8 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam terhadap Pendayagunaan Lahan Kosong, Tesis Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2002, h. 48-49 9 Ghanimah adalah harta kekayaan yang diperoleh orang-orang muslim dari non muslim melalui peperangan. Ghanimah ini tidak hanya berupa harta baik bergerak ataupun tidak, tetapi juga orang-orangnya dapat berupa tawanan perang ataupun perempuan dan anak-anak. Ridwan, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan dan kenyataan, Yogyakarta: FH. UII Press, 2007, h. 297. 10 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam., h. 49-50 25 Dalam perkembangan sejarah, penaklukan pertama yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan orang-orang Islam ialah kepada Bani Nadhir 4 H623 M. Rasulullah SAW telah mengambil tanah-tanah Bani Nadhir di Madinah dan ini merupakan perluasan wilayah taklukan yang mula-mula dilakukan oleh negara Islam. 11 Sedang pada masa kekhalifahan pada pemerintahan khalifah pertama yaitu Abu Bakar Siddiq r.a tidak banyak mengalami perubahan tentang sistem pemilikan tanah, bahkan sistem yang sama dengan zaman Rasulullah SAW telah dilaksanakan. Tetapi setelah khalifah Umar bin Khattab r.a dilantik menjadi khalifah kedua, sistem pemilikan tanah telah banyak berubah, dan banyak pembaharuan Undang-undang tanah telah diperkenalkan. Zaman Umar r.a boleh digambarkan sebagai zaman perluasan wilayah-wilayah yang berdekatan dengan semenanjung Arab, disebelah timur negeri Persia, sebelah barat Syam dan Mesir, dan di sebelah selatan ialah Afrika. Sedangkan negeri-negeri ini mempunyai bentuk muka bumi dan kesuburan tanah yang berbeda-beda untuk pertanian. 12 Kesan utama yang timbul dari penaklukan wilayah-wilayah yang baru itu ialah masalah pembagian tanah-tanah di wilayah tersebut. Hal ini dapat diperhatikan melalui tindakan Umar r.a atas tanah Sawad di Irak. Umar enggan membagikan tanah Sawad kepada tentara-tentara Islam yang menaklukinya melalui peperangan. Menurut Umar r.a tanah Sawad tidak boleh dibagikan seperti 11 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam, h. 53 12 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam, h. 55 26 pembagian yang dibuat pada harta rampasan perang. Bahkan harta itu hendaklah diletakkan dibawah hak milik baitul mal orang-orang Islam dan hendaklah dibelanjakan bagi kepentingan mereka. 13 Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hukum pertanahan Islam telah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya, tetapi ketentuan pertanahan itu hanya sebatas praktek-praktek yang dilakukan pada masa pemerintahannya masing-masing, dan belum dikodifikasikan secara lengkap.

B. Hukum Pertanahan Islam