Tanah yang dimiliki karena penaklukan

26 pembagian yang dibuat pada harta rampasan perang. Bahkan harta itu hendaklah diletakkan dibawah hak milik baitul mal orang-orang Islam dan hendaklah dibelanjakan bagi kepentingan mereka. 13 Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hukum pertanahan Islam telah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya, tetapi ketentuan pertanahan itu hanya sebatas praktek-praktek yang dilakukan pada masa pemerintahannya masing-masing, dan belum dikodifikasikan secara lengkap.

B. Hukum Pertanahan Islam

Dalam hukum Islam ada beberapa macam tanah yang masuk ke dalam wilayah kekuasaan umat Islam yaitu berupa tanah baru yang diperoleh melalui penguasaan atau penaklukan dan berupa wilayah lama, yaitu yang mereka tempati sendiri. 14 Kedua jenis tanah tersebut akan dibahas sebagai berikut:

1. Tanah yang dimiliki karena penaklukan

Tanah yang dikuasai dalam jenis ini ada 3 macam, yaitu tanah yang dimiliki secara paksa, tanah yang diserahkan oleh pemiliknya karena takut, dan tanah yang dimiliki karena kesepakatan. a Tanah yang diperoleh secara paksa Menurut mayoritas ulama Malikiyah, kepemilikan atas tanah dapat berpindah kepada para penakluk dengan cara penaklukan, begitupun 13 Abdul Gani, Tinjauan Hukum Islam, h. 56 14 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi Wa Adillatuhu, Beirut : Dâr-al Fikr, 2004, h. 4595 27 menurut Hanabilah, Syi’ah Imamiyah dan Zaidiyah. Sebab tanah merupakan harta yang bisa lepas dari penguasaan para penakluk jika tanah itu masih bisa dipertahankan, sehingga sama dengan barang mubah yang dapat dimiliki oleh orang yang memperoleh dan menjaganya. Menurut ulama Syafi’iyah, kepemilkan atas tanah dan benda-benda bergerak lainnya adalah dengan penguasaan dan pembagian yang disepakati atau dengan upaya memilikinya. Sedang menurut Hanafiyah, kepemilikan itu tidak dapat berpindah kecuali dengan memasukkannya sebagai wilayah kekuasaan Islam. 15 b Tanah yang diberikan oleh pemiliknya karena takut Jenis tanah yang kedua adalah tanah yang dikenal dengan fay, yaitu harta kekayaan yang diperoleh kaum muslimin dari para kafir harbi dengan tanpa melalui peperang atau mengerahkan pasukan kuda dan unta, 16 seperti halnya jizyah 17 yang pajaknya 110 dalam perdagangan. Ketentuannya kepemilikan atas tanah ini beralih pada baitul mal, dan menjadi milik negara. Para fukaha menilainya sebagai wakaf milik umat Islam, dan Pemerintah mengenakan pajak kepada orang yang memanfaatkannya, perorangan ataupun persekutuan. Perihal wakaf itu 15 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi, h. 4595-4596 16 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontektualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007, cet.II, h.278 17 Jizyah adalah pajak yang dipungut oleh Negara Islam dari rakyat non muslim yang membuat perjanjian dengan penguasa Islam, yang dengan membayar pajak itu mereka mendapat jaminan perlindungan dari Negara yang bersangkutan. ‘Jizyah’ dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 2 Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, h. 824 28 dikarenakan harta ini bukanlah ghanimah, sehingga ini menjadi hak seluruh umat Islam. Para fuqaha sepakat hal itu sebanding dengan harta. Hanya saja Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa mewakafkan tanah itu mengharuskan keterangan dari Pemerintah, agar tanah itu menjadi tanah wakaf. Sementara itu benda-benda bergerak dalam harta fay 18 , menurut Jumhur Ulama juga dapat diwakafkan dan dikelola untuk kepentingan umat, dan pemerintah yang berhak untuk mengelolanya. Jika pemerintah ingin membagi-bagikan harta fay kepada masyarakat Islam, maka harus membuat panitia yang menjaga, mengaturnya, dan membagikannya sesuai kebutuhan bulanan. 19 c Tanah yang diperoleh melalui kesepakatan Ketentuan hukum tanah ini terbatas pada akad damai, baik tanah itu menjadi tanah milik umat Islam atau tetap menjadi tanah pemiliknya, seperti tanah Yaman dan Hairah. Pada kategori pertama, tanah menjadi 18 Menurut Imam Syafii dalam qaul qadim, fay atau harta yang diambil dari orang- orang kafir tanpa melalui perang tidak diambil 15 seperti dalam pembagian ghanimah, karena harta fay sepadan dengan harta yang diperoleh melalui perniagaan. Sedang dalam qaul jadid, Imam SyaflI berpendapat bahwa harta fay diambil 15 seperti dalam pembagian ghanimah. Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam: Studi tentang Qaul Qadim Qaul Jadid, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, h. 295 19 Pemerintah, diwakili oleh lembaga peradilan dapat menentukan kepemilikan atas tanah kepada orang lain yang dianggap lebih mampu dan mengandung maslahat. Baik dalam bentuk hak pakai ataupun hak milik, dengan catatan bahwa tanah itu bukan tanah fay. Selain itu, pemerintah tidak boleh mengalihkan hak itu untuk kepentingannya sendiri. AI-Khatib Al-Syarbiniy, Mughnî al-Muhtaj, Jilid 2, Beirut : Dâr al-Fikr, 2003, h. 497-499 29 wakaf untuk umat Islam, seperti tanah taklukan, dan dianggap sebagai bagian dari Negara Islam, seperti tanah yang telah diserahkan oleh pemiliknya. Sebab Nabi Saw menaklukkan Khaibar dan berdamai dengan penduduknya untuk mengurus tanahnya, dan mereka berhak atas separuh hasil buminya, dan sisanya untuk umat Islam. Ibnu Umar pernah berkata: Nabi memperlakukan Khaibar separuh dari hasil tanahnya, buah dan tanaman. Dan Nabi pun berdamai dengan Bani Nadhir, bahwa para lelakinya tetap sebagai penduduk Madinah dan mereka berhak atas unta dan harta benda, selain senjata yang menjadi harta yang diberikan Allah untuk rasul-Nya. Tanah seperti ini dikenai pajak dan hal itu menjadi kemestian, artinya ketika seorang muslim membeli sebagiannya, ia juga dikenai pajak. Sebab hal itu dianggap sebagai upah dari pemakaian tanah. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para fuqaha. 20 Sementara pada kategori kedua, tanah tetap menjadi hak pemiliknya berdasarkan kesepakatan, dan orang Islam pun wajib memenuhi persyaratan perdamaian secara total, selagi mereka tetap konsisten dengan perdamaian. Akan tetapi mereka dikenai pajak atas tanah yang mereka miliki, dan pemasukan pajak ini milik baitul mal. Pajak ini diperhitungkan sebagai jizyah, yang mana ketika mereka masuk Islam kewajiban itu gugur, ini menurut jumhur ulama dan Syiah Imamiyah yaitu berdasarkan 20 Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islâmi, h. 4605-4606 30 surat Umar bin Abdul Aziz kepada para pegawainya: Tak ada kewajiban pajak atas tanah bagi orang yang telah memeluk Islam. 21 Ulama Hanafiyah dan Syiah Zaidiyah berpendapat bahwa kewajiban pajak itu tidak gugur, dikarenakan ada makna biaya dan balasan dalam pajak, sehingga tetap wajib atas orang yang masuk Islam, dan tidak terkecuali. 22 Wilayah para penandatangan kesepakatan itu dianggap oleh Syafiiyah dan sebagian ulama Hanabilah sebagai wilayah perdamaian atau perjanjian. Tapi menurut Jumhur wilayah itu adalah wilayah Islam yang penduduknya diposisikan sebagai ahl dzimmah yang wajib dikenai pajak.

2. Tanah yang berada dalam wilayah kekuasaan