12
B. Sistem Pengukuran Kinerja Balance Scorecard
Pada umumnya perusahaan menilai kinerja perusahaan dengan melihat pada aspek keuangan saja. Pengukuran kinerja yang hanya melihat
dari sisi keuangan saja pada saat ini dinilai sudah tidak memadai lagi. Hal tersebut dikarenakan ketidakmampuan untuk mengukur harta tidak berwujud
Intangible Asset dan harta intelektual sumber daya manusia. Selain itu, aspek keuangan hanya mengukur kinerja masa lalu perusahaan dengan tujuan
peningkatan laba jangka pendek dan cenderung mengabaikan tujuan jangka panjang perusahaan Kusumastuti, 2006:3.
1. Sejarah Balance Scorecard Awalnya
balance scorecard
digunakan untuk
mengatasi permasalahan mengenai kelemahan sistem pengukuran kinerja yang
berfokus pada aspek keuangan, kemudian perkembangan perwujudannya. Balance scorecard digunakan tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja
tetapi berkembang sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik.
a. Sejarah awal Pada sebelum tahun 1990-an, pengukuran kinerja eksekutif
diukur hanya berdasarkan perspektif keuangan. Akibatnya, perhatian utama dan usaha eksekutif lebih dipusatkan pada kinerja jangka
pendek untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga timbulnya kecenderungan untuk mengabaikan kinerja nonkeuangan seperti
kepuasan customers, produktivitas, dan proses untuk menghasilkan
13
produk dan jasa, serta keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa.
Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA dipimpin oleh David P Norton
mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan” yang didorong kesadaran bahwa pengukuran kinerja
keuangan tidak lagi memadai. Dari studi tersebut dihasilkan sebuah artikel “Balance Scorecard Measures That Drive Performance” dalam
Harvard Bussines
Review Januari-Februari
1992 yang
menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat
perspektif: keuangan, customers, proses bisnis intern serta pembelajaran dan pertumbuhan Mulyadi, 2001. Ke empat ukuran ini
disebut balance scorecard yang menyeimbangkan dan cukup
komprehensif agar keberhasilan kinerja perusahaan sustainable berjangka panjang.
Gambaran singkat mengenai sejarah awal balance scorecard digunakan dalam organisasi dapat dilihat dari gambar 2.1 sebagai
berikut:
14
b. Perkembangan Balance
scorecard pada
tahap berikutnya
diperluas penerapannya pada proses perencanaan strategik setelah keberhasilan
pada tahun 1992. Kemudian mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solutions Inc RSI sebuah perusahaan konsultasi yang
dipimpin oleh David P Norton semula CEO Nolan Norton Institute menerapkan pendekatan ini pada beberapa perusahaan kliennya yang
sejak itu berkembang sebagai inti manajemen strategi strategic management system. Keberhasilan ini dilaporkan dalam suatu artikel
di Harvard Bussiness Review januari-februari 1996 yang berjudul “Using balance Scorecard as a Strategic Management System”.
Pendekatan ini disamping digunakan untuk menghasilkan rencana
Gambar 2.1 Peran awal Balance Scorecard
Perumusan Strategi Perencanaan Strategik
Penyusunan Program Penyusunan Anggaran
Implementasi Pemantauan
Tahap awal perkembangan 1990-1992 sebagai
pengukuran kinerja komprehensif
Sumber : Mulyadi, 2001. Alat manajemen kontemporer untuk pelipatganda kinerja keuangan perusahaan.
15
strategik yang komprehensif, juga digunakan untuk menghasilkan rencana yang koheren antara satu sasaran dengan yang memiliki
hubungan sebab akibat Mulyadi, 2001 seperti gambar dibawah ini:
c. Implementasi Pada Masa Kini Pada tahun 2000 pendekatan ini telah menjadi inti sistem
manajemen strategik bagi seluruh personel perusahaan terutama perusahaan yang telah memanfaatkan secara intensif teknologi
informasi dalam operasi bisnisnya. Dengan teknologi informasi, balance scorecard
dikomunikasikan ke seluruh personel dan koordinasasi perwujudan berbagai sasaran strategik yang telah
ditetapkan dapat dilakukan.
Gambar 2.2 Perkembangan Peran Balance Scorecard
Perumusan Strategi
Perencanaan Strategik
Penyusunan Program
Penyusunan Anggaran
Implementasi
Pemantauan Tahap awal perkembangan
1990-1992 sebagai pengukuran kinerja
komprehensif
Sumber : Mulyadi, 2001. Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan
1993-1995 selanjutnya diterapkan untuk rencana
strategik yang komprehensif dan koheren
16
Jika pada awalnya pendekatan ini hanya dimanfaatkan untuk memperluas perspektif rencana strategik yang disusun, maka
perkembangan yang terakhir ini sudah dimanfaatkan sebagai menghasilkan konsensus dari knowledge worker dalam menetapkan
berbagai sasaran strategik yang akan mewujudkan visi oleh
perusahaan, seperti gambar dibawah ini:
2. Konsep Balance Scorecard Balance scorecard digambarkan sebagai tombol-tombol dan
indikator-indikator cockpit pesawat udara yang mengungkapkan mengenai ketinggian pesawat, temperatur udara, kecepatan atau posisi pesawat yang
harus dipertimbangkan pilot untuk mengendalikan pesawat. Seorang pilot
Gambar 2.3 Perkembangan Implementasi Masa Kini Peran Balance Scorecard
Perumusan Strategi Perencanaan Strategik
Penyusunan Program Penyusunan Anggaran
Implementasi Pemantauan
Sumber : Mulyadi, 2001. Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan
Untuk menafsirkan dampak hasil analisis lingkungan makro
dan industri dan untuk analisis SWOT
Untuk menerjemahkan strategi ke dalam action plans yang
komprehensif dan koheren
Kerangka balance scorecard digunakan untuk pengukuran
secara komprehensif kinerja personel
17
harus mampu memproses informasi dari semua instrument dalam mengemudikan pesawat mereka. Demikian halnya kompleksitas
mengelola perusahaan yang mengharuskan seorang manajer untuk mampu melihat secara seimbang faktor yang mempengaruhi kinerja suatu
organisasi secara keseluruhan. Balance scorecard terkonsep dari dua kata yaitu: Kartu skor
scorecard dan berimbang balance. Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu ini
digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan seseorang di masa depan. Melalui kartu skor ini, skor yang akan diwujudkan di masa
depan dibandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya. Output perbandingan ini digunakan untuk mengevaluasi kinerja personel.
Berimbang berarti bahwa kinerja seseorang diukur secara berimbang dari dua aspek yakni keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang, intern dan ekstern. Jadi, untuk mewujudkan skor di dalam kartu skor di masa depan, maka harus memperhatikan keseimbangan dalam
pencapaian kinerja keuangan dan non keuangan, kinerja jangka pendek dan jangka panjang serta kinerja yang bersifat intern dan ekstern Mulyadi,
2005:1 dalam Dhika Pratiwi 2007:13. Kaplan dan Norton menjelaskan inovasi balance scorecard sebagai
berikut : “The balance scorecard retains traditional financial measures. But
financial measures tell the story of past event, an adequate story industrial age companies for which investment in long term capabilities and
customer relationship were not: critical for success. These financial
18
measures are an adequate, however, for guiding and create future value through investment in customers, suppliers, employees, processes,
technology and innovation”. Paul Averson, 2000
Balance scorecard tetap mempertahankan berbagai ukuran
finansial tradisional. Akan tetapi ukuran finansial hanya menjelaskan berbagai peristiwa masa lalu yang cocok untuk perusahaan abad industri
yang investasi dalam kapabilitas jangka panjang dan hubungan dengan pelanggan bukanlah faktor penting dalam mencapai keberhasilan, tetapi
berbagi ukuran finansial tersebut tidak memadai untuk menuntun dan mengevaluasi perjalanan yang harus dilalui perusahaan abad informasi
dalam menciptakan nilai masa depan melalui investasi yang ditanamkan pada pelanggan, pemasok, pekerja, proses, teknologi dan inovasi Kaplan
dan Norton, 2000:22. Balance scorecard menerjemahkan misi dan strategi perusahaan ke
dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh yang memberikan kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis. Selain itu, balance
scorecard memuat seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu melalui ukuran pendorong drivers kinerja masa depan. Seperangkat ukuran itu
tertuang dalam empat perspektif yang seimbang akan digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan. Keempat perspektif itu adalah perspektif
finansial, perspektif pelanggan customers, perspektif proses bisnis internasional serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan learn and
growth.
19
Balance scorecard memungkinkan perusahaan mencatat hasil kinerja finansial sekaligus memantau perjalanan kemajuan perusahaan
dalam membangun kemampuan untuk pertumbuhan dimasa yang akan datang. Anthony dan Govin Darojan didalam Tangkilisan 2003:110,
menyatakan bahwa penerapan balance scorecard sebagai sistem
pengukuran kinerja organisasi mendasarkan pada asumsi-asumsi: a. Ukuran-ukuran finansial yang berdiri sendiri tidak cukup untuk
mengoperasikan sebuah organisasi. b. Perhatian yang khusus harus dilakukan pada pengembangan ukuran-
ukuran non finansial. Balance scorecard tidak hanya sebagai sistem pengukuran atau
operasional saja, tetapi perusahaan yang inovatif menggunakannya sebagai sebuah sistem manajemen strategik untuk mengelola strategi jangka
panjang. Perusahaan menggunakan sebagai fokus pengukuran untuk menghasilkan berbagai proses manajemen yaitu:
a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi. Proses scorecard dimulai dengan tim manajemen senior yang bersama-sama
menerjemahkan strategi unit bisnis ke dalam berbagai tujuan strategis yang spesifik sehingga visi dan misi dari perusahaan dapat diperjelas
dalam strategi dan menghasilkan konsensus atau kesatuan pemahaman didalam kelompok eksekutif senior untuk pengembangan balance
scorecard. Tujuan scorecard menjadi tanggungjawab tim manajemen sebagai kerangka kerja serangkaian proses manajemen.
20
b. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis. Scorecard memberikan dasar untuk mengkomunikasikan
strategi unit bisnis dan mendidik para eksekutif untuk berkomitmen dalam dialog tidak hanya mengenai sasaran finansial jangka pendek
tetapi juga perumusan dan pelaksanaan strategi yang menghasilkan terobosan kinerja masa depan.
c. Merencanakan, menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. Balance scorecard digunakan untuk menetapkan
sasaran, memadukan inisiatif strategis, mengalokasikan sumber daya dan menetapkan tonggak-tonggak penting. Perencanaan dan proses
manajemen penetapan sasaran memungkinkan perusahaan untuk: 1. Mengukur hasil jangka panjang yang ingin dicapai.
2. Mengidentifikasi mekanisme dan mengusahakan sumber daya untuk mencapai hasil tersebut.
3. Menetapkan tonggak-tonggak jangka pendek bagi ukuran finansial dan non finansial scorecard.
d. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis. Scorecard mengartikulasikan visi bersama, memberikan umpan balik strategis
dan memfasilitasi tinjauan ulang dan pembelajaran strategi gambar 2.4. Balance scorecard menerjemahkan misi dan strategi kedalam
berbagai tujuan dan ukuran yang tersusun pada empat perspektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan
pertumbuhan. Scorecard memberikan kerangka kerja, bahasa untuk
21
mengkomunikasikan misi dan strategi dan menggunakan pengukuran untuk memberikan informasi kepada pekerja tentang faktor yang
mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan datang Kaplan dan Norton, 2000:11.
Gambar 2.4 Balance Scorecard Sebagai Suatu Kerangka Kerja Tindakan Strategis
Memperjelas dan
menerjemahkan visi
dan strategi:
Memperjelas visi
Menghasilkan konsensus
Mengkomunikasikan dan menghubungkan:
Mengkomunika
-sikan dan mendidik
Menetapkan
tujuan
Mengaitkan imbalan dengan
ukuran kinerja tonggak
Merencanakan dan menetapkan sasaran:
Menetapkan
sasaran
Memadukan inisiatif strategis
Mengalokasikan
sumber daya
Menetapkan tonggak-
tonggak penting
Umpan balik dan pembelajaran strategis:
Mengartikulasikan visi
bersama
Memberikan umpan balik strategis
Memfasilitasi tinjauan
ulang dan pembelajaran strategi
Balance Scorecard
Sumber : Kaplan dan Norton, 2000. “Using Balance Scorecard as a strategic Management system”.
22
3. Pengertian Balance Scorecard Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton 2000, definisi
balance Scorecard adalah: Balance scorecard adalah suatu kerangka kerja baru yang
mengintegrasikan separangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran kinerja masa depan. Kinerja perusahaan diukur dari empat
perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran.
Mulyadi dan Johny Setyawan 2001 dalam bukunya yang berjudul sistem perencanaan dan pengendalian manajemen, mendefinisikan balance
scorecard sebagai berikut: Balance scorecard adalah sekumpulan ukuran kinerja yang
mencakup empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan. Balance scorecard berarti bahwa dalam pengukuran kinerja harus terdapat keseimbangan antara keuangan dan non keuangan.
Sementara, Anthony, Banker, Kaplan dan Young 1997 dalam Sony Yuwono 2006:8 mendefinisikan balance scorecard adalah:
Pengukuran dan pengaturan sistem yang memperlihatkan kinerja unit bisnis berdasarkan empat perspektif, yaitu: perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal, proses
pembelajaran dan pertumbuhan. Pengertian-pengertian Balance scorecard diatas, maka dapat
disimpulkan balance scorecard mengintegrasikan seperangkat ukuran yang memberikan pemahaman tentang kinerja bisnis secara komprehensif
yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Proses pengendalian manajemen, balance scorecard merupakan salah satu model sistem pengukuran kinerja yang memerlukan penetapan
23
lebih duhulu sasaran-sasaran unit bisnis dan kemudian mengukur dari perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis
internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Metodologi balance scorecard dibangun berdasarkan konsep
manajemen yang pernah ada seperti sebelumnya seperti: Total Quality Management TQM Customer Defined Quality, Continous Improvement,
Employee Empowerment dan paling penting Measurement Based Management and Feedback Amin, Widjaya Tunggal, 2009:324.
Pengukuran kinerja yang komprehensif dalam perspektif keuangan dan non keuangan dapat disusun dengan langkah-langkah penetapan
strategi, penetapan ukuran strategi, implemantasi strategi, dan review ukuran dan hasil-hasil pengukurannya secara integrasi.
Sebagai suatu sistem pengukuran kinerja yang komprehensif, balance scorecard dimaksudkan untuk menjawab empat pertanyaan pokok
berikut ini: 1. Bagaimana pemegang saham memandang perusahaan? perspektif
keuangan 2. Bagaimana pandangan pelanggan terhadap perusahaan? perspektif
pelanggan 3. Apa yang menjadi unggulan perusahaan dan proses bisnis apa yang
ditingkatkan atau diperbaiki? perspektif proses bisnis internal
24
4. Apakah perusahaan dapat meningkatkan dan menciptakan value bagi customers secara kesinambungan? perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan Model balance scorecard memperagakan hubungan sebab akibat
antara sasaran keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan secara berjenjang sebagai ukuran kinerjanya. Cara yang
baik dalam melayani konsumen dapat meningkatkan pelayanan dan mengurangi tingkat kesalahan dalam pelayanan. Peningkatan kepercayaan
pelanggan, dan pada akhirnya pencapaian sasaran tersebut akan
mendorong peningkatan pendapatan, dan menghasilkan peningkatan laba. Dengan empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan maka balance scorecard dapat diterapkan pada berbagai
perusahaan, baik milik swasta maupun perusahaan milik negara, perusahaan yang berorientasi memperoleh laba nirlaba karena empat
perspektif tersebut sudah mencakup perspektif yang dibutuhkan untuk menilai kinerja organisasi.
Balance scorecard hanya akan efektif dan memberikan manfaat pada perusahaan yang mempunyai visi jauh kedepan karena penerapan
perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan harus ditunjang dengan
investasi yang tidak murah dan tidak dapat dipenuhi dalam satu periode akuntansi.
25
4. Komponen-komponen Balance Scorecard Konsep balance scorecard membagi pengukuran kinerja dalam
perspektif keuangan dan persektif non keuangan. Balance scorecard terdiri dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses
bisnis internal,
perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut saling menyeimbangkan antara
satu dengan lainnya guna memaksimalkan pencapaian tujuan perusahaan. a. Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam balance scorecard karena ukuran finansial sangat penting dalam memberikan
ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang diambil. Perspektif keuangan menetapkan tujuan kinerja keuangan jangka pendek dan
jangka panjang. Menurut Kaplan dan Norton 2000:48, ukuran kinerja
keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategic, inisiatif strategic dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam
menghasilkan laba bagi perusahaan, kemudian mengidentifikasikan tiga tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu pertumbuhan growth,
bertahan sustain stage dan menuai harvest yang akan dijabarkan berikut ini:
1. Tahapan Pertumbuhan Growth Tahapan ini merupakan tahap awal dari siklus kehidupan
perusahaan. Perusahaan-perusahaan pada tahap ini menghasilkan
26
produk atau jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Untuk memanfaatkan potensi ini perusahaan harus melibatkan sumber
daya yang
cukup banyak
untuk mengembangkan
dan meningkatkan berbagai produk atau jasa, membangun dan
memperluas fasilitas produksi, dan sebagainya. Tujuan finansial pada tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan
pandapatan dan petumbuhan penjualan. 2. Tahapan Bertahan Sustain stage
Tahapan ini merupakan tahapan dimana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan
tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan berupaya sekuat tenaga untuk mempertahankan pangsa pasar yang
dimilikinya. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian investasi yang dilakukan.
3. Tahapan Panen harvest Sebagian bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam
siklus hidupnya, tahap dimana perusahaan ingin menuai investasi yang dibuat pada tahap sebelumnya. Perhatian dipusatkan pada
upaya meningkatkan efisiensi untuk memaksimumkan arus kas masuk dari kegiatan operasi perusahaan dan tingkat penurunan
kebutuhan modal kerja.
27
Selain itu, dalam perspektif ini scorecard memungkinkan para eksekutif senior untuk menetapkan bukan hanya ukuran mengevaluasi
keberhasilan jangka panjang tetapi juga variabel yang dianggap paling penting untuk menciptakan dan mendorong tercapainya tujuan jangka
panjang. Setiap ukuran yang dipilih harus menjadi hubungan sebab akibat yang berakhir pada tujuan finansial. Pada umumnya ukuran-
ukuran yang dipakai adalah rasio-rasio keuangan Ahmad Rodoni dan Herni Ali HT, 2010:178 seperti dibawah ini:
1. Rasio Likuiditas Likuiditas adalah jumlah dana tunai yang diperlukan perusahaan
untuk membiayai pengeluarannya dan biasanya sangat tergantung pada sifat bisnis perusahaan tersebut. Rasio likuiditas disebut juga
dengan current ratio dengan rumus: CACL = Aktiva Lancar
. Kewajiban lancar
2. Rasio Leverage Rasio financial leverage adalah alat dalam mempertimbangkan
kemungkinan kelalaian perusahaan pada kontrak hutang. Semakin tinggi hutang perusahaan maka semakin tinggi kemungkinan
perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya. Rasio ini disebut juga rasio utang atau debt ratio Keown et.al, 2001 dapat dihitung
dengan cara berikut: TLTA = Total Kewajiban
. x 100
Total Aktiva
28
3. Rasio Profit Margin Ratio profit margin mengukur tingkat efektifitas manajemen
perusahaan yang tercermin dari hasil yang dicapai perusahaan dalam penjualan investasi yang dilakukan perusahaan. Rasio yang
dipakai adalah operating profit margin yaitu rasio yang
menunjukkan besarnya laba hasil operasi sesudah semua biaya dan pengeluaran dikurangi kecuali bunga dan pajak yang
dihasilkan dari setiap rupiah penjualan bersih. Operating profit margin dapat dirumuskan sebagai berikut:
Operating Profit Margin = Operating Income .
Net Sales 4. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas perusahaan harus dilihat sebagai faktor pendorong dalam memantau aspek likuiditas dan solvabilitas. Dalam jangka
panjang, perusahaan menghasilkan keuntungan yang cukup dari usahanya sehingga mampu membayar kewajibannya. Kerugian
terus menerus akan segera memperburuk solvabilitas perusahaan dan apabila perusahaan akan memperluas usahanya, perusahaan
memerlukan retained earning untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam jangka pendek, kerugian segera akan menurunkan likuiditas
perusahaan. Lebih
lanjut, profitabilitas
perusahaan akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pembiayaan dari luar.
29
a. Laba bersih terhadap penjualan Net IncomeSales Rasio ini biasanya disebut “margin laba” atas penjualan profit
margin on sales Weston dan Copeland, 2003, rasio ini menunjukkan sebaik apakah pengelolaan biaya operasi, apakah
perusahaan telah menghasilkan banyak penjualan untuk menutup biaya tetap dan masih menyisakan laba yang layak
Gill dan Chatton, 2003. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
NIS = Laba Bersih x 100 Penjualan
b. Laba bersih terhadap total aktiva Net IncomeTotal Assets Rasio ini mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya
oleh perusahaan Weston dan Copeland, 2003. Dengan rumusnya :
NITA = Laba bersih x 100 Total Aktiva
5. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas menunjukkan seberapa efektif perusahaan
menggunakan sumber daya harta atau modal yang dimilikinya. Penggunaan sumber daya perusahaan untuk menghasilkan
penjualan. Sebaliknya
jika rendah
maka menandakan
ketidakefektifan perusahaan menggunakan sumber daya, sehingga dapat dikatakan kinerja perusahaan rendah. Rasio efektivitas yang
dipakai adalah Total Asset Turn-Over Ratio yaitu rasio yang
30
mengukur efisiensi penggunaan aktiva untuk menghasilkan penjualan. Yang rumusnya :
Total Assets Turn-Over Ratio = Sales .
Total Asset b. Perspektif Pelanggan
Konsumen merupakan
pihak luar
yang setiap
saat menggunakan produk atau jasa sebuah perusahaan. Untuk memelihara
konsumen sebagai pelanggan maka berbagai langkah strategis dapat dilakukan.
Keberadaan perusahaan adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen customers. Konsumen menjadi sangat penting karena
tidak ada perusahaan yang bisa bertahan hidup jika ditinggalkan oleh konsumennya.
Dalam perspektif pelanggan, balance scorecard melihat bahwa aspek pelanggan memainkan peranan penting dalam kehidupan
perusahaan. Dalam perspektif ini, kinerja diukur dari apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan para pelanggan menjadi hal yang
penting dalam perspektif ini Kaplan dan Norton, 2000:58. Customer akan merasa puas jika mereka mendapatkan produk
atau jasa yang memenuhi kebutuhan mereka pada waktu yang tepat dan pada harga yang dipandang memadai bagi customer.
Perusahaan diharapkan mampu membuat segmentasi pasar dan ditentukan target pasarnya yang paling mungkin untuk dijadikan
sasaran sesuai dengan kemampuan sumber daya dan rencana jangka
31
panjang perusahaan. Dalam perspektif pelanggan terdapat dua kelompok perusahaan yaitu kelompok perusahaan inti pelanggan
Customer Core Measurement Group dan kelompok pengukur nilai konsumen Customer Value Measurement Group Kaplan dan
Norton, 2000:58. Kelompok perusahaan itu akan dijelaskan berikut ini:
1. Customer Core Measurement Group Customer Core Measurement Group memiliki beberapa
komponen pengukuran, yaitu market share pangsa pasar, customer retention retensi pelanggan, customer acquisition
akuisisi pelanggan, customer satisfaction kepuasan pelanggan, dan customer profitability profitabilitas pelanggan. Dan terdapat
keterkaitan kelima ukuran tersebut digambarkan pada gambar 2.5 sebagai berikut:
Gambar 2.5 Ukuran Utama Perspektif Pelanggan
pangsa pasar
kepuasan pelanggan
profitabilitas pelanggan
Akuisisi pelanggan
Retensi pelanggan
32
a Market Share pangsa pasar Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit
bisnis dipasar tertentu dalam bentuk pelanggan, uang yang dibelanjakan atau satuan volume yang terjual.
b Customer Retention retensi pelanggan Cara yang umumnya disukai untuk mempertahankan dan
meningkatkan pangsa pasar dalam segmen pelanggan diawali dengan mempertahankan pelanggan yang ada disegmen
tersebut dan selain itu perusahaan menginginkan dapat mengukur loyalitas pelanggan melalui persentase pertumbuhan
bisnis dengan pelanggan yang ada saat ini. c Customer Acquisition akuisisi pelanggan
Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut keberhasilan unit bisnis menarik atau memenangkan pelanggan dengan cara
banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada. d Customer Satisfaction kepuasan pelanggan
Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan produk atau jasa.
e Customer Profitability profitabilitas pelanggan Mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari pelanggan
atau segmen tertentu setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
tersebut.
33
2. Customer Value Measurement Group Customer Value Measurement Group menggambarkan
atribut yang disajikan perusahaan dalam produk atau jasa yang dijual untuk mencapai tingkat kepuasan dan loyalitas konsumen.
Atribut yang disajikan perusahaan dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
a Product or Services Attributes Product or services attributes meliputi fungsi dari produk atau
jasa, harga, dan kualitas. Dalam hal ini, preferensi konsumen berbeda-beda, ada konsumen yang mengutamakan fungsi dari
produk dan harga yang murah. b Customer relationship
Dimensi ini mencakup penyampaian produk atau jasa kepada pelanggan yang meliputi dimensi waktu tanggap dan
penyerahan serta bagaimana perasaan pelanggan setelah membeli produk atau jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c Image and Reputation Image and reputation menggambarkan faktor-faktor tidak
berwujud intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal Perspektif proses bisnis internal mencakup identifikasi proses
yang diperlukan untuk mencapai tujuan pelanggan dan keuangan.
34
Dalam perspektif ini kinerja perusahaan diukur dari bagaimana perusahaan dapat memproduksi produk atau jasa secara efektif dan
efisien. Aktivitas penciptaan nilai perusahaan terangkai dalam suatu
rantai nilai yang dimulai dari proses perolehan bahan baku sampai penyampaian produk atau jasa ke konsumen. Robert S. Kaplan dan
David P. Norton 2000:83 membagi proses bisnis internal menjadi tiga, yaitu : inovasi, operasi, dan layanan purna jual.
1. Proses Inovasi Dalam proses inovasi, perusahaan mengidentifikasi keinginan dan
kebutuhan para pelanggan di masa kini dan masa yang akan datang dan menciptakan produk atau jasa untuk memuaskan
kebutuhan pelanggan Kaplan dan Norton, 1996 dalam Darmawan Wibisono, 2006:110. Tolok ukur yang bisa dipakai
pada tahapan ini diantaranya persentase penjualan produk baru, banyaknya produk baru yang dikembangkan, dan waktu
mengembangkan produk. 2. Proses Operasi
Proses operasi adalah proses menghasilkan dan menyampaikan produk atau jasa kepada pelanggan. Tahap operasi merupakan
tahapan aksi dimana perusahaan secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada pelanggan dalam memenuhi keinginan
dan kebutuhannya. Tujuannya yaitu peningkatan kualitas proses,
35
peningkatan efisiensi proses, dan penurunan waktu proses. 3. Proses Pelayanan Purna Jual
Proses pelayanan purna jual adalah jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa. Kegiatan layanan
purna jual meliputi penanganan garansi, layanan pemeliharaan produk, layanan perbaikan produk rusak reparasi.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif ini mengidentifikasi penyediaan infrastruktur untuk
mendukung pencapaian dari tiga perspektif lainnya. Tujuannya adalah terwujudnya
keunggulan jangka
panjang perusahaan
dalam lingkungan bisnis global melalui pengembangan potensi sumber daya
manusia. Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton, 2000:110, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan terdiri dari:
1. Kemampuan Pegawai Kemampuan perusahaan sangat ditentukan oleh kompetensi dan
komitmen sumber daya manusia. Oleh karena itu, manajemen perlu meningkatkan kemampuan pegawai. Tolok ukur yang
dipakai dalam employee capabilities adalah kepuasan karyawan, loyalitas karyawan, dan produktivitas karyawan.
2. Kemampuan Sistem Informasi Kemampuan sistem informasi dapat ditingkatkan lagi dengan
memberikan informasi yang lebih akurat dan tepat waktu pada karyawan sehingga mereka dapat memperbaiki proses dan secara
36
efektif melaksanakan proses baru. Tolok ukur kinerja ini bisa berupa tersedianya informasi dibandingkan dengan harapan
kebutuhannya, persentase karyawan yang bisa mengakses informasi yang dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas.
3. Motivasi, Pemberdayaan, dan Pensejajaran Pegawai seharusnya tidak hanya memiliki keahlian yang
diperlukan, namun juga memiliki kebebasan, motivasi, dan inisiatif untuk menggunakan keahlian tersebut secara efektif.
5. Perbedaan Balance Scorecard Dengan Sistem Pengukuran Tradisional Ukuran kinerja tradisional merupakan suatu pendekatan kontrol
kinerja organisasi 50 tahun lebuh menekankan pada action oriented yang memacu pada labour sebagai sebagian penting dalam biaya produksi.
Ukuran ini mempunyai keterbatasan salah satunya seperti perencanaan, pengembangan sumber daya bukan merupakan bagian proses tujuan dan
sering kali manipulasi terhadap kinerja yang bernilai subyektif. Disamping itu ukuran kinerja lebih merupakan faktor manajemen dalam
memberdayakan bawahannya untuk mencapai tujuan kinerja masing- masing Tangkilisan, 2003:114.
Manajemen tradisional hanya berfokus pada sasaran-sasaran yang bersifat keuangan, sedangkan balance scorecard mencakup perspektif
yang lebih luas: keuangan, pelanggan, proses bisnis dan intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Sasaran didalam tradisional tidak koheren
satu dengan lainnya seperti balance scorecard. Disamping itu,
37
karakteristik keterukuran dan seimbang tidak dimiliki oleh sistem tradisional Mulyadi, 2001:8.
6. Keunggulan Balance Scorecard Seperti yang diuraikan diatas bahwa perbedaan dengan sistem
tradisional adalah tidak adanya karakteristik strategik, komprehensif, koheren, seimbang, terukur, adaptif dan responsif terhadap perubahan
lingkungan bisnis serta focus terhadap tujuan perusahaan seperti yang dimiliki balance scorecard. Maka dapat disimpulkan dari perbedaan
tersebut merupakan kelebihan balance scorecard seperti berikut Suwardi Luis, 2008:48:
a. Strategik. Balance scorecard tidak hanya menuntut personel untuk merumuskan sasaran yang bersifat strategik dalam tahap perencanaan
strategik tetapi juga untuk mencari inisiatif-inisiatif strategik dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah ditetapkan.
b. Komprehensif. Balance scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya pada aspek kuantitatif saja, tetapi juga pada aspek
kualitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan aspek customer, inovasi dan market development merupakan fokus pengukuran integral.
Keempat perspektif menyediakan keseimbangan antara pengukuran eksternal seperti laba pada pengukuran internal seperti pengembangan
produk baru. Keseimbangan ini menunjukkan trade off yang dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran tersebut mendorong
manajer untuk mencapai tujuan tanpa membuat trade off diantara
38
kunci-kunci sukses tersebut melalui empat perspektif balance scorecard mampu memandang berbagai faktor lingkungan secara
menyeluruh. Selain itu, dari aspek kualitatif tersebut menghasilkan manfaat seperti dibawah ini :
1 Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berjangka panjang
2 Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
c. Koheren. Didalam menghasilkan perencanaan strategik diantara berbagai sasaran diperlukannya suatu personel untuk membangun
hubungan sebab akibat causal relationship. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif non keuangan harus mempunyai
hubungan kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Koheren berarti adanya hubungan
sebab akibat antara keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategik dengan keluaran dari sistem perencanaan strategik. Sasaran
strategik yang dirumuskan dalam sistem perencanaan strategik merupakan penerjemahan visi, tujuan dan strategi yang dihasilkan
perumusan strategik. d. Seimbang. Untuk menghasilkan kinerja keuangan jangka panjang
diperlukannya keseimbangan dalam sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Seimbang berarti adanya keseimbangan
pemusatan antara intern dan ektern, pemusatan proses process
39
centric dan orang people centric yakni pemusatan yang seimbang diantara keempat perspektif.
e. Terukur. Balance scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang tidak
mudah diukur: pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menentukan ukurannya agar
dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan. Hasil dari perencanaan strategik berupa keterukuran sasaran strategik memungkinkan
ketercapaian berbagai sasaran strategik dari perencanaan sistem tersebut Mulyadi, 2001:18-24.
f. Adaptif dan Responsif terhadap Perubahan Lingkungan Bisnis.
Pengukuran pada aspek keuangan tradisional melaporkan kejadian masa lalu tanpa menunjukkan cara meningkatkan kinerja masa depan.
Aspek customer, inovasi dan pengembangan, learning memberikan pedoman terhadap customer yang selalu berubah preferensinya.
g. Fokus terhadap Tujuan Perusahaan. Adapun tujuan dan sasaran yang ingin dicapai pada setiap perspektif adalah Barbara Gunawan 2000
dalam Alicia 2009: 1 Perspektif keuangan, terwujudnya tanggungjawab ekonomi melalui
penerapan pengetahuan manajemen dalam pengolahan bisnis dan peningkatan produktivitas yang dikuasai personil.
2 Perspektif pelanggan, terwujudnya tanggungjawab sosial sehingga perusahaan dikenal secara luas sebagai perusahaan yang akrab
dengan lingkungan.
40
3 Perspektif proses bisnis internal, terwujudnya pelipatgandaan kinerja seluruh personil perusahaan melalui implementasi.
4 Perpektif pembelajaran dan pertumbuhan, terwujudnya keunggulan jangka panjang perusahaan lingkungan bisnis global melalui
pengembangan dan pemfokusan potensi sumber daya manusia. 7. Faktor-faktor Pemacu Penggunaan Balance Scorecard
Adanya kemajuan zaman dan teknologi menimbulkan banyak persaingan yang menuntut perusahana untuk bertahan dan meningkatkan
kinerjanya. Faktor diatas merupakan contoh sederhana kebutuhan pengimplementasian balance scorecard, dibawah ini diuraikan oleh
Mulyadi 2001:24-27 faktor-faktor pemacu lainnya sebagai berikut: a. Lingkungan bisnis yang dimasuki perusahaan sangat kompetitif dan
turbulen. Lingkungan seperti ini menuntut perusahaan untuk: 1 Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability.
2 Membangun dan secara berkelanjutan memutakhirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan.
3 Menempuh langkah-langkah strategik dalam membangun masa depan perusahaan.
4 Mengerahkan dan memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
b. Sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak tepat dengan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
Karakteristik keadaan diatas seperti dibawah ini :
41
1 Sistem manajemen yang digunakan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depan
perusahaan. 2 Tidak terdapat kekoherenan antara rencanan jangka panjang
dengan rencana jangka pendek dan implementasiannya. 3 Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan secara
optimum seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
8. Hubungan Antara Ukuran-ukuran Balance Scorecard dan Strategi Perusahaan
Evan Jaelani 2009 mengatakan bahwa balance scorecard merupakan konsep yang digunakan untuk mengukur suatu kinerja yang
ada dalam suatu perusahaan baik itu jasa maupun produksi atau manufaktur dengan melihat empat perspektif dan kinerja yang ditunjukkan
oleh perusahaan tersebut. Sedangkan Riri Satria 2009 berpendapat bahwa balance scorecard yang dibangun harus mencerminkan sinergi antar unit
bisnis dan mengimplementasikan value system yang dianut pada tingkat korporat.
Seperti yang
telah diungkapkan
bahwa pendekatan
ini menyelaraskan balance scorecard dengan strategi perusahaan, sehingga
Kaplan dan Norton 2000 memberikan tiga prinsip yang memungkinkan pendekatan ini untuk dikaitkan dengan strategi perusahaan sebagai berikut:
42
a. Hubungan sebab-akibat. Sebuah strategi adalah sekumpulan hipotesis tentang hubungan sebab-akibat. Hubungan sebab-akibat dapat
dinyatakan dengan suatu urutan pernyataan jika-maka if-then. Sistem pengukuran harus mengidentifikasikan dan membuat eksplisit urutan
hipotesis-hipotesis tentang hubungan sebab akibat antara ukuran hasil dengan faktor pendorong kinerjanya, misalnya keterkaitan antara
meningkatnya aktivitas pelatihan penjualan kepada para tenaga penjual dengan peningkatan keuntungan melalui efektifitas penjualan
sebagai akibat dari pelatihan tersebut. b. Hasil dan faktor pendorong kinerja. Faktor pendorong kinerja, lead
indicator adalah faktor-faktor yang khusus yang terdapat pada unit bisnis tertentu. Faktor ini mencerminkan keunikan dari strategi unit
bisnis misalnya faktor pendorong finansial dari profitabilitas, segmen pasar yang dipilih unit bisnis dan lain-lain. Balance scorecard yang
baik seharusnya memiliki campuran yang tepat dari ukuran hasil logging indicator dan faktor pendorong kinerja leading indicator
yang telah disesuaikan kepada strategi unit bisnis. Ukuran hasil tanpa faktor pendorong kinerja tidak akan mengkomunikasikan bagaimana
hasil tersebut dicapai. c. Keterkaitan dengan masalah financial. Berdasarkan kesaksian para
pemenang pengusaha sukses menyatakan bahwa dari berbagai masalah finansial yang dihadapi dibutuhkan keterkaitan operasional
dengan keberhasilan ekonomis perusahaan yang berarti tujuan
43
peningkatan kinerja unit bisnis akan tercapai bila finansial ditetapkan sebagai tujuan akhir itu sendiri.
9. Faktor-faktor Kendala Dalam Proses Penerapan Balance Scorecard Menurut Kaplan dan Norton 2000:167 bahwa para manajer
perusahaan telah menemukan bahwa scorecard memungkinkan mereka menjembatani kesenjangan yang ada didalam perusahaan akan tetapi
adanya ketidakterikatan yang mendasar antara pengembangan dan perumusan strategi dengan pelaksanaannya disebabkan oleh hambatan-
hambatan sistem manajemen tradisional yang digunakan perusahaan untuk menentukan dan mengkomunikasikan strategi dan arah yang akan
ditempuh perusahaan, mengalokasikan sumber daya, menentukan tujuan dan arah bagi departemen, tim dan perorangan, serta memberikan umpan
balik. Hambatan-hambatan itu adalah: a. Visi dan Strategi tidak “Actionable”. Hambatan ini terjadi karena pada
saat pelaksanaan strategi perusahaan tidak mampu menerjemahkan visi dan strateginya ke dalam istilah yang dapat dipahami dan
ditindaklanjuti atau tidak adanya konsensus yang tercipta dari kurang pemahaman arti visi dan misi mereka.
b. Strategi Tidak Terkait Dengan Tujuan Departemen, Tim dan Perorangan. Hambatan kedua ini muncul ketika kebutuhan jangka
panjang strategi unit bisnis tidak diterjemahkan ke dalam tujuan departemen, tim dan perorangan. Hambatan ini mungkin muncul
akibat kegagalan para manajer sumber daya manusia untuk
44
memfasilitasi keselarasan tujuan perorangan dan tim dengan tujuan secara keseluruhan.
c. Strategi Tidak Terkait Dengan Alokasi Sumber daya jangka panjang kegagalan untuk mengaitkan program aksi dan alokasi sumber daya
dengan prioritas strategi jangka panjang perusahaan terjadi karena banyak perusahaan memiliki pusat yang terpisah antara perencanaan
strategis jangka panjang dan anggaran belanja jangka pendek tahunan yang berakibat pendanaan dan alokasi modal sering kali
tidak selaras prioritas-prioritas strategis. d. Umpan Balik yang Statis Bukan Strategis. Hambatan terakhir ini
Karena kurangnya umpan balik tentang pelaksanaan dan keberhasilan strategi. Sebagian besar sistem manajemen hanya menyediakan umpan
balik mengenai kinerja operasional jangka pendek dan umpan balik pada ukuran keuangan yang biasanya merupakan perbandingan hasil
sesungguhnya dengan anggaran belanja bulanan atau kuartalan. Manfaat penting dari balance scorecard sebagai sistem manajemen
strategis timbul pada saat perusahaan melakukan tinjauan strategis regular, bukan sekedar tinjauan operasional.
45
C. Kerangka Pemikiran