46
BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN BATAS USIA MINIMAL MELAKUKAN
PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIP DENGAN PENDAPAT FUQAHA
A. Persamaan Hukum Islam dengan Hukum Positip.
Batas minimal usia melakukan pernikahan menurut hukum positip dan hukum Islam sebenarnya sama-sama mengutamakan kemaslahatan guna
tercapainya tujuan dari pernikahan tersebut, walaupun dalam Islam sendiri tidak ada batasan usia minimal melakukan perkawinan tetapi yang menjadi patokan
adalah baligh, karena perkawinan yang bahagia dan kekal itu perlu dipersiapkan dengan sungguh-sungguh, keluarga merupakan unit terkecil yang menjadi sendi
dasar utama bagi kelangsungan dan perkembangan suatu masyarakat bangsa dan negara, Oleh karena itu Agama dan Negara memiliki wewenang untuk
mengaturnya. Substansi hukum Islam adalah menciptakan kemaslahatan sosial bagi
manusia pada masa kini dan masa depan. Hukum Islam bersifat humanis dan selalu membawa rahmat bagi semesta alam. Apa yang pernah digaungkan Imam
Syatiby dalam magnum opusnya ini harus senantiasa kita perhatikan. Hal ini
47
bertujuan agar hukum Islam tetap selalu up to date, relevan dan mampu merespon dinamika perkembangan zaman.
1
Melakukan pernikahan tanpa kesiapan dan pertimbangan yang matang dari satu sisi dapat mengindikasikan sikap tidak affresiatif terhadap makna nikah
dan bahkan lebih jauh bisa merupakan pelecehan terhadap kesakralan sebuah pernikahan. Sebagian masyarakat yang melangsungkan perkawinan usia muda ini
dipengaruhi karena adanya beberapa faktor-faktor yang mendorong mereka untuk melangsungkan perkawinan usia muda atau di bawah umur.
2
Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog,
ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara
pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya
mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita. Perkembangan kehidupan manusia tentunya banyak melalui masa-masa
tertentu. Dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang
berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang
1
Imam Syatibi, al Muwafaqot, Beirut, Darul Kutub Ilmiah, h. 220.
2
http:alfiyah23.student.umm.ac.id
48
manusia. Setiap masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja.
3
Tidak bisa dipungkiri bahwa pada pasangan suami-istri yang telah melangsungkan perkawinan di usia muda tidak bisa memenuhi atau tidak
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai suami istri. Hal tersebut timbul dikarenakan belum matangnya fisik maupun mental mereka yang cenderung
keduanya memiliki sifat keegoisan yang tinggi. Dampak adalah “akibat-akibat dari konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu
kebijaksanaan”.
4
Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan ketrampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya, dan
mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga. Rasa
ketergantungan kepada orang tua harus dihindari. Utamanya bagi pria.
5
Permasalahan berikutnya adalah baik kebijakan pemerintah maupun hukum agama sama-sama mengandung unsur maslahat. Pemerintah melarang
pernikahan usia dini adalah dengan berbagai pertimbangan. Begitu pula agama tidak membatasi usia pernikahan, ternyata juga mempunyai nilai positif.
3
http:my.opera.comdiniluphxibumblog
4
Poerwadarminto, Kamus Bahasa Indonesia, 1992, hal.24.
5
http:fatqur21.blogspot.com200905makalah-perkawinan-di-usia-muda.html
49
B. Perbedaan Hukum Islam dengan Hukum Positip.