Pengertian Perkawinan. Pengertian dan Tujuan perkawinan.

13

BAB II PERKAWINAN DAN PERMASAHAN DI DALAMNYA

A. Pengertian dan Tujuan perkawinan.

1. Pengertian Perkawinan.

Pernikahan berasal dari kata dasar nikah, kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin. Menurut istilah nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allh SWT. Sedangkan dalam Kamus Besar Indonesia nikah mempunyai arti hubungan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri secara resmi. 1 Sebagian ulama dalam mengemukakan arti perkawinan hanya menonjolkan aspek lahiriah yang bersifat normative, seperti definisi nikah menurut empat mazhab yakni nikah sebagai aqad yang membawa kebolehan bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan seorang perempuan. 2 Ada juga beberapa definisi nikah yang dikemukakan oleh fuqoha, namun pada prinsipnya tidak terdapat perbedaan yang berarti karena semuanya 1 Departemen P dan K, Kamus Besar Indonesia, cet. 3, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, h. 614. 2 Chuzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus, Jakarta 2002, h. 102. 13 14 mengarah kepada makna akad kecuali pada penekanan redaksi yang digunakan. Nikah pada hakekatnya adalah akad yang diatur oleh agama untuk memberikan kepada pria hak memiliki dan menikmati faraj dan seluruh tubuh wanita untuk penikmatan sebagai tujuan primer. 3 Bagi ulama Hanafiah akad nikah membawa konsekuensi bahwa suami istri berhak memiliki kesenangan mik al mut’ah dari istrinya, dari ulama Malikiyah akad nikah membawa akibat pemilikan bagi suami untuk mendapatkan kelezatan talazuz dari istrinya. Sedangkan bagi ulama Syafi’iyah akad membawa akibat suami memiliki kesempatan untuk melakukan jima’ bersetubuh dengan istrinya. 4 Sebagian ulama Syafi’iyyah memandang bahwa akad nikah bukanlah untuk memberikan hak milik pada kaum laki-laki saja akan tetapi kedua belah pihak. Maka golongan itu berpendapat bahwa seorang istri berhak menuntut persetubuhan dari suami dan suami berkewajiban memenuhinya sebagaimana suami berhak menentukan persetubuhan dari istrinya. 5 Sedangkan Abu Zahra menyusun tarif perkawinan sebagai suatu aqad yang menimbulkan halalnya hubungan raga antara seorang laki-laki dan perempuan, tolong menolong antara keduanya dan menyatukan hak-hak dan 3 Bakri A. Rahman dan Ahmadi Sukadja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-undang Perkawinan dan Hukum PerdataBW , Hidakarya Agung, Jakarta, 1981, h. 13. 4 Abdu Ar Rahman Al Jaziri, Kitab al Fiqih ‘Ala Al Ma’zahib Al Arba’ah, Dar Al Fikr, Beirut, 1969, h. 2-3 5 Ibid. , h. 40. 15 kewajiban keduanya. 6 Dalam hal ini Abu Zahra lebih modern dalam memberikan definisi nikah tersebut yaitu tidak hanya sebatas mengenai hubungan badan saja akan tetapi menambahkannya dengan hak-hak dan kewajiban bagi seorang istri dan suami. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai penghubung antara seorang pria dengan seorang wanita dalam membentuk suatu keluarga atau rumah tangga.Dalam membentuk suatu keluarga tentunya memerlukan suatu komitmen yang kuat diantara pasangan tersebut. Sehingga dalam hal ini Undang-undang Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa suatu perkawinan dapat dinyatakan sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan. 7 Landasan hukum agama dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, sehingga penentuan boleh tidaknya perkawinan tergantung pada ketentuan agama. Hal ini berarti juga bahwa hukum agama menyatakan perkawinan tidak boleh, maka tidak boleh pula menurut hukum negara. Jadi dalam perkawinan berbeda agama yang menjadi boleh tidaknya tergantung pada ketentuan agama. 6 Chuzaimah T. Yanggo, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus, Jakarta 2002, h. 104. 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan . Bandung: Citra Umbara, 2007. Pasal 2 ayat 1. 16 Menurut pasal 1 UU No. 11974 tentang Perkawinan, yang dimaksud perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan di dalam ketentuan pasal-pasal KUHPerdata, tidak memberikan pengertian perkawinan itu. Oleh karena itu untuk memahami arti perkawinan dapat dilihat pada ilmu pengetahuan atau pendapat para sarjana. Ali Afandi mengatakan bahwa “perkawinan adalah suatu persetujuan kekeluargaan”. 8 Dan menurut Scholten perkawinan adalah ”hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara”. 9 Jadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. Perkawinan adalah: melaksanakan Aqad perikatan yang dijalin dengan pengakuan kedua belah pihak antara seorang laki-laki dan seorang perempuan atas dasar keridhoan dan kesukaan kedua belah pihak, oleh seorang wali dari pihak perempuan menurut sifat yang telah ditetapkan syarat untuk menghalalkan hidup serumah dan menjadikan yang seorang condong kepada 8 Ali Afandi, hukum waris,hukum keluarga, hukum pembuktian, Jakarta, Rineka cipta,1997 h. 94. 9 R. soetojo prawirohamidjojo dan Azis safioedin, Hukum orang dan hukum keluarga, Bandung,Alumni 1985, h. 31. 17 yang seorang lagi dan menjadikan masing-masing dari padanya sekutu teman hidup. 10 Suatu perkawinan pada dasarnya yaitu untuk menyatukan dua insan yang berbeda baik secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu dalam kehidupannya suamiistri harus mempunyai konsekuensi serta komitmen agar perkawinan tersebut dapat dipertahankan. Dengan demikian dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa dilakukannya suatu perkawinan akan memberikan motivasidorongan kepada seseorang untuk bertanggung jawab, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain istrinya. Sesuai dengan apa yang di firman kan Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 1. ⌧ ☯ ⌧ “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu dan dari jiwa yang satu itu Dia menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” An-Nisa`: 1 Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang baik dan kelestarian hidupnya, setelah 10 Ahmad. A. Psikologis Perkembangan . CV. Rineka Cipta, Jakarta 1997, h. 69 . 18 masingmasing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. 11 Salah satu bentuk perkawinan yang kita ketahui adalah monogami dan poligami. Monogami adalah perkawinan dengan isteri tunggal, artinya seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan. Sedangkan poligami adalah perkawinan dengan dua orang perempuan atau lebih dalam waktu yang sama. 12

2. Tujuan Perkawinan.